Maruli tertawa melihat Jayapati yang mulai terdesak.
"Haha. sudah cukup aku bermain-main paman!"
Dia mundur beberapa langkah Dia berteriak, "Ajian Serat Sewu"
Sontak seluruh area pertempuran diselimuti kekuatan menekan. Bahkan bagi mereka yang tidak memiliki tenaga dalam jatuh berlutut.
Hal yang sama dengan Jayapati berlutut menatap aura cahaya ungu menyelimuti kepalan tangan kanan Maruli, terdengar teriaknya, "Bersiaplah menyambut ajalmu Jayapati!"
Cahaya ungu keluar dari kepalan tangan melesat menyambar tubuh Jayapati.
Jayapati terpental membentur pagar dia terkapar tak bernyawa dengan tubuhnya yang gosong akibat luka bakar. Sangat mengerikan bagi yang melihatnya.
Maruli tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha. kematianmu telah terbalaskan. Ayah ..."
*******
Malam yang dingin, dilangit terlihat bulan terbelah. Sehelai-helai awan yang putih hanyut dibawa arus angin yang lembut. Angin yang lembut dan daun daun yang bergerak-gerak dibelai oleh angin yang lembut itu.
Eyang Bayu Rekso menyandarkan badan ke bilik pondok terbuat dari bambu yang dianyam. Sudawira tiduran untuk merebahkan badannya untuk menghilangkan rasa lelahnya setelah berlatih.
Tiba-tiba Ki Banyu Rekso berkata,
"Wira, kemarilah!"
Sudawira mendengar panggilan gurunya lekas ia segera bangkit kemudian duduk menghadap gurunya.
"Iya eyang," ujar Sudawira.
Eyang Bayu Rekso menarik nafas panjang lalu membuangnya secara perlahan. Kemudian ia merubah posisi menjadi duduk menghadap Sudawira.
Eyang Bayu Rekso tersenyum menatap, "Eyang sudah lupa menghitung usiamu saat ini."
"20 Eyang," sahutnya singkat.
Eyang Bayu Rekso memandangi langit-langit gubuknya. "20 tahun ya, ternyata gak terasa waktu terasa singkat kebersamaan kita,"
Sudawira hanya menundukkan kepalanya tidak berkata apapun.
Lalu Eyang Bayu Rekso berdiri, kemudian masuk ke kamarnya, setelah beberapa saat kemudian dia kembali dengan sebuah pedang ditangannya
Eyang Bayu Rekso kembali duduk ditempat semula. "Aku tidak memiliki apa-apa, selain sebilah pedang tua ini. Dan mulai saat ini aku serahkan pedang ini untuk kamu!"
Sudawira menerimanya pedang itu sambil memberi hormat.
"Terimakasih Eyang."
"Sekarang sudah saatnya kamu turun gunung Wira. Pedang yang itu akan menemani perjalanan mu mencari jatidiri," katanya pelan.
Sudawira hanya menundukan kepala. Terlihat matanya yang tajam sudah berlinang air mata.
Eyang Banyu Rekso memegang pundaknya.
"Setiap pertemuan akan ada perpisahan begitu pula sebaliknya. Aku ingin kamu bertambah kuat!"
Dirinya semakin tidak kuat menahan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tangisan, kesedihan hanya akan melemahkanmu.Pergunakan Ilmu yang aku ajarkan dengan bijaksana!"
"Baik Eyang," jawab Sudawira.
Malam itu Sudawira mendapatkan wejangan untuk bekal perjalanan. Sebenarnya Eyang Bayu Rekso enggan melepas kepergian Sudawira. Dia sudah merawatnya sejak lahir secara tidak langsung rasa sayang timbul. Namun kini anak yang dibesarkan nya harus pergi mencari pengalaman baru.
Malam itu Sudawira tidak mampu untuk tidur pikirannya jauh melayang membayangkan kehidupan yang akan dijalaninya kedepan.
Inilah awal baginya untuk memulai kehidupan tanpa seorang yang akan menuntun nya. Perjalanan ini ia sendiri yang akan menentukan, baik buruk akan ditanggung sendiri. Terlintas dalam angan-angan apa aku mampu menjalaninya.
*******
Halo teman penggemar novelton ini novel pertama saya.
saya minta maaf bila ada kosa kata yang tidak tepat,tanda baca yang kurang sesuai.
cerita ini sendiri adalah hanya imajinasi saya yang menyukai cerita-cerita pendekar silat. dan untuk mengisi hari hari saya yang kesepian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Lihin 87
u
2023-05-15
0
Citra Kenanga
lanjut Thor
2022-09-13
0
akp
sepertinya menarik.
2021-05-06
0