Bagian 10

...10 : Kesediaan Yang Tertunda (2)...

Bakda subuh Alma diberi tugas dadakan oleh Umma Sarah. Yaitu, memotongi tempe guna dibuat kering tempe untuk makan malam bersama, sebelum acara dimulai.

"Kak Alma!"

Suara itu jelas berasal dari Kirana. Karena tidak ada yang memanggilnya sekeras dan seceria itu selain adik pantinya yang menggemaskan ini.

"Ada apa, Na?" jawab Alma.

Kirana tersenyum lebar, saat telah berdiri dihadapannya. "Aku bantuin, ya Kak? Boleh ya? Biar cepet di goreng, terus di oseng-oseng pakai bumbu terus Kirana cobain terus selesai deh! Terus nanti bisa ke swalayan cepat-cepat. Oke, Kak?"

Alma tertawa kecil. Kirana tetap Kirana. "Oke. Asal nggak ngerepotin kamu. Dan kamunya ikhlas bantuin Kakak."

"Ikhlas, Kak!"

Alma telah usai memotongi tempe menjadi empat bagian tipis kotak-kotak. Dan dilanjutkan oleh Kirana memotongi tempe menjadi beberapa bagian dengan bentuk memanjang. Netra Alma menatap wajan yang tergantung diantara panci serta capit. Kemudian mengambilnya, lantas menaruh di atas kompor, menuang minyak dan menyalahkan api.

"Na, nanti kalau udah taruh sini, ya?" ucap Alma dengan telunjuknya yang mengarah di wadah kecil samping kompor.

Kirana mengangguk. "Iya, Kak."

Tangan Kirana makin lihai memotong-motong tempe. Seperkian detik terjadi kebisuan diantara mereka, karena Alma fokus menggoreng. Akhirnya Kirana membuka suara. "Kak Alma," ucap Kirana.

"Apa, Na?"

"Uhm ... Papa sama Mamanya Kak Alma meninggal gara-gara apa?" ucap Kirana.

Jelas itu spontan membuat Alma yang baru memasukan tempe ke wajah menengok ke belakang. "Ke-kenapa kamu tanya gitu, Na?"

Kirana mendongak menatap Alma dan menghentikan aktivitas memotongnya. Kemudian kening Kirana mengerut dan berucap, "Kirana nggak boleh tanya tentang itu ya Kak? Nggak sopan ya? Ka-kalau gitu Kirana minta maaf. Kirana nggak bakalan---"

"Nggak, Na. Enggak. Bukannya nggak boleh. Maksud Kakak kenapa kamu tanya?" sanggah Alma.

Jeda tiga detik Kirana beucap, "Cuma pengen tahu aja. Apa Papa sama Mamanya Kak Alma itu meninggalnya karena kecelakaan juga?"

"Orang tua Kakak meninggal karena sakit, Na."

Mendengar jawaban Alma, Kirana terdiam. Bahkan hanya terdengar suara pisau dan talenan kayu yang saling bertabrakan karena Kirana terlalu menekankan saat memotong tempe.

"Pelan-pelan, Na. Suara motongnya itu terlalu nyaring," tegur Alma.

"Iya, Kak."

Limat menit kemudian Kirana berdiri. Usai sudah memotong tempe dan meletakkannya menjadi satu di wadah samping kompor. Kirana menaruh itu dengan berucap, "Ternyata, di sini yang Papa sama Mamanya meninggal karena kecelakaan cuma Kirana aja. Yang lainnya nggak, sama sakit juga."

"Semua itu kehendak Allah, Na. Cukup kamu do'a in orang tuamu. Semoga Allah memberi tempat terbaik di sisi-Nya," ucap Alma.

Kirana mengangguk. "Pasti, Kak. Setiap habis sholat Kirana selalu do'a, selalu minta Papa sama Mama masuk surga, selalu minta supaya kalau Kirana meninggal di satuin sama Papa Mama, biar ketemu lagi, terus satu rumah lagi di surga sama Papa Mama."

