Bang Sanca masuk ke kamar Fia. Istrinya sudah tidak seberapa takut lagi seperti tadi, mungkin Oma dan Mama sudah memberinya sedikit wawasan.
"Bagaimana keadaanmu dek?"
"Fia sudah nggak apa-apa. Maafin Fia ya Bang" jawabnya lirih. Matanya masih sembab.
"Abang juga minta maaf dek. Abang tidak sabar menghadapimu. Seharusnya Abang bisa lebih sabar karena kita pun belum lama saling mengenal dan itu belumlah cukup untuk mengerti keadaan pasangan kita" jawab Bang Sanca.
"Apa Abang menyesal sudah menikahi Fia? Abang ingin membatalkannya?"
Bang Sanca duduk di ranjang. Sungguh tidak ada niatnya meninggalkan Fia istri kecilnya.
"Selamanya Abang tidak akan membatalkannya dan tidak akan meninggalkanmu. Tidak ada yang main-main dalam hidup Abang termasuk pernikahan kita. Abang tau kita baru memulai semua ini. Tapi tidak ada sesuatu yang salah jika di niatkan ibadah karena Allah. Jadi.. mulai detik ini maukah kamu menjalani hari-hari bersama Abang. Bertahun-tahun kita menjalani hubungan dengan orang lain, tak lantas kita bahagia bukan?? Jadi kita belajar mengenal satu sama lain dari pernikahan kita"
"Iya Bang, Fia ngerti" jawab Fia.
"Hmm.. Bang, bolehkah kita nggak tinggal disini. Fia pengen mandiri hidup sama Abang. Boleh Bang?"
"Bukannya nggak boleh dek. Pernikahan kita masih sebatas halal dalam pandangan agama. Di mata hukum kita belum sah. Sekarang Abang sedang mengusahakan semua dan Abang sedikit kesulitan karena usiamu belum delapan belas tahun. Jadi sabar ya dek. Lagipula hidup bermasyarakat itu sulit. Kamu itu benar-benar Abang eman-eman dek" jawab Bang Sanca.
Disaat banyak istri anggota sulit untuk berpisah dari kenyamanan hidup bersama orang tuanya, Fia malah meminta hidup bersama dirinya. Tentu saja Bang Sanca sangat senang tapi semua tidak semudah itu meskipun ia juga ingin segera membawa Fia pergi.
"Sudah malam nih. Abang kembali ke mess ya. Waktunya apel malam" pamit Bang Sanca.
"Bang.. nanti pulanglah kesini" pinta Fia.
"Nggak bisa dek. Ada ajudan di depan. Minggu depan saja kita jalan-jalan dan nginap di hotel lagi. Kamu kuliah yang pintar. Biar bisa cepat lulus" pesan Bang Sanca.
***
Fia dan Esa pulang bersama-sama. Mereka sahabat baik sejak SMP. Terlalu sering bersama-sama membuat mereka jadi satu pemikiran dan satu ide.
"Hari ini kamu di jemput siapa Fi?" tanya Esa.
"Di jemput om-om ajudan Papa" jawab Fia sambil menyeruput es cincau di kantin kampus.
Tak lama seorang pria datang dan berdiri tak jauh di belakang Fia seperti biasanya saat para ajudan menjemput.
"Fi.. ajudanmu sudah datang" bisik Esa. Matanya memandangi ajudan Fia tanpa berkedip. Fia pun menoleh ke belakang dan ternyata Bang Sanca ada di belakangnya.
"Pulang sekarang mbak Fia?"
"Jalan-jalan dulu om" jawab Fia.
"Siap"
Esa salah tingkah saat sekilas Bang Sanca menatapnya. Pipinya merah seperti baru di tabok sandal. Fia melirik Bang Sanca dan Esa secara bergantian.
"Aku jalan dulu ya Sa..!" pamit Fia memendam rasa jengkel yang tidak ia pahami.
"Fi.. titip salam untuk ajudan papamu..!!" bisik Esa.
Fia pun melotot kemudian pergi.
"Saya duluan mbak Esa" pamit Bang Sanca.
...
"Saya duluan mbak Esa..!! Apalah Abang ini, kalau lihat perempuan cantik saja suaranya lembut seperti pisang tumbuk. Kalau sama Fia galak, garangnya bukan main" omel Fia sepanjang jalan.
"Siapa yang bilang dia cantik? Cantik pun Abang nggak selera. Masa Abang diam saja" jawab Bang Sanca.
"Tuh khan, begini saja taring Abang sudah keluar kalau jalan sama Fia. Empat bulan kita nikah, Abang nggak pernah baik sama Fia. Melotot, nadanya kasar. Ini itu nggak boleh, telat pulang semua om-om Abang hukum" protes Fia.
