Bagian 12

...12 : Pembahasan Tentang Si Bisu (2)...

Alma melewatkan sarapan bersama anak-anak panti asuhan. Setelah berganti pakaian dengan; kerudung segitiga army serta abaya hitam, sekitar pukul 06.41 WIB sesegera mungkin ia pergi ke pesantren yang mana jaraknya, lima rumah dan satu persawahan dari panti asuhan.

Panti asuhan Al-Hikmah terletak di tepi perkotaan. Jadi, bukanlah sepenuhnya di desa. Saat melewati persawahan langkah kaki Alma melamban, seorang wanita paruh baya tiba-tiba saja memanggilnya.

"Iya ada apa, ya, Bu?"

Di dahi beliau terlihat sedikit kerutan, tangan kanan yang membawa sayur-sayuran. Kemudian Ibu itu berucap, "Nduk, bisa bantuin Ibu sebentar ndak?"

"Bisa, Bu. Insya Allah bisa."

Terlihat beliau menghela napas. "Alhamdulillah. Akhirnya ada orang yang mau bantuin Ibu."

"Ini Ibunya mau ke mana?" tanya Alma.

"Pesantren, Nduk."

Pesantren?

Ini pesantren yang beliau maksud pesantren Al-Hikmah 'kan?

Wanita paruh baya itu menyambut tangan Alma yang langsung diberikannya sayur-mayur. Alma berpikir memang pesantren Al-Hikmah, karena jarak yang sedekat ini tidak mungkin beliau berjalan jikalau tujuannya itu jauh.

"Itu lho Nduk, pesantren Al-Hikmah yang punyanya Kiai Bashir," ucap wanita paruh baya itu.

Kiai Bashir? Itu ... Ayahnya Jafar?

Alma mengangguk. "Iya, Bu. Saya juga mau ke sana."

"Alhamdulillah, sejalan kalau gitu Nduk. Mau ketemu sama siapa toh?" tanya beliau, lagi.

Alma berdeham sejenak. "Mau ketemu Ummi Salamah, Bu."

Beliau mengangguk, mengakhiri pembicaraan. Langkah kaki Alma serta wanita paruh baya itu sejajar memasuki pelataran pesantren. Seorang ustazah menyambut beliau dengan mengambil alih sayur-mayur dari tangan Alma.

"Ibu gimana bisa berangkat sendiri? Aini cariin Ibu ke mana-mana." Ustazah yang menyebut diri sendiri Aini itu beralih tatapan kepada Alma dan kembali berucap, "Kamu Alma, ya? Yang dari panti asuhan?"

Alma mengangguk. "Iya."

"Makasih ya, sudah bantu Ibu saya," ucap Ustazah Aini, lagi.

Alma membalas dengan senyuman. Kemudian berpamitan untuk ke kediaman Ummi Salamah. Saat telah sampai di ambang pintu, Alma mendengar Ummi Salamah berbicara dengan seorang lelaki tua---yang entah siapa. Ia memilih membatalkan niatnya untuk masuk dan mengucapkan salam, takut-takut tak sopan memecah pembicaraan kedua orang tua tersebut.

"Ya Allah, Alma! Kok kamu di sini, Nak?"

Suara lembut itu memecahkan lamunan Alma. Ia benar-benar tidak menyadari seseorang berdiri di ambang pintu. "U-ummi?" ucapnya.

"Kamu ngapain di sini?"

Alma menunduk. "I-itu nungguin Ummi selesai bicara sama tamu. Takutnya nanti Alma ganggu Ummi."

"Justru tamu itu nungguin kamu, Sayang. Ayo, masuk Nak!" ajak Ummi Salamah dengan menarik pelan lengan Alma dengan membawanya masuk, untuk ikut duduk bersama tetamu tersebut.

Aku kira cuma satu tamu aja, ternyata lumayan banyak.

Ummi Salamah duduk di sampingnya. Lantas memperkenalkannya kepada Kakek tua dihadapannya. "Beliau Kiai Bashir, Kakeknya Jafar sama Lutfan. Dan kamu bisa memanggil beliau dengan panggilan Kakek juga."

Berarti ... Ayahnya Ummi sama Umma?

"Iya, Ummi."

