Dalam perjalanan, Kunia sedikit di buat panik. Tatkala mengingat ia belum izin ibunya jika akan pulang terlambat, hari ini.
Sementara langit di luar sudah gelap, di tambah ponselnya yang mati akibat kehabisan baterai.
Ini semua sebab aku tidak membawa charger handphone... Masalah akan runyam nanti.
Gadis itu menggigit ujung kuku ibu jarinya, menatap ke arah depan dengan ekspresi wajah tegang. Memikirkan nasibnya nanti jika di rumah. Entah apa yang akan dia dapatkan dari sang ibu. Saking memikirkan nasibnya nanti, bahkan lirikan Devan di sebelahnya pun tak di hiraukannya.
Mobil terus melaju, menuju salah satu gedung yang cukup tersohor dengan kemewahan interiornya.
Serta tempat yang terkenal pula dengan biayanya yang mahal untuk sekali sewanya.
Mobil Devan sudah berhenti di depan lobby, Kunia turun dengan sangat hati-hati saat seorang pelayan membukakan pintu untuknya, gadis itu tersenyum seraya mengucapkan terimakasih lalu berjalan pelan menghampiri Devano, yang sudah di sambut hangat oleh salah satu pria dengan jas rapi di hadapannya.
"Silahkan Tuan."
"Terimakasih." Devan menoleh sejenak kearah Kuni. "Hei, Mbak Kunti– Kau berlakulah dengan baik, jangan membuatku malu. Cukup diam dan banyak-banyaklah tersenyum, paham ya?" Bisik Devan.
Kuni pun melebarkan senyumnya, dengan amat terpaksa. "Paham."
"Bagus! Cepat jalan, selalu standby di belakang ku."
"Yeee..."
"Ingat ya tidak perlu menjawab pertanyaan yang tidak penting. Banyakin senyum..."
"Iyeeeee..."
Devan menghela nafas, tidak seharusnya ia mengajak wanita itu. Sungguh ia amat takut gadis itu akan melakukan hal yang membuatnya malu.
Tapi mau bagaimana lagi, semua sebab Hilda yang tidak masuk.
Di dalam ruangan yang amat luas, di hiasi karpet berwarna merah.
Para tamu yang datang dengan penampilan berkelas mereka, serta para wanita cantik yang menjadi teman para petinggi di sana.
Dua daun pintu yang tinggi dan lebar itu kembali di tutup saat Devan dan Kuni masuk.
Beberapa pasang mata tertuju pada mereka berdua, ada pula yang berfokus pada gadis di belakang Devan, ya Kunia.
"Wah– akhirnya saya bisa bertamu dengan pewaris tunggal, keluarga Atala." Seorang pria langsung menjabat tangan Devano.
pewaris tunggal keluarga Atala? Kunia sedikit tidak percaya, mungkinkah ia salah dengar?
Beberapa kolega menjabat tangannya. Ada beberapa wanita yang turut mendekat juga memberikan sambutan hangat.
"Mau saya antar ke stand minuman?" Seorang gadis menawarkan.
"Terimakasih, sekertaris saya lah yang akan melayani setiap kebutuhan Saya." Devan meraih lingkar pinggang Kuni, menariknya sedikit agar lebih dekat. Gadis itu pun terkesiap, ia melebarkan matanya menatap ke arah tangan Devan.
Apa-apaan ini?
"Wah ... Anda benar-benar pandai mencari sekertaris." Pria itu mengulurkan tangannya pada Kunia. "Saya?"
"Sekertaris Kunia? Tolong ambilkan saya air, saya haus." Titah Devan tiba-tiba, memotong ucapan pria di hadapannya yang hendak menjabat tangan Kuni.
"Baiklah Tuan." Kunia berjalan menjauh mencari meja berisi minuman, namun tak jauh dari sana seorang pelayan dengan nampan berisi champagne mendekat ia pun meminta satu pada pelayan tersebut dan membawanya pada Pria yang terlihat ogah-ogahan menikmati acara.
Sebenarnya, ia paling tidak suka mengikuti acara seperti ini namun karena paksaan sang ibu sebagai perwakilan membuatnya harus mengikuti acara pesta yang menurutnya amat membosankan.