Tangan kanan Alma berhenti bergerak. Netranya tiba-tiba memanas, bukan akibat terpapar asap dari minyak di wajan yang panas ini. Melainkan, karena ucapan Kirana. Sungguh entah mengapa sekarang Kirana selalu saja membahas tentang kedua orang tuanya saat mereka bersama. Alma merasa bahwa dalam wajah Kirana tiada lagi terlukis duka, namun beberapa saat terkadang air mukanya berubah sendu, lalu sekejap kemudian senyum ceria tercetak lagi diwajahnya.

Memang benar.

Manusia pandai dalam berpura-pura.

"Pinter. Jadi anak yang sholehah, ya Na? Supaya nanti kalau ketemu sama Papa Mamamu, beliau-beliau ngerasa bangga punya anak kayak kamu," tutur Alma.

Kirana tersenyum simpul. "Iya, Kak."

"Mbak Alma!"

Suara panggilan tersebut spontan membuat Alma dan Kirana menoleh. "Eh, Kak Sal!" ucap Kirana.

Salsa melukis senyumnya untuk Kirana. Kemudian menatap Alma dan berucap, "Sampean di panggil sama Umma Sarah, Mbak. Biar aku yang ngelanjutin masak kering tempenya. Kata beliau penting, jadi Mbak langsung ke kantor ndak usah mampir-mampir lagi."

"Eh? Iya, Sal. Ini tinggal satu gorengan tempe. Nanti bumbunya kamu siapin sendiri, ya Sal?" ucap Alma.

"Iyo, Mbak. Gampang."

Langkah kaki Alma tergesa-gesa menuju ke kantor. Karena ada kata penting di sana. Ia tidak ingin membuat Umma Sarah menunggu. Setelah lari sekitar satu menit karena jarak dapur dari kantor lumayan dekat. Ia telah sampai di ambang pintu. "Assalamualaikum, Umma."

"Waalaikumussalam, Alma."

Seulas senyuman tercekat. Alma melangkah perlahan mendekati Umma Sarah, kemudian menyambut permintaan Umma Sarah yang menyuruhnya duduk di kursi kayu seberang. "Umma Sarah, memanggilku ada apa?" tanya Alma.

"Tantemu sudah menghubungi---"

Alma menyanggah, "Iya. Beliau menghubungi Alma tadi malam."

"Memang baiknya kamu harus sesegera mungkin menjalani operasi, Nak."

Mendengar ucapan Umma Sarah, Alma menunduk melihat perutnya yang terbalut gamis hitam. Jika seperti ini, tidak ada benjolan. Namun jika disentuh akan sangat dipastikan bahwa benjolan itu terasa. "Satu minggu, Umma. Tolong beri Alma satu minggu untuk meyakinkan diri," pinta Alma.

"Baik. Umma bakalan kasih kamu setidaknya satu minggu. Setelah satu minggu Umma harap kamu sudah bersedia ke rumah sakit, dan menunggu keputusan dokter kapan baiknya operasi itu dilakukan," tutur Umma Sarah.

Alma mengangguk.

"Nak ... Umma senang mendengar bahwa kamu bersedia menikah dengan Jafar," lanjut Umma Sarah.

Alma menatap lurus pada wajah Umma Sarah. "Suatu amanah memang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, Umma. Selama laki-laki yang dipilihkan Ibu untuk Alma itu ... baik. Kenapa Alma harus menolak?"

"Ya ... ya walaupun dulu, Alma sempat menolak," lirih Alma.

"Umma paham, bahwa semua itu membutuhkan waktu."

Seperdetik Umma Sarah selesai bicara. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu, lantas itu membuat Umma Sarah menoleh. Kemudian disusul olehnya, untuk melihat siapa gerangan yang datang sepagi ini.

Ja ... far?

"Jafar kamu---"

Ucapan Umma Sarah tersanggah, karena tiba-tiba putra semata wayang beliau---Lutfan datang dan berbicara dengan cukup nyaring. "Ya Allah, Gus Jafar!" seru Lutfan.

