...Bagian 2: Seseorang Yang Tidak Sempurna...
"Denger-denger anaknya Ummi Salamah pulang ke pondok lagi lho, Mbak," kata Salsa perempuan berkerudung navy bergo, itu.
Mardiyah yang tadinya fokus memotong wortel mengalihkan pandangnya ke Salsa. "A-anu Mas sopo namanya? lupa aku," lanjut Salsa.
"Jafar," kata Alma pelan. Namun ternyata masih terdengar oleh Mardiyah dan juga Salsa.
"Umma Sarah bilang, namanya Jafar," lanjut Alma. Tentunya untuk memperjelas segala hal. Alma tidak ingin di tanya-tanya dengan alasan apapun. Walau faktanya Alma sudah bertemu dengan Jafar.
"Oh," balas Mardiyah dan juga Salsa secara bersamaan.
Pagi ini adalah pagi terburuknya. Alma merasa mereka berdua memang sangat menyebalkan dan bagi mereka berdua, Alma adalah orang yang sangat sombong. Hubungan hidup macam apa ini? Alma sendiri tidak memiliki dasar untuk membenci mereka, Alma hanya sulit beradaptasi. Sedangkan mereka menyimpulkan bahwa Alma ada orang yang tidak ingin bersosialisasi.
"Aku denger katanya sekarang Mas Jafar ndak bisa bicara yo, Mbak?" tanya Salsa.
Mardiyah menggeleng. Kemudian membalas, "Rumor itu, Sal."
Cepat-cepat Salsa menggeleng. "Ndak, Mbak. Iku bener, tukang bersih-bersih rumahnya Ummi Salamah lho bilang, kalau mau minta apa-apa pasti Mas Jafar iku nulis pakai kertas."
Alma menghela napas pelan. Selesai sudah tugasnya memotong kentang dan keputusan Alma adalah meninggalkan dapur yang membuat telingannya panas. "Permisi," pamit Alma.
Suatu hal yang terkadang sulit Alma pahami adalah kebiasaan manusia yang membicarakan kekurangan sesamanya. Di mana letak kesalahan seseorang hingga sampai hati di gunjing sana-sini, tidak segan pula di hina secara langsung atau sekadar bicara sembunyi-sembunyi.
Mungkinkah kekurangan serta keburukan sesamanya adalah hal yang menarik? Hingga lidah terkadang tidak sanggup untuk menahan, bahkan mata tidak segan pula untuk menilai. Alma rasa yang menyebabkan kebencian serta terciptanya rasa sakit adalah cara manusia yang salah dalam memperlakukan sesamanya.
Kling!
Lock-sreen menunjukan notifikasi dari sosial media pesan.
@Asyifanf
Kak Alma, gimana kabarnya?
Syifa kangen wkwk
Eh, inget syifa nggak?
Dahi Alma mengerut, sekilas matanya melihat kedepan tertuju pada kursi kayu taman. Pilihannya adalah duduk di sana serta mencoba mengingat-ingat siapa kah teman virtualnya yang sedikit terlupakan.
"Asyifa Nadira Fitri!"
Akhirnya Alma ingat, Syifa adalah teman virtualnya jalur kepenulisan berujung kepada kenyataan. Bahkan sempat bertemu di panti asuhan lama sebelum kepindahan Alma ke panti asuhan baru. Dan yang jelas itu yang membuat Alma harus beradaptasi lagi.
Kling!
@Asyifanf
Simpan nomorku ya, Kak
Hubungi lewat sini aja
0831********
Alma memilih menyimpan nomor Syifa dan mengirim pesan text bahwa Alma akan segera menghubunginya serta Alma sangat merindukannya.
"Assalamualaikum, Alma." terdengar suara lembut khas dari Umma Sarah.
Alma mengalihkan pandangnya kepada Umma Sarah dan dengan tersenyum Alma membalas, "Waalaikumussalam, Umma."
"Alma sibuk nggak?" tanya Umma Sarah.
Alma menggeleng. "Enggak, Umma. Tadi udah selesai juga motong-motongin kentang."
"Kalau gitu bisa ikut, Umma?" tanya Umma Sarah.
Alma jelas menyetujui. Lagi pula Umma Sarah---selaku pengurus panti asuhan ini adalah orang yang sangat baik. Dan juga, ini bagian dari tugas Alma. Barang kali Umma Sarah ingin ke pasar, jelas yang membawa belanjaannya adalah Alma.
...°°°...
Pesantren?
Ini sedikit aneh, tidak biasanya Umma Sarah ke pesantren. Kecuali, ada kajian atau undangan acara penting dari Ummi Salamah. Ah, mungkin saja Alma tidak tahu kalau ada pertemuan penting antara panti asuhan dan pesantren ini.