Kemudian Ummi Salamah menunjukkan satu persatu orang-orang yang berada di rumah tamu. Wanita paruh baya dengan abaya hitam seleret cokelat susu serta kerudung hitam adalah Bibi Sulis---menantu Kiai Bashir dari anak lelaki satu-satunya, gadis remaja dengan gamis hitam serta kerudung segitiga merah muda adalah Salwa---anak Bibi Sulis, dan satu anak perempuan dalam gendongan beliau serta anak laki-laki dalam gendongan Ummi Salamah adalah Putri dan Putra, adik Salwa.

"Jadi-jadi ini calon istrinya Mas Jafar, Bi?" tanya Salwa kepada Ummi Salamah yang dipanggilnya dengan sebutan Bibi.

Ummi Salamah mengangguk. "Iya. Namanya Alma. Kamu bisa panggil---"

"Aku mau panggil Kak Alma aja. Kan kayaknya Kakak ini dari kota, nggak pa-pa kan kalau aku panggil Kak?" Salwa menyanggah, kemudian beralih tatap kepada Alma.

"Nggak pa-pa. Kakak atau pun Mbak sama artinya," jawab Alma.

Kiai Bashir menatapnya dengan sedemikian dalam. Ia benar-benar merasa salah tingkah dan kembali menunduk lagi. Kemudian Kiai Bashir berucap, "Alhamdulillah, Kakek senang punya cucu-mantu baru. Besok kalau sudah menikah tinggal di sini ya, Nduk?"

Alma mengangguk. "I-iya Kia--maksud saya. Iya, Kakek."

Terdengar Kiai Bashir tertawa kecil. "Salamah, cucu-mantu Ayah ini pemalu sekali. Kelihatan ndak nyaman kalau bicara sama laki-laki. Kalau begitu Ayah pamit pulang, ya Nduk."

Kayaknya aku salah ngomong. Aduh, Ya Allah!

"Sa-saya nggak maksud gi-gitu. Kok tiba-tiba Kakek pulang?" ucap Alma sekenanya. Kemudian ia membungkam mulutnya dengan tangan.

Ummi Salamah berdiri menuntun Kiai Bashir. Dan Ummi Salamah berucap, "Beliau sudah lama di sini, Nak. Jadi setelah melihat kamu beliau pamit ingin segera pulang."

"Ma-maaf sudah membuat Kakek menunggu lama," sesal Alma.

Kiai Bashir menggeleng. "Ndak lama, Nduk. Kakek saja yang datangnya dadakan gini. Kakek pamit, ya? Kapan-kapan kita ketemu lagi."

Kiai Bashir telah pergi. Bibi Sulis dan anak-anaknya memilih tinggal, karena ingin ikut kegiatan satu bulan sekali di panti asuhan Al-Hikmah.

"Kak Alma habis ini mau ke panti, kan?" tanya Salwa.

Alma mengangguk. "Iya, Sal."

Salwa menatap Alma dan Bibi Sulis bergantian. Kemudian Salwa berucap, "Umma aku ikut Kak Alma ke panti asuhan sekarang ya? Aku janji nggak bakalan nakal, terus bakalan sholat di sana, janji Umma janji."

Bibi Sulis mengabulkan permintaan Salwa. Maka Alma beranjak pulang dengan menggandeng Salwa di sampingnya. Gadis remaja ini tidak protes, ia bersedia berjalan bersama. Alma berpikir usia Salwa adalah tiga belas tahun, dan adik-adiknya mungkin satu tahun lebih.

"Kak Alma, beneran mau nikah sama Mas jafar?" tanya Salwa tiba-tiba.

Alma menatap lurus pada jalan dan menjawab, "Iya."

"Kak Alma nggak malu punya ... itu su ... ami yang---"

Alma tersenyum hampa. Lantas sigap menyanggah ucapan Salwa. "Suami yang bisu?" ucapnya.

"Ya gitu. Emangnya Kakak nggak malu?"

Begitu banyak orang yang mempertanyakan ini. Bahkan tidak lebih-lebih seperti Salsa dan senior pesantren---yang terang-terangan menolak bersuami tunawicara. Untuk merasa malu adalah wajar. Namun bagi Alma untuk memiliki suami seperti Jafar tidak selamanya berpatok kepada ke kurang, tentu ia yakin bahwa Jafar memiliki kelebihan yang patut ia bangga-banggakan. Meskipun ia belum tahu itu apa.

"Kak Alma?"

Suara Salwa menyandarkan dari lamunan. Kemudian ia berucap, "Kamu sekarang umur berapa, Sal?"

"Empat belas tahun, Kak."

