Ketika Matahari mulai condong ke arah barat.
Keduanya memutuskan kembali ke rumah Ki Parapanca.
Ki Parapanca menyambut kedatangan dia menyapa ramah keduanya, "Bagaimana Jalan-Jalan kalian?"
Senopati Lingga tersenyum dan berkata,
"Perkampungan yang nyaman!"
"Aku melihat keramaian dibalai kampung!" tambah Sudawira.
"Iya aku hampir lupa nanti malam aku mendapatkan undangan dari ketua kampung untuk menghadiri acara syukuran pernikahan putrinya," ujar Ki Parapanca. "Apa kalian mau ikut?"
Senopati Lingga menoleh Sudawira meminta jawaban. Sudawira menganggukan kepala.
"Boleh," jawab Senopati Lingga.
Setelah waktu malam tiba tiga orang menyusuri jalan menuju rumah kepala kampung.
Di halaman rumah ketua kampung sudah banyak warga yang berdesak-desakan. Ditengah-tengah terdapat sebuah panggung hiburan yang cukup besar.
Ki Parapanca langsung mengajak Senopati Lingga dan Sudawira untuk duduk di tempat tamu yang sudah disiapkan.
Di tempat lain sudah disiapkan juga tempat untuk pengantin dan kedua keluarga laki-laki dan perempuan.
Acara pun semakin meriah ketika sekelompok penari wanita menari diatas panggung hiburan, gerakan nya begitu lentur ditambah dengan iringan musik.
Membuat para penonton yang hadir bersorak sorai bertepuk tangan berteriak sekencang-kencangnya ketika kakek tua menyawer menari-nari ditas panggung hiburan.
Pertunjukan demi pertunjukan dipertontonkan di panggung tersebut. Tawa bahagia dirasakan seluruh warga perkampungan lereng gunung Gede malam itu.
Namun kebahagiaan tersebut berubah menjadi kekacauan ketika bola api menyambar panggung hiburan dan meledak.
Membuat yang ada di panggung banyak yang meregang nyawa.
Semuanya jadi kacau balau warga jadi panik berhamburan menyelamatkan diri masing-masing.
Tidak lama setelah itu beberapa orang bertopeng menyerang dan membunuh warga.
Beberapa saat kemudian tempat acara berubah menjadi tempat pertempuran.
Senopati Lingga menggeram marah, "Perguruan Lembah Hitam!" gumamnya.
"Mari kita bantu para warga paman!" ucap Sudawira.
Tatapan mereka tertuju kepada empat orang.
"Paman, bukankah mereka yang dikedai itu?" tanya Sudawira sambil menunjuk empat orang.
"Ayo Wira!" ujar senopati Lingga sambil loncat.
"Sepertinya aku pernah melihat kalian!" kata seseorang yang berkepala plontos.
"Bagus, kalau kalian mengenal aku," Senopati Lingga menatap dengan tajam.
Seseorang bertubuh kekar tertawa"Hahaha, rupanya kamu mencari mati kisanak!" bentaknya.
Mereka dikenal sebagai 4 Bersaudara Dari Bukit Tengkorak merupakan komplotan perampok yang terkenal sadis dan kejam.
"Mari kita bunuh orang yang mau jadi pahlawan ini!" teriak salah satu dari mereka.
Senopati Lingga sudah tidak tertahankan lagi, ia mencabut pedang dipunggung lalu melesat menyerang.
Empat bersaudara itu berloncatan mengepung senopati Lingga.Mereka pun terlibat dalam suatu pertemuan.
Sudawira belum mendapatkan lawan sepadan karena lawannya berada ditingkat pemula dan tingkat ahli sehingga dengan mudah ia mendaratkan pukulan menggunakan "Pukulan Tapak Matahari" orang yang mendapatkan pukulan itu langsung terkapar tidak bernyawa.
Melihat kemampuan Sudawira diatas mereka.
"Serang secara bersamaan!" teriak salah satu dari mereka.
Seketika Pendekar lembah hitam merubah posisi menjadi melingkar mengepung Sudawira.
"Kalian telah mempermudah aku untuk menghabisi kalian semua!" Sudawira mencabut pedang dari punggungnya.
Dia menggunakan "Jurus Tarian Rajawali"
Hanya beberapa gerakan saja pertahanan mereka sudah kalang kabut. Sudawira seperti seekor harimau berada didalam sekumpulan domba. Dia membunuh siapapun yang berada dijangkaunya.
Dibalik pohon seorang bertopeng hitam sedang mengintai pertempuran. Dia mengernyitkan kening ketika melihat seseorang anak muda yang lihai dan tangkas menghabisi lawannya.
"Sepertinya aku harus turun tangan!" gumamnya sambil tersenyum sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
cupa
knapa g de td turun tangannya beo tinggL dipohon
2023-07-19
0
burhanudin triyana
pnm5l
2023-06-30
0
3 jagoan
lanjut Up💪💪💪💪💪💪✍✍✍✍✍✍
2020-12-30
1