"Alma kenapa? Kok diam aja, Nak?" tanya Ummi Salamah.
Alma menggeleng serta tersenyum kikuk. "Nggak pa-pa Ummi, a-assalamualaikum."
Ummi Salamah tersenyum ke arah Alma. Kemudian menatap Umma Sarah dan berkata, "Jadi kamu sudah bilang ke Alma, Sar?"
Umma Sarah membalas, "Belum sepenuhnya, Kak Sal."
Kalau di dengar-dengar Ummi Salamah dan Umma Sarah memang sengaja saling memanggil mengunakan nama langsung. Karena fakta mengatakan, bahwa keduanya adalah adik dan kakak. Dan lucunya, Alma barusaja mengetahui kebenaran itu. Tetapi setelah dipikir-pikir lagi pula, Alma di sini juga baru seminggu.
"Bilang apa, Umma?" tanya Alma yang jelas sedang sangat membutuhkan jawaban dari Umma Sarah.
Umma Sarah meminta Ummi Salamah yang menjelaskan. Sebenarnya, Alma sudah merasa aneh, semenjak mengetahui fakta persaudaran keduanya. Dan sekarang ... apa yang ingin Umma Sarah dan Ummi Salamah katakan padanya?
"Apa kamu ... siap untuk menikah?" tanya Ummi Salamah.
"A-aku?" tanya Alma lagi untuk memastikan apa yang ia dengar tadi.
Ummi Salamah mengangguk. "Iya. Kamu siap?"
Alma merasa pertanyaan ini tidak pantas untuk dipertanyakan. Maksud Alma, Ummi Salamah bukan lah walinya, wali Alma adalah Umma Sarah. Bahkan terhadap Umma Sarah pun Alma tidak seterbuka itu perihal pernikahan--atau sekadar, menyukai seorang laki-laki. Karena bagi Alma, hal semacam itu baiknya dibicarakan saat Alma sudah benar-benar siap.
Alma menggeleng. "Belum, Ummi."
"Kenapa?" tanya Ummi Salamah.
Setiap penolakan membutuhkan alasan untuk penyelesainya. Alma memiliki satu alasan mengapa bagi dirinya menikah belumlah pantas ia jalanan. Tetapi alasan itu sangat-sangat sensitif untuk ia bahas. "Ada sesuatu hal dalam diri Alma yang membuat Alma belum siap menjalani kehidupan ber- rumah tangga," balas Alma.
"Suatu hal? Memangnya apa?" tanya Umma Sarah tiba-tiba.
Alma tersenyum simpul, sedikit menunduk. "Hal yang mungkin ... sulit untuk diterima seseorang," lirih Alma.
"Alma, ada apa? Ada yang nggak Umma tahu tentang kamu?" tanya Umma Sarah, lagi. Kali ini Umma Sarah berdiri dan kembali duduk di samping Alma bahkan tidak segan menyentuh tangan Alma. Selayaknya, seorang Ibu.
Banyak, Umma.
"Ada, Umma. Tapi Alma belum mau cerita," balas Alma.
Sesungguhnya membagi duka dengan yang lain akan sangat meringankan beban pikiran. Namun bagi Alma, duka yang di milikinya tidak sepantasnya orang lain tahu, apalagi sampai berujung mengasihinya. Alma tidak ingin itu terjadi.
"Nggak pa-pa. Tapi kalau kamu sudah bener-bener siap untuk cerita, temui Umma langsung," kata Umma Sarah.
Alma mengangguk.
Aku rasa, aku nggak akan pernah siap berbagi kisah hidupku dengan orang lain.
...°°°...
Kendatipun kehidupan Alma bergantung kepada panti asuhan. Alma tidak akan pernah mau berakhir hidup semenyedihkan ini. Seusai meninggalnya kedua orang tua Alma, ia kesulitan untuk bersosialisasi---lebih memilih menyendiri. Bahkan telah berusia dua puluh dua tahun tidak terlintas dalam pikiran Alma untuk menikah, atau sekadar saja menyukai seseorang.
Dalam pikirannya adalah bagaimana caranya hidup dengan baik tanpa menyusahkan orang lain. Karena dengan di tampungnya Alma di dalam panti asuhan ini---ia merasa telah menyusahkan orang lain. Bahkan ia merasa bahwa kehidupannya terkekang. Terutama jikalau sudah mengenai pemindahan tempat singgah. Maksud Alma, ia selalu tidak menyukai saat panti asuhan memutuskan memindahkannya ke sana dan ke mari. Sungguh bagi Alma merepotkan, karena lagi lagi ia harus beradaptasi dengan tempat baru dan jelas orang baru juga.
