Cemburu?

Keesokan harinya.

Cup, cup, cup, cup. Kaaran membangunkan Rania dengan cara mencium kening, kedua pipi, dan bibir gadis itu. "Bangun, Sayang. Sudah pagi."

Rania berusaha keras membuka matanya, tapi kelopak matanya terasa sangat berat untuk dibuka. Dia masih sangat mengantuk.

Laki-laki mesum itu tidak mungkin ada di kamarku. Karena seingatku, aku sudah mengunci pintu kamar sebelum aku tidur tadi malam. Rania membatin sambil ingin melanjutkan tidurnya kembali.

Kaaran kembali mencium Rania ketika melihat wanita kesayangannya itu kembali tertidur. Cup, cup, cup, cup.

Aku sangat membenci pria ini. Kenapa di dalam mimpiku pun dia masih saja datang?

Tapi tunggu dulu, kalau aku hanya bermimpi, kenapa ciumannya terasa sangat nyata? Apa jangan-jangan, aku memang tidak sedang bermimpi?

Rania membuka matanya lebar-lebar. Rasa kantuknya menghilang seketika saat membuka mata pertama kali yang dia lihat adalah wajah tersenyum Kaaran.

"Aargh!" Rania memekik dengan keras lalu segera bangun dan duduk. Dia menyingkap selimutnya ingin  memeriksa piyama yang dia kenakan. Ternyata masih lengkap dan tidak kurang sedikit pun.

Syukurlah, berarti tidak terjadi apa-apa di antara kami. Rania merasa sangat lega. Dia pikir Kaaran kembali mengambil keuntungan ketika dirinya sedang tertidur lelap.

"Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Dan sejak kapan kamu masuk?" Rania beringsut ke samping karena ingin sedikit menjauh dari pria itu.

Sebelum menjawab, Kaaran juga ikut bangun dan duduk. Dia tersenyum. "Karena tadi malam kamu mengunci pintunya, jadi aku meminta bantuan Zack dan Robot Papa untuk membukanya."

"Apa?! Jadi, kamu sudah masuk ke sini sejak tadi malam?" tanya Rania. Dia sangat terkejut.

Kaaran mengangguk. "Aku merasa sangat bahagia ... sekali, karena aku tidur sambil memelukmu semalaman. Aku lihat, kamu juga merasa sangat nyaman tidur sambil berada di dalam pelukanku. Kamu bahkan balas memelukku juga."

Apa? Berarti semalam aku memang tidak bermimpi? Rania merasa malu sendiri.

"Kurang ajar." Rania memukul Kaaran dengan bantal.

Bug, bug, bug.

"Kamu pikir aku ini perempuan apaan? Kenapa kamu suka sekali melecehkanku?"

"Hentikan, Sayang." Kaaran menangkap bantal yang dipakai Rania untuk memukulinya. "Melecehkan apa? Aku tidak melakukan apa pun selain memelukmu saja."

"Iya, itu tadi malam. Tapi yang kemarin sore, apa namanya kalau tidak melecehkanku? Hah?" Rania menantang Kaaran.

"Mm ... soal yang itu. Aku minta maaf, Sayang. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi. Apa kamu bisa membayangkan, bagaimana tersiksanya aku menahannya selama hampir 6 tahun, dan tidak pernah melakukannya lagi setelah melakukannya bersamamu malam itu?"

Omong kosong. Aku tidak percaya. Laki-laki mesum dan playboy seperti dia mana mungkin bisa menahannya selama itu.

"Kalau aku boleh jujur, sebenarnya semalam tidur bersamamu pun aku merasa sangat tersiksa. Sepanjang memelukmu ada sesuatu yang terus saja terbangun dan tidak pernah tertidur sampai sekarang. Coba lihat, apa kamu ingin membantuku menidurkannya kembali?" Kaaran menunjuk sesuatu yang mencuat di balik daster yang dia kenakan.

Melihat hal itu, pipi Rania merah merona menahan malu, sekaligus merasa semakin geram karena sikap tidak tahu malu Kaaran. "Kurang ajar! Dasar laki-laki mesum! Rasanya aku sangat ingin mematahkan senjatamu itu!"

Kaaran melompat turun dari tempat tidur. Dia berpura-pura ketakutan karena ingin menggoda Rania. "Jangan dong, Sayang. Kalau kamu mematahkannya, bukankah kamu sendiri yang akan rugi nanti? Karena setelah kita menikah, tanpa benda pusaka ini, aku pasti tidak bisa lagi membuatmu mendesah dan  berteriak-teriak memanggil namaku seperti kemarin sore."

"Omong kosong!" Rania melempar wajah Kaaran dengan guling yang ada di dekatnya. Dia merasa semakin jengkel pada pria itu. "Mana pernah aku seperti itu? Kamu hanya mengarang."

Dengan perasaan marah, Rania beranjak meninggalkan Kaaran dan ingin masuk ke dalam kamar mandi. Rania sadar, semakin dia meladeni ucapan Kaaran, maka mulut mesum pria itu akan semakin menjadi-jadi. 

Dasar tidak tahu malu. Apakah mulutnya itu sudah tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata lain selain kata-kata menjijikkan seperti itu? Dasar laki-laki mesum. Aku sangat membencinya. Rania mengumpat dalam batinnya.

Namun sebelum Rania masuk ke dalam kamar mandi, dia masih sempat memberikan peringatan Kaaran. "Jangan pernah berani-berani masuk saat aku ada di dalam kamar mandi. Atau aku akan menghajarmu, lalu mencincang sosis nakalmu itu untuk aku jadikan sarapan anj*ng tetangga."