Dengan menaikkan alisnya bergantian Lutfan lanjut berucap, "Gus-gus sampean ingat sama adik gantengnya Gus ini nggak?"

Jafar menatap datar Lutfan. Kemudian bibirnya berucap tanpa terdengar, "Lupa."

"Lutfan kamu ini! Masmu itu suruh masuk dulu. Jangan bicara di depan pintu gitu, Nak!" tegur Umma Sarah. Kemudian menatap keponakannya---Jafar dengan lembut dan kembali berujar, "Jafar sini kamu masuk, Nak."

Jafar dan Lutfan masuk. Ada dua kursi di dekat lemari susun, dan dipilih oleh mereka untuk duduk di sana. Saat netra Alma bertemu tatap dengan Lutfan. Tatapan datarnya disambut lambaian tangan juga senyuman lebar dari lelaki tengil itu.

"Ukhti ini sering banget ke kantor Umma. Jangan-jangan lo orang penting, ya?" ucap Lutfan.

"Lutfan!" Umma Sarah menegur. Dan mata beliau memelototi Lutfan sedemikian lama. Kemudian berucap, "Jangan pake lo-lo atau apa itu. Kamu ini bukan di Jakarta atau di kota besar lainnya. Dan juga perempuan yang kamu panggil lo-lo ini calonnya Mas---"

Mata Lutfan melebar. Bahkan spontan menyanggah, "Calonnya Mas? Ya Allah, jadi ukhti ini calonnya Gus Jafar yang sholeh? Waduh! Umma kok bisa Mas punya calon istri aku nggak dikabari, sih? Mana waktu pertama kali ketemu sama dia, Umma bilang anak asuhan Umma, bukan--"

"Maaf Lutfan, kamu terlalu banyak bicara," sahut Alma tiba-tiba dan jelas membuat Lutfan berhenti berbicara. Netranya menatap Umma Sarah dan berucap lagi, "Alma pamit, Umma. Karena masih banyak tugas yang harus Alma selesaikan."

"Assalamualaikum."

Usai ucapan salam, Alma keluar. Dan sudah jelas, Lutfan mengomel seketika, di susul dengan Umma Sarah yang berbicara mengenai tugas yang beliau berikan kepada Jafar untuk acara nanti malam. Lantas selebihnya, ia tidak mendengar karena jaraknya sudah semakin jauh.

Brak!

"Astagfirullah."

Spontan Alma menunduk mengambil beberapa kertas minyak yang jatuh berceceran di tanah.

"Mata sama kakimu kalau jalan bisa sinkron nggak, sih?"

Alma mendongak. Dan benar bahwa yang ia tabrakan adalah Mardiyah. Selalu saja Mardiyah jika berbicara dengannya menggunakan ucapan keras dan kasar.

"Jadi jatuh semua, ini!" lanjut Mardiyah.

"Maaf. Nggak sengaja," ucap Alma.

Kening Mardiyah mengerut dengan tangannya yang mengumpulkan beberapa kertas minyak. "Ceroboh. Sini kertas minyaknya!" sentak Mardiyah.

Kamu terlalu pemarah, Mardiyah.

Namanya juga aku nggak sengaja.

"Maaf sekali lagi," ucap Alma, lagi.

Mardiyah pergi meninggalkannya. Teringat dalam pikiran Alma atas apa yang dikatakan oleh Salsa, bahwa Mardiyah menyukai Jafar. Sungguh ia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti jikalau Mardiyah mendengar kabar bahwa Jafar akan menikah dengannya.

Takdir ini membuat setiap manusia saling berhubungan. Entah untuk saling mencintai atau ... saling membenci pula. Ia pun tidak memahami bagaimana kelak hubungan yang akan dijalaninya dengan Jafar setelah menikah. Apakah saling mencinta? Atau justru saling membenci?

