"Zack, Papa. Ayo kita cepat keluar dari sini, orang itu mau menangkap kita," kata Rania di sela-sela usahanya untuk kabur.
"Memangnya orang itu siapa, Ma?" tanya Zack, bingung sekaligus penasaran.
"Nanti Mama akan memberitahu kamu, Sayang. Sebaiknya kita keluar dulu dari tempat ini secepatnya," jawab Rania.
Semoga saja kami tidak tertangkap. Batin Rania.
Zack yang masih terlihat kebingungan hanya mengikuti kemana pun Rania membawanya, begitu pun dengan Robot Papa. Robot Papa hanya mengikuti kemana pun keduanya pergi.
Kaaran yang melihat Rania semakin menjauh darinya segera memerintahkan para pengawalnya untuk menutup semua pintu keluar agar Rania tidak bisa kabur Lagi.
"Tutup semua pintunya!" titah Kaaran pada pengawal-pengawalnya. Dia lalu berbalik pada William yang berlari menyusulnya dari belakang. "Will! Cepat tangkap Rania, Will! Jangan biarkan Rania kabur!"
"Baik, Tuan." William langsung berlari mendahului Kaaran, lalu memerintahkan para anak buahnya untuk ikut bergerak secepatnya.
Dalam waktu sekian detik saja, semua pintu sudah tertutup rapat. Beberapa orang pengawal bertugas menjaga di setiap titik pintu keluar. Sebagian besar diantaranya berusaha untuk menangkap Rania yang dikomandoi oleh William.
"Berhenti Nona Rania! Berhenti!" teriak William. Pria bertubuh jangkung itu semakin dekat di belakang Rania.
Gawat. Mereka semakin mendekat. Kenapa tiba-tiba jumlah mereka jadi banyak sekali? Dari mana datangnya? Kalau sudah begini, kami harus lari kemana lagi? Mereka sudah mengepung kami. Batin Rania.
Rania terpaksa menghentikan larinya karena di depannya hanya ada tembok. Dari arah samping kiri, kanan, dan arah belakang, para pengawal Kaaran datang secara berombongan ingin menangkapnya.
"Gawat, gawat. Sepertinya kita akan segera tertangkap. Kita benar-benar sudah terkepung. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Rania merasa semakin panik dan hampir putus asa. Melihat pengawal-pengawal Kaaran yang datang dari segala arah membuat dirinya hampir saja ingin menyerah.
Tidak. Aku tidak boleh menyerah. Aku harus tetap berjuang, bagaimana pun caranya. Aku tidak akan rela jika orang itu ingin merebut si kembar dariku. Batin Rania.
"Robot Papa! Gawat! Gawat! Nyalakan mode darurat!" Zack tiba-tiba berceletuk. Beruntunglah karena Rania memiliki anak yang sangat cerdas. Dalam keadaan genting seperti saat ini pikiran Rania tidak sampai ke sana, tapi berbeda dengan putranya.
"Gawat! Gawat! Mode darurat!" Robot Papa otomatis menyalakan mode darurat ketika mendengar perintah dan kata 'gawat' yang keluar dari mulut Zack.
Sesuatu menyerupai pistol, tiba-tiba saja keluar dari kedua tangan Robot Papa. Orang-orang merasa terkejut sekaligus ketakutan melihatnya. Beberapa orang penonton yang masih duduk di kursi penonton mulai berteriak histeris dan lari meninggalkan tempat duduk mereka karena takut.
Beberapa rombongan pengawal yang tadinya mengejar mereka bertiga mulai menghentikan langkahnya. Dan perlahan mulai berjalan mundur ketika melihat Robot Papa mengarahkan pistol ke arah rombongan mereka masing-masing secara bergantian.
Para pengawal itu terlihat ketakutan, otomatis mereka tidak ada yang berani untuk maju, justru malah sebaliknya, mereka mundur secara perlahan-lahan.
Melihat hal itu Rania menjadi lega. Kenapa aku bisa lupa kalau Robot Papa punya mode darurat?
"Kerja bagus Sayang, kerja bagus Robot Papa." Rania tersenyum ke arah Zack dan Robot Papa secara bergantian. Dengan dua pistol yang ada di tangan robot itu, dirinya pasti bisa mengancam dan menakut-nakuti para pengawal-pengawal itu.
"Jangan mendekat! Kalau kalian semua berani mendekat, robot ini akan menembakkan senjatanya ke arah kalian semua!" ancam Rania, sambil menarik tangan Zack berjalan ke arah pintu.
"Minggir dari situ! Karena kalau tidak, kamu akan mati di tangan robot ini," ancam Rania pada seorang pengawal yang bertugas menjaga salah satu pintu keluar.
"Bbab-baik, Nona. Saya akan segera minggir dari sini," kata pengawal itu. Mau tidak mau dia harus menuruti apa kata Rania, daripada nyawanya melayang sia-sia di tangan sebuah robot.
"Tunggu! Jangan pergi dulu! Buka pintunya, sekarang!" titah Rania.
Pengawal itu gemetar ketakutan. Dia melihat Rania bergantian dengan William. Seolah dia meminta persetujuan dari atasannya tersebut. Sedangkan William yang seolah mengerti dengan isi pikiran bawahannya malah menggelengkan kepala melarang.
"Kenapa diam saja?! Cepat buka pintunya! Atau kalau tidak, robot ini akan meledakkan kepalamu!" Rania kembali mengancam, membuat pengawal itu ingin pipis di celana.
Sementara Rania sibuk mengancam para pengawal itu, William malah dibuat salah fokus pada wajah Zack.