"Ih, takut ...." Kaaran berpura-pura bergidik ketakutan saat Rania mengancamnya.

Setelah Rania masuk, dia akhirnya tertawa. "Rania ... Rania. Kamu itu sangat lucu, sayang. Tidak ada yang menyeramkan sama sekali dari ekspresi galakmu itu. Justru kamu malah membuatku semakin gemas."

...----------------...

Rania sedang menyiapkan sarapan di dapur, pagi ini dia tiba-tiba ingin memasak sarapan sendiri, karena biasanya rutinitas paginya itu selalu dipermudah oleh mesin dan robot buatan Zack.

Sementara itu, Kaaran cukup terkejut pagi ini. Pasalnya, setelah dia keluar dari kamar Rania, dia melihat ada tiga buah robot yang berlalu lalang di hadapannya. Di antaranya ada robot penghisap debu lantai yang bekerja duluan, kemudian di belakangnya menyusul robot pengepel lantai. Dan yang satu lagi, ada robot terbang yang bertugas untuk membersihkan debu-debu yang menempel di dinding dan perabot.

Eh? Bagaimana mungkin anak sekecil Zack bisa terpikirkan untuk membuat robot seperti ini? Kaaran berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan gerak-gerik robot tersebut.

Pantas saja aku tidak melihat ada pembantu di rumah ini, ternyata semua pekerjaan rumah tangga dibereskan oleh robot. Tapi kemana perginya robot-robot ini tadi malam? Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.

"Papa sedang apa?" Suara Zack tiba-tiba mengejutkan Kaaran.

"Astaga. Kamu mengagetkan Papa, Sayang." Kaaran memegangi dadanya. "Ini, Papa sedang memperhatikan robot-robot pembersih ini. Perasaan tadi malam Papa tidak pernah melihatnya."

"Tentu saja Papa tidak melihatnya, karena jadwal tugas mereka sengaja disetel hanya pada saat pukul 6 pagi dan pukul 3 sore. Setelah tugas mereka selesai, mereka akan kembali ke dalam ruangan itu." Zack menunjuk ruangan yang ada di pojok.

"Oh, seperti itu." Kaaran manggut-manggut mengerti.

"Papa, ayo kita turun. Mama dan kakak Zoe sudah menunggu kita di meja makan."  Zack menggandeng tangan papanya.

Sesampainya di lantai bawah, Kaaran melihat seorang pria sedang duduk membelakanginya di salah satu kursi meja makan. "Zack, siapa pria itu?"

"Oh, itu Om Adit, Papa," jawab Zack. "Papa harus berkenalan dengannya."

Oh jadi itu pria bernama Aditya yang aku lihat kemarin. Baguslah dia datang, aku harus menyuruh Rania dan kedua anakku untuk berpamitan padanya. Karena tidak lama lagi, aku akan membawa serta Rania dan anak-anak untuk kembali ke kota Merkurius.

"Om Adit!" panggil Zack.

"Iya, Zack." Aditya menoleh, dia melihat Zack datang bersama Kaaran. "Oh, jadi ini yang kamu ceritakan tadi malam, Ra?" Aditya berbalik dan bertanya pada Rania.

"Iya, Kak." Rania menjawab sambil menata nasi goreng dan bahan pelengkapnya di atas piring.

Apa yang sedang mereka bicarakan? Apa mungkin tadi malam Rania sengaja cepat -cepat naik ke kamarnya karena dia ingin berbicara dengan pria itu? Apa mungkin mereka memang punya hubungan spesial? Seperti yang Rania katakan sebelumnya.

Tidak. Aku tidak akan membiarkan Raniaku direbut oleh pria lain. Tiba-tiba saja Kaaran merasa cemburu pada Aditya.

Aditya berdiri dari duduknya, lalu berbalik dan tersenyum ramah ke arah Kaaran, seraya menggulurkan tangan kanannya ingin berkenalan. "Halo, perkenalkan, nama saya Aditya."

"Kaaran." Kaaran membalas ukuran tangan Aditya dengan terpaksa. Dia sebenarnya malas berkenalan dengan pria itu karena dia sudah terlanjur mencapnya sebagai saingan untuk mendapatkan cinta Rania.

 

"Rara sudah menceritakan banyak tentang An-"

"Namanya bukan Rara, tapi Rania. Atau lebih tepatnya, Raniaku seorang." Kaaran memotong ucapan Aditya dan menekankan kata 'Raniaku seorang' di ujung kalimatnya. Tatapan Kaaran benar-benar tidak bersahabat pada pria itu. Aditya bisa melihat dan merasakannya dengan jelas.

Rara bilang pria ini seorang playboy yang hanya ingin mempermainkan perasaannya. Tapi kalau aku lihat, sepertinya Rara sudah salah menilainya. Aku bisa melihat kalau pria ini benar-benar mencintai Rara. Buktinya, dia bahkan cemburu pada orang sepertiku, yang jelas-jelas tampang dan latar belakang tidak pantas untuk dibanding-bandingkan dengannya. Batin Aditya.

Terpopuler

Comments

Desrina Tobing

Desrina Tobing

nmaa ny jugaa bencii pasti yg d lihat sisi buruk ny eaa kn raniaa 😊

2022-07-04

0

Shakila Rassya Azahra

Shakila Rassya Azahra

kalau sudah bucin kadar cemburu memang sangat mendominasi seperti yg sekarang sedang kaaran rasakan 🤔🤔

2022-05-28

0

Naftali Hanania

Naftali Hanania

iya dech..yg punya raniaku....🤣🤣🤣🤣✌️

2021-10-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!