Gawai yang berada di saku gamis Alma tiba-tiba berbunyi. Sontak membuatnya merogoh gamis langsung. Dan melihat bawa ada panggilan masuk dari Bibi Maryam. Netra indah itu menatap sebuah kursi batu taman, lantas ia memutuskan duduk dan mengangkat panggilan tersebut.

"Assalamualaikum, Alma."

"Waalaikumussalam, Bibi."

Terdengar suara batuk yang cukup nyaring dari seberang. "Alma ... Bibi senang membaca pesan yang kamu kirim."

"Aku setuju menikah dengan Jafar, karena permintaan Ibu, Bi," jawab Alma.

Sekali lagi terdengar suara batuk yang cukup nyaring.

"Bibi nggak pa-pa?" tanya Alma.

Terdengar Bibi Maryam menghela napas. "Bibi baik-baik saja, Alma. Di Malaysia Bibi ditangani dengan baik."

"Alhamdulillah. Bibi harus segera sembuh, biar nanti kalau aku menikah Bibi bisa datang," ucap Alma.

"Pasti, Nak. Do'a in Bibi ya, Alma? Bibi kangen banget sama kamu. Pengen peluk anak Bibi yang cantik ini kalau menikah."

Alma tersenyum mendengar ucapan Bibi Maryam. "Do'a terbaik untuk Bibi."

...🌺...

Pukul 06.15 WIB. Seusai Bibi Maryam menghubunginya, Alma pergi ke lapangan. Tempat di mana acara nanti malam di mulai, dengan tangan kanan yang membawa lakban dan gunting. Ia menyusuri setiap stan permainan barangkali ada yang membutuhkan barang yang dibawanya.

"Mbak-mbak!"

Seseorang lelaki dari arah kiri---tempat bermain semacam memanah sebuah bola tiba-tiba saja memanggilnya.

"Masnya manggil saya?" tanya Alma dengan menunjuk dirinya sendiri.

Lelaki itu tersenyum dan mengangguk. Alma ingat bahwa lelaki itu adalah senior pesantren yang membantu Salsa kemarin malam. "Saya boleh pinjem gunting yang sampean bawa, Mbak?"

"Boleh. Silakan, Mas." Alma menyerahkan gunting yang dibawanya. Setelah di ambil Alma kembali berucap, "Nggak sekalian sama lakban, Mas?"

"Ndak usah, Mbak."

"Oke. Saya permisi, nanti Masnya kasih ke yang butuh aja, barangkali ada yang pinjem."

Sekitar lima menit mengelilingi lapang, dan dirasa bahwa tidak ada yang membutuhkan lakban. Alma kembali duduk di kursi batu yang kebetulan ada di tepi lapangan. Ia menengadah ke langit, melihat mentari tak lagi malu-malu menyinari bumi pagi ini.

Ia sedikit menunduk, tangannya meletakkan lakban di sisi kiri yang kosong. Kemudian Alma mengedarkan pandangannya, dan melihat begitu ramai orang-orang yang sedang berlalu-lalang.

"Aku nggak nyangka. Ternyata ... panti asuhan ini punya kegiatan satu bulan sekali, sebagai bentuk saling mengenal dan penghilang rasa bosan," gumam Alma.

Seorang anak kecil perempuan tiba-tiba saja menghampirinya---yang Alma yakini pula adalah seorang anak panti asuhan dari asrama lain. "Mbak Alma, ya?"

"Iya. Ada apa, ya Dek?" ucap Alma.

Secarik kertas yang dilipat menjadi dua bagian diberikan kepadanya. Ia sedikit mengerut kening sebelum menerima surat tersebut. "Ini buat Mbak?" tanya Alma.

"Iya, Mbak."

"Dari siapa?" tanya Alma, lagi.

Anak kecil yang sedang memakan lollipop itu terdiam sejenak. Sepertinya sedang mengingat-ingat surat ini dari siapa. "Laki-laki, Mbak. Kalau ndak salah Gus. Iya, Gus. Aku inget, pokoknya Gus dari pesantren, Mbak."

