Nyawa Di Senapan, Cinta Di Hatimu
"Siap.. terima kasih" jawab Lettu senior itu.
"Makin hitam saja kamu San baru pulang dari tugas" ledek Dan Zaldi pada seorang anak buahnya yang baru di pindahkan dari kesatuan lama ke dalam kesatuan markas di bawah kepemimpinan nya.
Nama Tohpati Sanca Trengginas sudah santer terdengar karena pria tersebut berdarah dingin, jarang tersenyum dan selama ini jarang ada yang berani berdebat dengannya kecuali Letda Ibra, adik asuh Lettu Sanca.
"Siap.. pria jantan tidak takut hitam komandan..!!!" jawab Lettu Sanca dengan tegas.
Dan Zaldi punya penilaian sendiri terhadap pria di hadapannya itu.
dddrrtt... dddrrtt... ddrrrtttt....
"Ijin meninggalkan tempat komandan..!" pamit Lettu Sanca.
"Yaa.. silakan.." jawab Dan Zaldi lalu mengangkat panggilan teleponnya.
"Papaaaaaa..."
"Astagfirullah hal adzim.. Apa Fia???? Kenapa kencang sekali bicaranya?? tanpa salam. Nggak sopan..!!!" tegur Papa Zaldi sambil menjauhkan ponselnya, telinganya sampai berdengung karena ulah putrinya.
"Minta uang satu juta lima ratus pa..!! Mama nggak kasih" jawab Fia.
"Mau buat apa Fia????" tanya Papa Zaldi.
"Papa Mama nih seperti nggak pernah muda aja"
"Kamu masih anak-anak. Nggak usah macam-macam. Uang saku yang papa kasih pasti cukup untuk jajan kamu satu bulan" tolak Papa Zaldi.
"Fia sudah kuliah pa, malah semester dua" jawab Fia.
"Semester boleh dua. Tapi umur masih tujuh belas. Tetap anak-anak, jadi jangan coba cari akan untuk ngerjain papa" kata Papa Zaldi dengan tegas.
"Kamu jangan bikin papa ribut sama mama ya. Meskipun papa ada uang tapi papa nggak bisa keluarkan uang untuk hal nggak jelas"
"Aaaahh.. papa nggak asyik..!! Takut sama istri" Zafia menutup panggilan telepon dengan bersungut-sungut.
"Astagfirullah.. inilah hasil akhir hamil anak mahal. Mamanya pun macam preman pasar" gumam Papa Zaldi mengelus dada.
"Tiap hari mamanya ngajak gelud. Jadilah si Neng Popon"
-_-_-_-_-_-
"Papaku nggak kasih Bang" kata Arnes pada Bang Dafa.
"Abang butuh sekali dek. Buat orang tua yang lagi sakit di kampung" kata Bang Dafa.
"Nanti cepat Abang kembalikan"
"Hmm.. Abang pakai cincin Fia aja. Abang jual buat ibu bapak" Fia melepas cincin pemberian Bang Ryan saat dirinya berulang tahun ke enam belas tahun lalu. Sekarang Abangnya itu masih masa pendidikan, sedangkan Bang Ibra baru saja lulus pendidikan dan penempatan pertama dalam markas naungan sang papa.
"Fia tinggal dulu ya Bang. Kalau lama di luar.. papa bisa marah"
"Terima kasih banyak sayang..!!" Bang Dafa mengecup pipi Fia.
...
"Heeiiii.. heii..heiii... Siapa kamu beraninya masuk area lapangan tembak..!! Keluar sekarang juga..!!!!" bentak Lettu Sanca.
"Ini lokasi yang berbahaya untuk orang awam"
"Sebentar Om. Fia cuma mau lihat senapannya"
"Jangan sentuh...!!!! Anak siapa kamu ini?? Ini bahaya..!!!" kata Lettu Sanca sekali lagi.
Fia yang merasa tidak di dengar menjadi sangat kesal. Baru kali ini ada pria yang berani membentaknya. Ia mengambil pistol saat pria berpangkat Lettu di hadapannya sedang menegur beberapa anggota yang masih tersisa di lapangan tembak. Fia mengarahkan pistol itu di belakang kepala pria itu. Para anggota terbelalak kaget tak terkecuali Lettu Sanca yang baru saja menoleh ke belakang dan melihat sebuah pistol menodong dirinya tepat di depan mata.
"Astaga.. kucing sial..!!!" Lettu Sanca secepatnya memutar pergelangan tangan Fia lalu sedikit menepak tangan gadis kecil itu hingga pistol terjatuh.
Lettu Sanca segera mengambil HT di saku bahunya lalu menghubungi jajaran staff untuk menutup akses keluar masuk Batalyon.
"Siapa yang berani membiarkan orang luar masuk area militer??????" tegur keras Lettu Sanca sambil setengah mendekap Fia yang meronta tak karuan.
Belum sampai terjawab pertanyaan itu, DanPom Batalyon itu sudah terjegal dan terpelanting. HT nya pun sampai terlempar dari tangan.