Kurang tepat. Ternyata empat belas tahun.

"Pacaran?" tanya Alma.

Secepatnya Salwa menggeleng. "Enggak, Kak! Kalau aku ketawan pacaran, bisa di pites aku sama Umma, Abah, sama Kakek juga."

"Terus ... kalau suatu saat kamu seusia Kakak dua puluh dua tahun, dan tiba-tiba saja Ibumu memilih laki-laki yang beliau rasa itu pantas untukmu. Kamu bakalan gimana reaksinya?" tanya Alma.

Langkah kaki keduanya melamban. Salwa terdiam sejenak saat pemandangan sawah nampak di mata. Kemudian berucap, "Aku pasti nolak, Kak."

Alma menoleh sejenak dengan alis kiri yang terangkat. "Alasannya?"

"Nggak ada yang namanya pernikahan jalurnya perjodohan lagi. Ini bukan zaman Siti Nurbaya yang harus jdooh-jodohkan gitu," jawab Salwa.

Alma mengangguk. "Kakak setuju sama pendapat kamu. Tapi---"

"Tapi apa, Kak?"

"Tapi kalau itu adalah amanah dari Ibumu yang sudah wafat gimana?" tanya Alma.

Salwa yang tadinya menatap lurus berubah menunduk sejenak. Kemudian terdengar hela napas, perjalanan yang ditempuh ini baru setengah jalan---mungkin Salwa lelah.

"Capek, Sal?"

Salwa menggeleng. "Enggak, Kak."

Terjadi kebisuan. Ia rasa Salwa mungkin tidak akan menjawab. Gadis remaja ini tidak akan pernah bisa mengibarkan diri sebelum ia benar-benar merasakan.

Tiba-tiba saja Salwa berdeham saat melewati rumah warga. "Kalau ... amanah. Aku mungkin bakalan pikir-pikir lagi, Kak," jawab Salwa.

"Pikir-pikirnya gimana, Sal?"

Tangan kanan Salwa membetulkan kerudungnya yang sedikit tersikap karena embusan angin. "Aku bakalan lihat gimana laki-lakinya dulu. Mulai dari sifat, perilaku, keluarganya dan segala-galanya."

"Terus kalau semuanya masuk dalam kategori baik. Kamu bakalan nerima nggak?"

Jeda tiga detik Salwa menjawab, "Terima."

"Dan kalau ternyata laki-laki yang dijodohkan denganmu punya satu kekurangan. Kamu bakalan gimana?"

Dari samping Alma melihat kening Salwa mengerut. "Terima aja, Kak! Karena manusia nggak ada yang sepenuhnya sempurna."

Alma mengangguk. "Itu adalah jawaban Kakak untuk pertanyaanmu yang tadi."

Spontan Salwa menengok. "Hah? Gimana, Kak? Aku nggak paham."

"Apanya yang nggak paham, Sal? Kamu tadi tanya apa coba ke Kakak?" ucap Alma dengan langkah kaki yang lamban saat memasuki pelataran panti asuhan.

Lengannya tiba-tiba disentuh oleh Salwa, sehingga ia terpaksa untuk berhenti. "Apa, Sal?" ucap Alma.

"Maksudnya Kakak gimana, ih?! Aku kan nge-lag, jelasin dong Kak jangan jalan terus," cerocos Salwa.

"Pertanyaanmu tadi. Apa Kakak nggak malu punya suami bisu? Nggak. Kakak jawab nggak, Sal. Seperti katamu tadi, karena manusia nggak ada yang sepenuhnya sempurna," ujar Alma.

...🌺...

Bakda magrib banyak manusia berlalu-lalang di lapangan. Terlihat sekali sangat sibuk. Alma membantu Salsa menaruh gelang-gelang ukuran sedang di dalam keranjang. Kemudian beralih ke stan senior pesantren untuk membantu menatap beberapa jajanan manis. Dan Salwa telah bergabung dengan Umma Sarah semenjak zuhur tadi.

"Gue nanti mau mampir sini, ah! Pasti enak jajanannya."

Suara lelaki tengil itu---Lutfan yang sedang tebar pesona sana-sini tanpa henti melempar senyuman. "Boleh kan, ukhti?" ucap Lutfan, lagi.

"Tanya sama Mbak ini. Saya nggak jaga stan makanan, saya jaga stan mainan," ucap Alma dan berlalu pergi meninggalkan Lutfan.