Alma mengulas senyumnya. "Makasih, ya."

Gus dari pesantren?

Kenapa ... pikiranku tertuju ke Jafar.

Dia juga Gus, kan?

Setelah melihat anak kecil itu benar-benar pergi. Tangan kanan serta kirinya lihai membuka lipatan secarik kertas tersebut. Ia hanya berharap, jikalau surat ini benar dari Jafar. Semoga saja tiada tulisan yang bilamana diucap akan terdengar buruk untuknya. Karena ia sudah berusaha menerima pernikahan yang akan segera terlaksana, dan ia hanya berharap Jafar setidaknya juga sedemikan rupa.

"Assalamualaikum, Alma.

Saya dengar kamu berubah pikiran dan bersedia menikah dengan lelaki bisu ini. Apakah kelak kamu benar-benar tidak akan menyesal bersuami bisu seperti saya?

Tujuh bulan. Waktu yang kamu minta. Apakah cukup untukmu berpikir bahwa saya adalah lelaki yang pantas?

Saya rasa waktu itu sangat kurang untukmu.

Karena sejujurnya, saya benar-benar tidak ingin seseorang memaksamu menikahi laki-laki cacat ini. Maka sebelum kamu menyesali semuanya dan merasa malu memiliki suami yang tidak berguna seperti saya. Sebaiknya kamu batalkan pernikahan ini dan carilah suami yang berguna serta tidak mempermalukanmu didepan umum.

-Jafar.

(Kamu tidak perlu membalas surat ini)" tulis Jafar, dalam secarik kertas tersebut.

Sakit.

Entah mengapa hatinya serasa tertusuk sesuatu saat membaca surat yang dituliskan oleh Jafar. Bahkan netranya tiba-tiba memanas, seperkian detik kemudian air mata jatuh di pipi kirinya. Mengapa ada seseorang yang begitu memandang diri sendiri serendah itu? Seakan-akan bahwa satu orang pun tidak pantas untuk di miliknya. Jafar---lelaki itu. Mengapa surat yang selalu kasar dan berupa hina serta bernada keras berubah menjadi secarik kertas yang mengundang tangis kesedihan.

Kenapa kamu berpikir bahwa saya akan merasa malu bersuami bisu sepertimu, Jafar?

Bagaimana jikalau sebaliknya, kelak kamu yang merasa malu memiliki istri seperti saya?

Terpopuler

Comments

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

yah wajarlah kalau jafar bilang begitu, kan awalnya dia ditolak, alasannya alma kan karna jafar bisu.