Anak itu, wajah anak kecil itu terlihat sangat mirip dengan wajah tuan Kaaran. Apa jangan-jangan? William mulai menerka-nerka dalam hati mengenai Zack.
Perlahan-lahan fakta mulai terungkap dengan sendirinya. Seketika itu juga William merasa sangat bersemangat ketika mengetahui fakta membahagiakan tersebut.
Aku yakin, nona Rania pasti ingin kabur karena dia tidak ingin tuan Kaaran tahu dan tidak ingin tuan Kaaran melihat putra mereka. Aku harus segera memberitahukan hal ini kepada tuan Kaaran. Dia pasti akan sangat senang jika tahu kalau dirinya memiliki seorang putra dari nona Rania. Batin William.
"Tenang, Nona Rania, tenang. Kami tidak berniat untuk menyakiti Anda atau pun menyakiti Tuan Muda Kecil." William berusaha menenangkan Rania.
Dengan pelan tapi pasti, pria itu mulai berjalan mundur hendak berlari menghampiri Kaaran. Dia ingin segera memberitahukan kepada tuannya mengenai keberadaan Zack.
Rania terkejut mendengar ucapan William. "Apa katamu? Tuan muda kecil apa maksudmu? Jangan sembarangan bicara kamu, ya?" Rania semakin emosi karena asisten pribadi Kaaran itu bisa langsung mengetahui identitas putranya.
Dari kejauhan, terlihat Kaaran juga sedang berlari mendekat ke arah mereka. "Rania! Hentikan! Berhenti melawan!"
Melihat pria yang paling ingin dia hindari mendekat, Rania kembali panik. Di pun langsung menyuruh Robot Papa untuk menembakkan senjatanya detik itu juga. "Robot Papa! Tembakkan senjatanya sekarang juga!"
"Siap, laksanakan." Robot Papa mulai menembakkan senjatanya tepat mengenai lantai di depan masing-masing rombongan para pengawal-pengawal itu.
Dor! Dor! Dor! Gumpalan asap putih mulai menyebar, membuat para pengawal mulai mengucek matanya yang terasa sangat perih sambil terbatuk-batuk.
Semua orang terkejut, begitu pun dengan William. Baru saja beberapa meter dia meninggalkan rombongan anak buahnya, tiba-tiba saja robot itu menembakkan senjatanya.
"Senjata macam apa itu?" gumam William sambil berlari menjauh. Dia mengamati reaksi para anak buahnya yang sempat terpapar asap putih tersebut. Hampir semua pengawal mengeluh karena matanya terasa sangat sakit dan perih, bahkan ada juga sebagian yang merasa sesak napas.
Itu gas air mata. Sial, rupanya nona Rania tadi hanya menggertak untuk menakut-nakuti para anak buahku. Senjata yang ada di tangan Robot itu ternyata bukan senjata mematikan, hanya pistol gas air mata.
Sementara pengawal yang tadinya bertugas menjaga pintu entah hilang lari kemana. Dia mengambil kesempatan untuk kabur ketika perhatian Rania beralih pada William.
Kaaran yang memperhatikan dari jarak sekitar 20 meter lebih tidak bisa berbuat apa-apa. Dia juga takut mendekat, takut mata dan sistem pernapasannya menjadi iritasi.
Sial. Lagi -lagi Rania berhasil kabur.
Kaaran mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menendang sembarangan. Dia merasa sangat kesal dan kecewa karena para pengawal-pengawal itu gagal menangkap gadis pujaan hatinya.
Sebenci itukah Rania padaku?
Tiba-tiba saja Kaaran merasa sedih. Rasanya semangat hidupnya mulai memudar begitu saja. Dia akhirnya tersadar, ternyata wanita yang sangat dia cintai dan dia rindukan selama bertahun-tahun lamanya, memang sengaja menghindar karena tidak ingin bertemu dengannya.
Kaaran menghembuskan napasnya dengan kasar, lalu duduk di salah satu kursi penonton. Pikirannya mulai berkeliaran kemana-mana tentang gadis pujaan hatinya itu.
Siapa anak kecil yang Rania bawa lari bersamanya tadi? Apa mungkin sekarang dia sudah menikah dan punya anak dengan pria lain?
Aku harap, semoga saja tidak demikian. Bagaimana denganku jika Rania benar-benar sudah menikah? Tidak mungkin ' kan aku menjadi pria brengsek yang merusak rumah tangga orang.
Dan satu lagi, bukankah yang mengeluarkan senjata tadi itu adalah robot yang dibuat menyerupai manusia? Tapi kenapa robot itu bisa ikut berlari bersama mereka? Batin Kaaran. Pikirannya masih dipenuhi dengan teka-teki.
Sementara itu, di waktu yang sama namun tempat yang berbeda. Rania bersama Zack dan Robot Papa sudah berlari semakin menjauh meninggalkan gedung. Rania bernapas lega karena dia sudah berhasil lolos dari Kaaran dan para pengawalnya.
Namun tiba-tiba saja Zack berceletuk membuat Rania ingin memukul dirinya sendiri karena kecerobohan dan kebodohannya. "Ma, kenapa kita meninggalkan kakak Zoe disana?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bundana Irpan Sareng Faizal
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-07-12
0
Desrina Tobing
ko bisaa ggll lgii kpnnni petemuann. udaa jamurann nunggu 🤦
2022-07-04
0
Shakila Rassya Azahra
saking paniknya rania melupakan anak satunya lagi hayo lo zoe ketinggalan 🤔
2022-05-28
0