Dan sangat dipastikan Lutfan mengoceh tidak jelas. Sedangkan keputusannya untuk pergi ke dapur memanglah benar---ia merasa dahaga. Barangkali di dapur ia bisa membuat es teh yang menyegarkan. Walaupun sudah memasuki musim penghujan, untung saja malam ini tiada satu pun tetesan air dari langit yang turun.

"Mbak monggo," ucap seorang senior perempuan yang berpapasan dengannya hendak keluar dapur.

Alma tersenyum. "Iya, Mbak."

Dapur ini sepi banget.

Brak!

Spontan Alma menengok ke belakang, gerangan apa yang jatuh itu. Ternyata gelas-gelas plastik berceceran di dapur dan seseorang terduduk di tanah---yang ia yakini mungkin saja perempuan itu menabrak pintu kayu dapur.

"Mbak sini saya ban ... tu," ucap Alma sedikit tertahan. Saat melihat orang yang ternyata jatuh adalah Mardiyah.

"Ya Allah, Mar. Sini pelan-pelan," lanjut Alma dengan sudah berjongkok, membantu menyentuh punggung serta tangan Mardiyah.

Mardiyah menyentak pelan tangan Alma. "Lepas."

Alma memahami. Maka, secepatnya lagi ia berjongkok mengambil beberapa gelas plastik setelah melihat Mardiyah duduk di kursi kayu.

"Kamu mau ngapain, Mar? Aku bantu, ya?"

Mardiyah menggeleng. "Nggak usah."

Alma menghela napas panjang. Lelah rasanya meladeni tingkah Mardiyah yang selalu berwajah ketus dihadapannya. Bahkan tidak segan menolak segala bantuan yang diberi.

"Kenapa sih, Mar? Kamu itu kenapa ketus? Ngomong sama aku nggak bisa santai, nge-gas terus. Kamu itu---"

Mardiyah tersenyum hambar dan menyanggah, "Maaf. Aku lupa, kalau sebentar lagi kamu ini bakalan jadi menantunya Ummi Salamah. Harusnya aku ini bertata krama di hadapanmu, kan?"

Mardiyah tahu?

"A-aku---"

Mardiyah menyanggah, "Menikahi seorang laki-laki bisu. Apa kamu nggak malu?"

Kenapa harus malu?

Alis kiri Alma terangkat. Agaknya Mardiyah ini tengah menyembunyikan rasa suka dibalik hinaan. "Nggak."

"Oh. Enggak? Jelas, sih. Siapa yang nggak mau menikah sama laki-laki yang warisannya---"

Secepatnya Alma menyanggah, "Berhenti berkedok, Mar. Aku tahu kamu itu suka sama Jafar kan? Jadi, cukup. Nggak usah hina-hina orang yang kamu sukai sendiri."

Mardiyah melambungkan tawa hambar. Kemudian menatap Alma yang masih berjongkok memunguti beberapa gelas plastik. "Kalau emang aku suka sama Jafar, apa urusanmu Alma?!"

"Nggak ada. Maka, saranku temui Ummi Salamah secepatnya, barangkali kamu bisa masuk kandidat menjadi menantu beliau. Dan pernikahan ini akan dibatal---"

Mardiyah spontan berdiri, menarik Alma untuk tegak dan berhenti mengambil beberapa gelas yang masih tersisa. "Saranmu itu, nggak bakalan pernah berhasil. Ummi Salamah cuma mau punya menantu sepertimu, yang bernasab dan berasal dari keluarga baik-baik."

"Jadi berhenti memberiku saran, Alma!" lanjut Mardiyah dan berlalu pergi meninggalkan dapur.

Yang bernasab? Maksudnya ... Mardiyah anak hasil ... zi-zina?

Terpopuler

Comments

Jo Doang

Jo Doang

next kak

2021-10-15

1

~~~~~~~~

~~~~~~~~

Lanjut Thor

2021-10-14

1

Senja Merona🍂

Senja Merona🍂

mardiyah???