2021-11-10

0

Senja Merona🍂

Senja Merona🍂

Jafar 💔

2021-10-12

2

Khafida II

Khafida II

lanjut thor.. 😁

2021-10-12

1

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1
2 Bagian 2
3 Bagian 3
4 Bagian 4
5 Bagian 5
6 Bagian 6
7 Bagian 7
8 Bagian 8
9 Bagian 9
10 Bagian 10
11 Bagian 11
12 Bagian 12
13 Bagian 13 (1)
14 Bagian 13 (2)
15 Part I POV Jafar
16 Part II POV Jafar
17 Bagian 14
18 Bagian 15
19 Bagian 16
20 Bagian 17
21 Bagian 18
22 Bagian 19 : Pernikahan Yang Tak Terduga
23 Bagian 20 : Pernikahan?
24 Bagian 21 : Perlakuan Jafar
25 Bagian 22 : Seperti Apa Jafar?
26 Part III POV Jafar
27 Bagian 23 : Permintaan Sebagai Seorang Istri
28 Bagian 24
29 Bagian 25
30 Bagian 26
31 Bagian 27 (1)
32 Bagian 27 (2)
33 Bagian 28 (1)
34 Bagian 28 (2)
35 Bagian 29 (1)
36 Bagian 29 (2)
37 Bagian 30 : Tentang Amanah Itu.
38 Bagian 31 : Dibalik Amanah Abi
39 Bagian 32 : Bagaimana Jika Saya Mengecewakan Kalian?
40 Bagian 33
41 Bagian 34
42 Bagian 35
43 Part IV POV Jafar
44 Bagian 36
45 Bagian 37
46 Bagian 38
47 Bagian 39
48 Bagian 40
49 Bagian 41
50 Bagian 42
51 Bagian 43
52 Part V POV Jafar
53 Bagian 44
54 Bagian 45
55 Bagian 46
56 Bagian 47
57 Bagian 48
58 Bagian 49
59 Bagian 50
60 Bagian 51
61 Bagian 52
62 Bagian 53 (1)
63 Bagian 53 (2)
64 Bagian 53 (3)
65 Bagian 53 (4)
66 Bagian 53 (5)
67 Bagian 54 (1)
68 Bagian 54 (2)
69 Bagian 55 (1)
70 Bagian 55 (2)
71 Bagian 56 (1)
72 Bagian 56 (2)
73 Bagian 57 (1)
74 Bagian 57 (2)
75 Bagian 58 (1)
76 Bagian 58 (2)
77 Bagian 58 (3)
78 Bagian 59 (1)
79 Bagian 59 (2)
80 Bagian 59 (3)
81 Bagian 60 : Walimatul'ursy (1)
82 Bagian 60 : Setelah Walimatul'ursy (2)
83 Bagian 61 (1) : Satu Hari di Lazuardi Hotel
84 Bagian 61 (2) : Momen Indah Di Lazuardi Hotel
85 Part VI POV Jafar
86 Bagian 62
87 Bagian 63
88 Bagian 64
89 Pengumuman
90 Detail Visual Jafar dan Alma
91 Extra Bagian 1
92 Extra Bagian 2
93 Extra Bagian 3
94 Extra Bagian 4
95 Sinopsis. Season 2 Segera 10 Maret
96 Season 2, Bagian 1 : Ayah Kok Enggak Pelnah Bicala?
97 Season 2, Bagian 2 : Kenapa Kamu Berpikir Seperti Itu?
98 Season 2, Bagian 3 : Saya Ragu Dengan Diri Saya Sendiri
99 Season 2 Bagian 4 : Sama.
100 Season 2, Bagian 5 :
101 Season 2, Bagian 6 : Mengingatkan
102 Season 2, Bagian 7
103 Season 2, Bagian 8
104 Season 2, Bagian 9 : Kelahiran, Rais.
105 Season 2, Bagian 10 : Satu Bulan Berlalu Dibersamai Datangnya Surat Dari Azizah.
106 Season 2, Bagian 11 : Anggap Saja Balas Budi.
107 Season 2, Bagian 12 : Pertanyaan Rais.
108 Season 2, Bagian 13 : Ayah Jafar.
109 Season 2, Bagian 14 : Cara Rais Diperlakukan.
110 Season 2, Bagian 15 : Robin Shaukat
111 Season 2, Bagian 16 : Laki-laki Yang Bertanggung Jawab
112 Season 2, Bagian 17 : Penjelasan Jafar Atas Larangan Rais Terhadap Dilara.
113 Season 2, Bagian 18 : Tahun-tahun Berlalu
114 Season 2, Bagian 19 : Jafar Memantau
115 Season 2, Bagian 20 (1) : Sudut Pandang Jafar
