Bab 18

Karena mendengar penuturan konyol ayah, gegas kulirik sekilas wajah si Tokoh Utama. Tokoh utama yang telah sukses menenggelamkanku ke dalam indahnya perasaan cinta. Entah, bagaimana bentuk rasa ini sesungguhnya, aku bahkan tak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Hanya saja, ketika sedang bersamanya, aku merasa menjadi manusia yang paling berharga. Bukan karena ribuan janjinya, namun lebih kepada--betapa beruntungnya aku karena sudah menemukannya.

Setelah meminta Mbak Nima yang berperan sebagai Asisten Rumah Tangga di rumah ini, untuk mengantarkan Rona ke kamar tamu, aku pun langsung menuju kamar pribadi, yang selama hampir lima tahun ini aku tinggalkan. Demi menggapai mimpi dan makna tertinggi dalam kehidupan, aku bahkan meninggalkan semua kenangan yang sangat berarti bagiku di dalam ruangan. Ruangan yang selama ini menyimpan rahasia pedih di dalam kehidupan.

"Akhirnya dirimu kembali, Sidqia. Walaupun, hidup di dalam tubuh yang berbeda."

CEKLEK

Daun pintu tersibak, menampilkan wajah teduh ibuku yang masih terlihat cantik walaupun sudah mencapai usia kepala lima. Perlahan ia mendekat dan menggiring tubuhku agar duduk berdampingan dengannya. Pandangannya kini jatuh pada figura, yang sedang kugenggam sempurna.

"Huda ... bukankah Sidqia ...." Kalimat ibu tercekat karena tak bisa lagi menahan linangan air mata. Kurengkuh ujung bahunya dari samping, lalu menenangkannya.

"Dia bukan Sidqia, Bu."

"Bagaimana wajahnya bisa begitu mirip?"

"Aku juga tidak tahu."

Ibu kembali terisak pilu. Sepertinya kenangan manis bersama Sidqia, kini kembali menari-nari di kepalanya. Adalah hal yang paling tidak mudah bagi siapa saja, untuk melupakan kepergian seseorang yang paling disayangi, namun kita dituntut untuk berlapang dada. Jika takdir mautnya sudah sampai, sebagai seorang hamba, kita bisa apa?

Sebelah tanganku sontak mengelus wajah lama yang sudah banyak menoreh kenangan indah di dalam hidup ini. Tak kusangka, gadis belia yang telah lama direnggut nyawanya karena ganasnya penyakit, kini kembali untuk mengobati luka hati.

"Tapi ... apakah dia akan sebaik Sidqia?" Pertanyaan bermakna keraguan itu tercetus begitu saja dari sepasang bibir ibu. Aku juga tidak tahu, kenapa ia bisa berpikiran seperti itu? Apakah ini yang dinamakan firasat seorang ibu?

"Do'akan saja, Bu." Aku tak mempunyai jawaban pastinya. Namun, seiring berjalannya waktu, aku yakin Rona juga bisa menyayangi orang-orang terdekatku, yang pastinya juga akan menyayanginya.

...🍂🍂🍂 ...

Makan bersama adalah kebiasaan utama dalam keluarga kami, dan akan selalu dilaksanakan. Namun, ketika aku tiba di meja makan, Rona tak tampak sama sekali dalam pandangan.

"Mbak Nima, Rona kemana?" tanyaku pada wanita luar biasa yang telah banyak membantu pekerjaan ibu dalam mengurus rumah tangga, sejak aku menjalani pendidikan.

"Sepertinya masih di kamar, Mas. Sebentar ya, saya panggilkan dulu," katanya seraya menyudahi aksinya--menata berbagai jenis makanan di atas meja. Namun, baru saja ia membalikkan badan, suaraku berhasil menghentikannya.

"Tidak usah, Mbak. Biar saya saja." Ia lantas mengangguk patuh, dan kembali ke dapur, mungkin ingin mengambil beberapa makanan yang belum ditata.

Di saat tubuhku berdiri sempurna di depan pintu kamar tamu, Rona pun lantas menyembulkan tubuhnya. Tanpa disengaja, ia menubruk tubuh tegapku yang kala itu menatap lurus ke arahnya.

Spontan tubuhnya condong ke belakang, dan pastinya membuatku tidak berdiam diri begitu saja. Kuraih pinggang rampingnya dengan cekatan, seraya menahan punggungnya dengan tanganku yang satunya. Kini, terjadilah adegan sambut-menyambut seperti dalam film-film romantis ternama. Sayangnya, tidak ada suara musik yang menjadi back sound-nya. Kalau tidak, mungkin bisa menjadi tontonan para jomblo sejati di luaran sana.

Haha! Canda!

Ketika kedua netra kami saling bertautan, aku hanya bisa menelan saliva. Para s.e.t.a.n berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sepertinya sedang semangat mengitari kami kala itu juga. Membuatku ingin sekali merenggut kembali bibir mungilnya itu, namun ia pasti tidak akan mengizinkannya.

Mungkin karena terlalu lama dalam posisi seperti itu, Rona sontak tersadar, lalu bangkit pada posisi semula. "Maaf, Mas ... tadi aku gak lihat, kalau kamu ada di depan pintu." Tingkahnya tampak kaku sembari menundukkan pandangannya.

Demi menghilangkan rasa ketidakenakan hatinya, aku lantas tersenyum maklum padanya.

...🍂🍂🍂...

Ayah dan ibu sudah menunggu di meja makan, ketika aku dan Rona tiba di sana. Setelah mempersilakan Rona duduk, ibu langsung mengisi piring kami dengan berbagai jenis makanan yang tersedia. Rona sontak menyenggol kakiku karena mungkin menurutnya itu terlalu banyak untuk dirinya.

"Gak papa, biar kamu lebih berisi," bisikku padanya seraya menahan tawa. Ia malah menyikut tulang rusukku sekuat tenaga.

Awww!

Ketika kami berdua sedang tertawa-tawa kecil, tiba-tiba suara ayah terdengar begitu mengejutkan di telinga.

"Kapan kalian akan menikah?''

JLEB

Terpopuler

Comments

Milhiyah

Milhiyah

Wah si bapak negurnya tdk tanggung2

2022-09-14

0

Nofi Kahza

Nofi Kahza

si bapak tu de poin amat ya. gk pa pa. mang harusnya gitu. aha🤣

Aku gk mau pusing bertanya siapa sidqia, krn aku tinggal baca aja kelanjutannya. Enaknya gini baca di ekor🤣

2021-12-30

0

Aysel

Aysel

harusnya undang aku biar aku main biola buat backsound 🤪🤪🤪 gas bapake! suruh mas Hida nikahi rona secepatnya

2021-09-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!