2021-10-14

1

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1
2 Bagian 2
3 Bagian 3
4 Bagian 4
5 Bagian 5
6 Bagian 6
7 Bagian 7
8 Bagian 8
9 Bagian 9
10 Bagian 10
11 Bagian 11
12 Bagian 12
13 Bagian 13 (1)
14 Bagian 13 (2)
15 Part I POV Jafar
16 Part II POV Jafar
17 Bagian 14
18 Bagian 15
19 Bagian 16
20 Bagian 17
21 Bagian 18
22 Bagian 19 : Pernikahan Yang Tak Terduga
23 Bagian 20 : Pernikahan?
24 Bagian 21 : Perlakuan Jafar
25 Bagian 22 : Seperti Apa Jafar?
26 Part III POV Jafar
27 Bagian 23 : Permintaan Sebagai Seorang Istri
28 Bagian 24
29 Bagian 25
30 Bagian 26
31 Bagian 27 (1)
32 Bagian 27 (2)
33 Bagian 28 (1)
34 Bagian 28 (2)
35 Bagian 29 (1)
36 Bagian 29 (2)
37 Bagian 30 : Tentang Amanah Itu.
38 Bagian 31 : Dibalik Amanah Abi
39 Bagian 32 : Bagaimana Jika Saya Mengecewakan Kalian?
40 Bagian 33
41 Bagian 34
42 Bagian 35
43 Part IV POV Jafar
44 Bagian 36
45 Bagian 37
46 Bagian 38
47 Bagian 39
48 Bagian 40
49 Bagian 41
50 Bagian 42
51 Bagian 43
52 Part V POV Jafar
53 Bagian 44
54 Bagian 45
55 Bagian 46
56 Bagian 47
57 Bagian 48
58 Bagian 49
59 Bagian 50
60 Bagian 51
61 Bagian 52
62 Bagian 53 (1)
63 Bagian 53 (2)
64 Bagian 53 (3)
65 Bagian 53 (4)
66 Bagian 53 (5)
67 Bagian 54 (1)
68 Bagian 54 (2)
69 Bagian 55 (1)
70 Bagian 55 (2)
71 Bagian 56 (1)
72 Bagian 56 (2)
73 Bagian 57 (1)
74 Bagian 57 (2)
75 Bagian 58 (1)
76 Bagian 58 (2)
77 Bagian 58 (3)
78 Bagian 59 (1)
79 Bagian 59 (2)
80 Bagian 59 (3)
81 Bagian 60 : Walimatul'ursy (1)
82 Bagian 60 : Setelah Walimatul'ursy (2)
83 Bagian 61 (1) : Satu Hari di Lazuardi Hotel
84 Bagian 61 (2) : Momen Indah Di Lazuardi Hotel
85 Part VI POV Jafar
86 Bagian 62
87 Bagian 63
88 Bagian 64
89 Pengumuman
90 Detail Visual Jafar dan Alma
91 Extra Bagian 1
92 Extra Bagian 2
93 Extra Bagian 3
94 Extra Bagian 4
95 Sinopsis. Season 2 Segera 10 Maret
96 Season 2, Bagian 1 : Ayah Kok Enggak Pelnah Bicala?
97 Season 2, Bagian 2 : Kenapa Kamu Berpikir Seperti Itu?
98 Season 2, Bagian 3 : Saya Ragu Dengan Diri Saya Sendiri
99 Season 2 Bagian 4 : Sama.
100 Season 2, Bagian 5 :
101 Season 2, Bagian 6 : Mengingatkan
102 Season 2, Bagian 7
103 Season 2, Bagian 8
104 Season 2, Bagian 9 : Kelahiran, Rais.
105 Season 2, Bagian 10 : Satu Bulan Berlalu Dibersamai Datangnya Surat Dari Azizah.
106 Season 2, Bagian 11 : Anggap Saja Balas Budi.
107 Season 2, Bagian 12 : Pertanyaan Rais.
108 Season 2, Bagian 13 : Ayah Jafar.
109 Season 2, Bagian 14 : Cara Rais Diperlakukan.
110 Season 2, Bagian 15 : Robin Shaukat
111 Season 2, Bagian 16 : Laki-laki Yang Bertanggung Jawab
112 Season 2, Bagian 17 : Penjelasan Jafar Atas Larangan Rais Terhadap Dilara.
113 Season 2, Bagian 18 : Tahun-tahun Berlalu
114 Season 2, Bagian 19 : Jafar Memantau
115 Season 2, Bagian 20 (1) : Sudut Pandang Jafar
116 Season 2, Bagian 20 (2) : Keputusan Rais.