116 Season 2, Bagian 20 (2) : Keputusan Rais.
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Bagian 1
2
Bagian 2
3
Bagian 3
4
Bagian 4
5
Bagian 5
6
Bagian 6
7
Bagian 7
8
Bagian 8
9
Bagian 9
10
Bagian 10
11
Bagian 11
12
Bagian 12
13
Bagian 13 (1)
14
Bagian 13 (2)
15
Part I POV Jafar
16
Part II POV Jafar
17
Bagian 14
18
Bagian 15
19
Bagian 16
20
Bagian 17
21
Bagian 18
22
Bagian 19 : Pernikahan Yang Tak Terduga
23
Bagian 20 : Pernikahan?
24
Bagian 21 : Perlakuan Jafar
25
Bagian 22 : Seperti Apa Jafar?
26
Part III POV Jafar
27
Bagian 23 : Permintaan Sebagai Seorang Istri
28
Bagian 24
29
Bagian 25
30
Bagian 26
31
Bagian 27 (1)
32
Bagian 27 (2)
33
Bagian 28 (1)
34
Bagian 28 (2)
35
Bagian 29 (1)
36
Bagian 29 (2)
37
Bagian 30 : Tentang Amanah Itu.
38
Bagian 31 : Dibalik Amanah Abi
39
Bagian 32 : Bagaimana Jika Saya Mengecewakan Kalian?
40
Bagian 33
41
Bagian 34
42
Bagian 35
43
Part IV POV Jafar
44
Bagian 36
45
Bagian 37
46
Bagian 38
47
Bagian 39
48
Bagian 40
49
Bagian 41
50
Bagian 42
51
Bagian 43
52
Part V POV Jafar
53
Bagian 44
54
Bagian 45
55
Bagian 46
56
Bagian 47
57
Bagian 48
58
Bagian 49
59
Bagian 50
60
Bagian 51
61
Bagian 52
62
Bagian 53 (1)
63
Bagian 53 (2)
64
Bagian 53 (3)
65
Bagian 53 (4)
66
Bagian 53 (5)
67
Bagian 54 (1)
68
Bagian 54 (2)
69
Bagian 55 (1)
70
Bagian 55 (2)
71
Bagian 56 (1)
72
Bagian 56 (2)
73
Bagian 57 (1)
74
Bagian 57 (2)
75
Bagian 58 (1)
76
Bagian 58 (2)
77
Bagian 58 (3)
78
Bagian 59 (1)
79
Bagian 59 (2)
80
Bagian 59 (3)
81
Bagian 60 : Walimatul'ursy (1)
82
Bagian 60 : Setelah Walimatul'ursy (2)
83
Bagian 61 (1) : Satu Hari di Lazuardi Hotel
84
Bagian 61 (2) : Momen Indah Di Lazuardi Hotel
85
Part VI POV Jafar
86
Bagian 62
87
Bagian 63
88
Bagian 64
89
Pengumuman
90
Detail Visual Jafar dan Alma
91
Extra Bagian 1
92
Extra Bagian 2
93
Extra Bagian 3
94
Extra Bagian 4
95
Sinopsis. Season 2 Segera 10 Maret
96
Season 2, Bagian 1 : Ayah Kok Enggak Pelnah Bicala?
97
Season 2, Bagian 2 : Kenapa Kamu Berpikir Seperti Itu?
98
Season 2, Bagian 3 : Saya Ragu Dengan Diri Saya Sendiri
99
Season 2 Bagian 4 : Sama.
100
Season 2, Bagian 5 :
101
Season 2, Bagian 6 : Mengingatkan
102
Season 2, Bagian 7
103
Season 2, Bagian 8
104
Season 2, Bagian 9 : Kelahiran, Rais.
105
Season 2, Bagian 10 : Satu Bulan Berlalu Dibersamai Datangnya Surat Dari Azizah.
106
Season 2, Bagian 11 : Anggap Saja Balas Budi.
107
Season 2, Bagian 12 : Pertanyaan Rais.
108
Season 2, Bagian 13 : Ayah Jafar.
109
Season 2, Bagian 14 : Cara Rais Diperlakukan.
110
Season 2, Bagian 15 : Robin Shaukat
111
Season 2, Bagian 16 : Laki-laki Yang Bertanggung Jawab
112
Season 2, Bagian 17 : Penjelasan Jafar Atas Larangan Rais Terhadap Dilara.
113
Season 2, Bagian 18 : Tahun-tahun Berlalu
114
Season 2, Bagian 19 : Jafar Memantau
115
Season 2, Bagian 20 (1) : Sudut Pandang Jafar
116
Season 2, Bagian 20 (2) : Keputusan Rais.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!