"Kamuuuuuu....!!!!!!" Lettu Sanca sangat jengkel dengan ulah gadis barbar di hadapannya tapi tak mungkin baginya untuk membalas seorang wanita.
Pinggang Lettu Sanca rasanya terkilir, ia ingin bangkit tapi kakinya pun juga terkilir. Sekuatnya ia bangun untuk menghindari bocah tengil itu.
"Heeeeehh.. mau apa kamu????" Lettu Sanca berusaha menghindar tapi refleks kakinya yang tak sengaja berganti menjegal Fia.
"Astagaaaaaaaa.... Aaarrrrgggghh.. Ajuuuuurr..!!!!!"
...
"Kenapa kamu bisa sampai lapangan tembak????" Papa Zaldi benar-benar menegur putrinya yang bak seorang preman dengan keras.
"Cari papa" jawab Fia pelan.
"Kamu khan tau dimana ruangan Papa, kenapa jalan sampai sana?? Bikin onar saja"
"Gimana San? Sudah baikan?" Pak Zaldi merasa sangat bersalah, tak tau saat ini harus tertawa atau sedih tapi putrinya memang sudah berbuat ulah sampai tak sengaja lututnya menindih bagian kebanggaan seorang pria.
"Siap sudah..!!" jawabnya membual masih memercing menahan sakit karena tak mungkin baginya ribut masalah seperti ini.
"Minum lagi San..!!! Pusing???" Pak Zaldi memberikan sebotol air minum pada Lettu Sanca.
"Atas nama putri saya Zafia dan secara pribadi, saya minta maaf sudah membuat kegaduhan seperti ini"
"Siap Komandan.. tidak apa-apa" jawabnya pasrah.
"Fia.. minta maaf sama Bang Sanca..!!" kata Papa Zaldi.
"Iiihh.. ogaahh.. Omnya duluan pa yang marah-marah. Tau rasa..!!!!" ucap ketus Fia.
"Ya Allah Fiaaaa..!!!" Papa Zaldi sampai harus membentak putrinya.
Mata Zafia langsung memerah. Air matanya langsung menetes, belakangan ini papanya sering sekali membentaknya. Hatinya terasa begitu sakit.
"Maaf om.. Fia salah" setelah mengucapkan itu, Fia berlari pulang.
"Iya mbak" jawab Lettu Sanca tak punya pilihan lain selain menjawabnya.
Dan Zaldi langsung terduduk lemas.
"Maaf San. Sebenarnya dia gadis yang baik. Hanya saja belakangan ini kelakuannya membuat saya benar-benar cemas" entah kenapa Pak Zaldi bisa sampai mengungkapkan rasa cemasnya pada anak buahnya.
"Saat hamil Fia, mamanya sering sekali menangis. Itu yang membuat saya hampir tidak pernah memarahinya"
"Siap Dan..!!" Lettu Sanca hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Tak ingin tau lebih jauh tentang urusan rumah tangga Komandannya tapi sekarang yang ia tau adalah Zafia adalah adik dari Letda Ibrani.. adik asuhnya selama masa pendidikan dulu.
"Oiya.. kalau kamu masih belum sehat biar Ibra mengantarmu ke rumah sakit" kata Dan Zaldi.
"Waahh.. nggak perlu Dan..!! Gengsi lah saya bilangnya. Masa saya mau bilang tertindih lutut seorang gadis" ucap jujur Lettu Sanca membuat Dan Zaldi ikut tersenyum tapi juga ikut bingung.
"Ikut berduka cita saya San. Ikut ngilu.. mudah-mudahan nggak lama ya mabuknya"
"Siap Dan.."
...
"Bang.. tak bawain martabak..!!" Bang Ibra membawakan Bang Sanca martabak sebagai permintaan maaf atas kelakuan adik perempuan satu-satunya.
"Abang nggak apa-apa. Ini kamu bawain Abang tulus minta maaf atau ijin mau ketemu betina di luar?" tanya Bang Sanca.
"Sekalian minta ijin lah Bang" jawab Bang Ibra jujur.
"Ya sudah sana. Nanti Abang yang cover. Tapi jangan larut malam kembalinya. Ingat yang selalu Abang bilang. Boleh lah kita sedikit bersenang-senang sama perempuan. Tapi.........."
"Jangan nyolek sampai nyicil beban negara pada perempuan. Kita terlahir dari seorang Ibu. Jadi jaga perasaan ibu dari anak kita nanti" jawab Bang Ibra selalu mengingat perkataan Abang asuhnya itu.
"Bagus..!! Pajak rokok ya..!!" pinta Bang Sanca.
"Siap.. pajak lancar Abaaang..!!!!!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mira Lusia
hadir ya mbak nara😚😚
2024-09-05
0
Mira Lusia
hadir ya mbak nara😚😚
2024-09-05
0
Susana Sari Sari
jelas ke sini KK Nala.....sambil nunggu lanjutan sawap yg ke 2
2024-05-11
1