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Bagian 1
2
Bagian 2
3
Bagian 3
4
Bagian 4
5
Bagian 5
6
Bagian 6
7
Bagian 7
8
Bagian 8
9
Bagian 9
10
Bagian 10
11
Bagian 11
12
Bagian 12
13
Bagian 13 (1)
14
Bagian 13 (2)
15
Part I POV Jafar
16
Part II POV Jafar
17
Bagian 14
18
Bagian 15
19
Bagian 16
20
Bagian 17
21
Bagian 18
22
Bagian 19 : Pernikahan Yang Tak Terduga
23
Bagian 20 : Pernikahan?
24
Bagian 21 : Perlakuan Jafar
25
Bagian 22 : Seperti Apa Jafar?
26
Part III POV Jafar
27
Bagian 23 : Permintaan Sebagai Seorang Istri
28
Bagian 24
29
Bagian 25
30
Bagian 26
31
Bagian 27 (1)
32
Bagian 27 (2)
33
Bagian 28 (1)
34
Bagian 28 (2)
35
Bagian 29 (1)
36
Bagian 29 (2)
37
Bagian 30 : Tentang Amanah Itu.
38
Bagian 31 : Dibalik Amanah Abi
39
Bagian 32 : Bagaimana Jika Saya Mengecewakan Kalian?
40
Bagian 33
41
Bagian 34
42
Bagian 35
43
Part IV POV Jafar
44
Bagian 36
45
Bagian 37
46
Bagian 38
47
Bagian 39
48
Bagian 40
49
Bagian 41
50
Bagian 42
51
Bagian 43
52
Part V POV Jafar
53
Bagian 44
54
Bagian 45
55
Bagian 46
56
Bagian 47
57
Bagian 48
58
Bagian 49
59
Bagian 50
60
Bagian 51
61
Bagian 52
62
Bagian 53 (1)
63
Bagian 53 (2)
64
Bagian 53 (3)
65
Bagian 53 (4)
66
Bagian 53 (5)
67
Bagian 54 (1)
68
Bagian 54 (2)
69
Bagian 55 (1)
70
Bagian 55 (2)
71
Bagian 56 (1)
72
Bagian 56 (2)
73
Bagian 57 (1)
74
Bagian 57 (2)
75
Bagian 58 (1)
76
Bagian 58 (2)
77
Bagian 58 (3)
78
Bagian 59 (1)
79
Bagian 59 (2)
80
Bagian 59 (3)
81
Bagian 60 : Walimatul'ursy (1)
82
Bagian 60 : Setelah Walimatul'ursy (2)
83
Bagian 61 (1) : Satu Hari di Lazuardi Hotel
84
Bagian 61 (2) : Momen Indah Di Lazuardi Hotel
85
Part VI POV Jafar
86
Bagian 62
87
Bagian 63
88
Bagian 64
89
Pengumuman
90
Detail Visual Jafar dan Alma
91
Extra Bagian 1
92
Extra Bagian 2
93
Extra Bagian 3
94
Extra Bagian 4
95
Sinopsis. Season 2 Segera 10 Maret
96
Season 2, Bagian 1 : Ayah Kok Enggak Pelnah Bicala?
97
Season 2, Bagian 2 : Kenapa Kamu Berpikir Seperti Itu?
98
Season 2, Bagian 3 : Saya Ragu Dengan Diri Saya Sendiri
99
Season 2 Bagian 4 : Sama.
100
Season 2, Bagian 5 :
101
Season 2, Bagian 6 : Mengingatkan
102
Season 2, Bagian 7
103
Season 2, Bagian 8
104
Season 2, Bagian 9 : Kelahiran, Rais.
105
Season 2, Bagian 10 : Satu Bulan Berlalu Dibersamai Datangnya Surat Dari Azizah.
106
Season 2, Bagian 11 : Anggap Saja Balas Budi.
107
Season 2, Bagian 12 : Pertanyaan Rais.
108
Season 2, Bagian 13 : Ayah Jafar.
109
Season 2, Bagian 14 : Cara Rais Diperlakukan.
110
Season 2, Bagian 15 : Robin Shaukat
111
Season 2, Bagian 16 : Laki-laki Yang Bertanggung Jawab
112
Season 2, Bagian 17 : Penjelasan Jafar Atas Larangan Rais Terhadap Dilara.
113
Season 2, Bagian 18 : Tahun-tahun Berlalu
114
Season 2, Bagian 19 : Jafar Memantau
115
Season 2, Bagian 20 (1) : Sudut Pandang Jafar
116
Season 2, Bagian 20 (2) : Keputusan Rais.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!