"Alma, boleh Umma tanya?" tetiba saja Umma Sarah berucap. Saat ini Alma dan Umma Sarah sedang berada di kendaraan umum--bus kota untuk menuju ke pemakaman kedua orang tuanya atas perintah Umma Sarah.
Alma menengok ke samping di mana tempat Umma Sarah duduk. Alma tersenyum simpul dan mengangguk, seperti sudah bisa menebak bahwa Umma Sarah akan terus bertanya semenjak kejadian di rumah Ummi Salamah di mana Alma memilih untuk tidak menceritakan apa yang telah dia alami.
"Boleh," balas Alma.
Umma Sarah mengangguk setelah mendapat izin untuk bertanya. Tangan kiri Umma Sarah melepas tas yang di gantung pada lengannya, kemudian menaruh di antara dirinya dan Alma.
"Alma,"
"Iya, Umma?"
Umma Salamah menghela napas sejenak kemudian berkata, "Apa menurut kamu seseorang yang memiliki kekurangan nggak pantas sama sekali bersanding dengan orang yang sempurna?"
"Pantas," jawab Alma.
Umma Salamah tersenyum mendengar jawaban yang keluar dari bibir Alma dengan secepat itu. "Kenapa kamu bisa bilang pantas?" tanya Umma Salamah.
"Karena mereka sama-sama manusia."
Umma Sarah membenarkan apa yang telah Alma katakan. Memang sama-sama manusia. Tetapi manusia selalu mencari yang sepadan dengan diri sendiri tidaklah segan menolak bila merasa bahwa yang dilihat menurut pandangan tidak sesuai dengan kriteria.
"Tapi terkadang seseorang sulit menerima kekurangan orang lain, Alma," kata Umma Sarah.
Alma mengangguk. "Maka dari itu Umma, semua tergantung kepada orangnya, bersedia menerima atau justru malahan nggak mau sama sekali."
Umma Sarah mengangguk. Dia sudah mengetahui bahwa Alma akan menjawab seperti itu. Di alihkan pandangannya ke arah jalan dan mengetahui bahwa persimpangan telah dekat.
"Alma tombolnya," kata Umma Sarah.
Karena Alma duduk di dekat jendela. Dia bersiap untuk menekan tombol sesuai perintah Umma Sarah tadi. Menunggu sekitar tiga puluh detik Alma menekan tombol merah di atasnya.
"Iya, Umma," jawab Alma.
Bus telah berhenti. Segera Umma Sarah keluar dan Alma menyerahkan dua tiket setor sampah kepada sopir lalu bergegas turun dengan berseru "Makasih, Pak!"
"Nggak ada yang ketinggalan kan, Umma?" tanya Alma.
"Enggak ada. Ayo!" kata Umma Sarah lalu menggandeng tangan kiri Alma untuk berjalan menuju tepat pemakaman yang jaraknya lumayan jauh.
Kling!
Gawai milik Umma Sarah berdering. Alma menarik Umma Sarah pelan untuk segera menepi saat mengecek gawainya. "Kak Salamah?" gumam Umma Sarah.
"Kenapa, Umma?" tanya Alma.
Umma Sarah menggeleng. Meletakkan kembali gawainya pada tas hitam itu. "Bukan apa-apa. Ayo jalan lagi," kata Umma Sarah.
"Umma mau tanya lagi tentang yang tadi boleh?" lanjut Umma Sarah.
Alma terdiam sejenak. Sebenarnya Alma tidak benar-benar memahami maksud Umma Sarah bertanya mengenai kekurangan seseorang dan belum lagi tiba-tiba saja Umma Sarah ingin mengunjungi makam kedua orang tuanya.
"Boleh?" tanya Umma Sarah, lagi.
"Boleh. Lagian juga masih jauh, kita bisa ngobrol-ngobrol dulu Umma," balas Alma.
Jeda tiga detik Umma Sarah berkata, "Kalau kamu ... apa bersedia menerima kekurangan orang lain?"
Note:
Bus yang digunakan Umma Sarah dan Alma adalah bus kota---semacam bus kota Surabaya tayo yang membayar mengunakan sampah plastik (botol) dan akan di beri tiket setor sampah untuk naik bus lagi.
Setiap garis miring/italic adalah suara hati Alma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Adiba Azzila
x
2021-11-18
0
Xianlun Ghifa
lanjut
2021-10-08
0
ANAA K
Semangat thor🙏🏿
2021-10-04
1