"Ya sudah.. Abang minta maaf. Mungkin cara Abang menjagamu itu salah. Abang hanya ingin kamu aman. Karena Abang nggak bisa setiap kali ada di dekatmu. Status Abang di Batalyon masih bujangan. Nggak bisa keluar sembarangan" kata Bang Sanca mengalah dan merendahkan nada suaranya.
"Antar Fia beli peralatan elektro..!!" jawab Fia malas.
"Ada tugas apa dari kampus?" tanya Bang Sanca.
"Buat radio dan perbaiki tv"
-_-_-_-_-_-
Fia menata semua barang yang ia beli tadi dan Bang Sanca hanya mengawasi tugas sang istri. Satu persatu Fia kerjakan, kini dirinya sudah memasuki semester tiga.
"Yang kuat melilitkan kawat tembaganya dek. Kalau longgar nanti jadi percikan api" kata Bang Sanca.
"Kurang rapi..!! itu juga miring"
"Aahh.. Abang saja yang kerjakan. Itu sudah sempurna Bang" jawab Fia tidak terima. Ia menyerahkan dinamo pada Bang Sanca.
"Kamu itu kalau di ajari jangan banyak bantah. Kamu mau meledakan satu rumah ini?" omelnya sambil memperbaiki pekerjaan Fia yang tidak beres.
"Wanita memang tidak cocok bertemu alat seperti ini. Baru saja buat hal remeh sudah kacau. Bagaimana mau perbaiki tv" gumam Bang Sanca.
//
"Itu perhatikan sambungannya.. serabut tembaga jangan ada yang tertinggal. Lagian kenapa tadi nggak beli kabel baru sih" tak hentinya Bang Sanca mengoceh saat melihat hasil kerja keras Fia.
"Sekali lagi Abang ribut, lebih baik Abang keluar. Fia nggak bisa konsentrasi Bang"
"Halaah.. terserah mu lah" Bang Sanca jengkel sekali dan akhirnya memilih keluar.
"Ini colokan jangan nancap dulu. Bahaya..!!! Pakai sandal karet dan berdiri di karpet...!!!!!"
Kaki Bang Sanca baru saja sampai dapur, terdengar suara ledakan memekakkan telinga.
"Fiaaaa..!!!!!!" Bang Sanca segera berlari menghampiri Fia.
"Astagfirullah hal adzim deeek..!!!!!!"
:
Opa Rinto, Papa Zaldi yang baru datang dari kantor bersama Bang Ibra, Oma dan Mama berdiri memperhatikan Bang Sanca mengobati luka-luka di sekitar tangan dan pipi Fia. Sesekali Fia menghapus air matanya saat Bang Sanca menatapnya dengan tajam.
"Ini hasil istri pembangkang" tegur Bang Sanca.
"Kalau tadi kamu nggak pakai sandal karet, mungkin sekarang kamu sudah jadi seblak ceker"
Tangis Fia semakin kencang.
"Abang bisa nggak sih nggak marah terus"
Bang Sanca mengambil air minum di sampingnya lalu mengangsurkan pada bibir Fia. Tangan Fia gemetar hebat sampai Bang Sanca yang harus memegangi gelasnya.
"Besok kalau ngetest listrik, pakai jarimu ya.. nggak usah pakai test pen" gerutu Bang Sanca lagi usai Fia minum dan meletakan gelasnya.
"Fia buat apa sih San sampai tv meledak begitu?" tanya Papa Zaldi heran melihat rumahnya berhamburan.
Bang Sanca duduk lemas di lantai sambil mengusap wajahnya.
"Tombol tv yang rusak itu di colok gunting pa. Maksudnya di ganjal biar bisa nyala. Makanya meledak"
"Innalilahi...." satu rumah panik melihat cerdas cermasnya seorang Zafia.
"Sudah Fi.. biar Abang saja yang kerjakan tugasmu. Kalau perlu Abang nyogok dosen dah biar lulus. Masih untung kamu selamat dek, bener kata Bang Sanca.. lama-lama kamu jadi seblak ceker" ucap Bang Ibra cemas bukan main.
dddrrtt.. ddrrrtttt..
Fia mengambil ponselnya dan mendengar pesan suara dari Esa.
Esa : Fi.. kasih nomer telepon ajudanmu yang tadi donk. Besok aku traktir bakso deh. Tolong Mak comblangin donk Fii..!!! bilang ada gadis cantik di kampus.
Bang Sanca tersenyum kecil mendengarnya. Seketika hati Fia panas mendidih. Ia kesal sekali mendengar permintaan Esa. Fia pun membalas pesan suara itu.
Fia : Nggak bisa, ajudannya papa yang itu baru tersambar petir...!!!!.
Senyum Bang Sanca pun pudar melihat lirikan Fia mengarah padanya. Kini petir benar-benar akan menyambarnya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Noh Fia,Di ajarin malah ngenyel..
2024-02-21
0
Risma Riskita
wkwkwk🤣🤣🤣
2022-09-28
1
Inaqn Sofie
hhhhhh
2022-03-12
0