Dimana dia harus mendengarkan pembicaraan para pengusaha itu yang terkesan membanggakan perusahaan masing-masing. Padahal, mereka semua juga berada dalam naungan Diamond's corporation. Dengan hutang yang tak sedikit, membuat perusahaan mereka bisa berkembang pesat saat ini.
Devan pun hanya diam saja tak banyak merespon. Selain meminum, champagne dalam gelasnya yang tadi sudah di ulurkan oleh Kuni.
Gadis itu masih mengamati setiap detail ruangan. Sepertinya tanda tanya besar dikepalanya selama ini sudah terjawab. Kenapa Devan amat di hormati, dan ya... Dia bisa membawa hewan peliharaannya itu ke dalam kantor. Pantas saja, dia calon pewaris. Tapi, kenapa personalia jabatannya? Tidak berkelas sekali. Kembali ia berfikir keras, tentang semua ini. Di tambah dengan Devan yang mengambil studi S1nya di kampus yang walaupun terbaik di negara ini. Kenapa harus di sini? Seharusnya kan Dia yang orang kaya bisa kuliah di universitas luar negeri.
Aaaa... Rambutku bisa rontok akibat terlalu memikirkan ini semua. Dia benar-benar misterius... Tidak! mungkin, lebih tepatnya keluaga Atala. Tapi jika di pikir-pikir, sepertinya Devan memang tipe anak pembangkang. Ya ... bisa jadi pria itu di hukum karena tingkahnya yang tengil itu.
***
Waktu sudah semakin malam...
Didepan gang yang sedikit agak jauh, tempat yang sedikit agak sepi juga. Mungkin karena sudah terlampau larut Anwar baru saja melepaskan kecupan di bibir manis Reni. Ia pun mengusap pipinya yang lembut itu, sembari menatap penuh cinta.
"Aku mencintaimu–" gumam Anwar, sementara Reni sama sekali tak menjawab. "Kenapa tidak di jawab sih sayang?"
"Aku sudah tidak tahan seperti ini. Aku mau di antar sampai rumah. Aku ingin menunjukkan kekasih ku ini pada semua orang termasuk Kunia."
"Sabar sayang, tunggu sampai Kunia bisa menerima semuanya ya. Karena dia masih saja menghubungi ku, padahal aku sudah tidak meresponnya."
"Tapi kau sudah putus kan?"
"Iya sudah–"
"Beneran?"
"Benar sayang... Walaupun masih sepihak."
"Apa?"
"Iya, Kuni masih belum mau."
"Kalau begitu kita tunjukkan saja semuanya pada Kuni, agar dia mau melepas mu."
Anwar garuk-garuk kepala. Bagaimana mungkin aku bilang, sementara aku masih butuh kebodohan Kuni itu. Paling tidak untuk merawat nenek.
"Sayang–"
"Iya ... iya. Sabar ya, aku akan memberitahu Kuni tentang hubungan kita."
"Sabar terus. Aku bilang sekarang juga tak apa."
"Jangan sayang– sabar ya, tunggu waktu yang pas."
Reni bersungut. Membuat Anwar gemas hingga kembali ia meluncurkan kecupan di bibir secepat kilat.
"Tolong mengertilah sayang."
"Baiklah aku mengerti. Tapi, janji mu untuk membelikan ku apartemen, kapan?"
"Astaga... Aku bilang kan nanti, setelah kita menikah."
"Tapi aku mau bukti dulu. Bukankah Dp dulu bisa? Aku tidak mau menunggu sampai nikah baru cari apartemen."
"Iya sayang, besok-besok aku akan tanyakan. Okay."
"Benar ya? Pokoknya sebelum menikah apartemen itu harus sudah ada."
Anwari tersenyum pucat.
Bagaimana ini? Aku mana ada uang, coba ku minta pada Ayah, kali saja dia bisa mengalihkan sejenak dana bansos untuk membeli apartemen dan acara pernikahan ku.
"Kak Anwar!!"
"Iya sayang– aku janji, sebelum pernikahan kita. Apartemen itu pasti sudah ada."
"Yeaaay... Love you, honey..." Reni memeluk tubuh Anwar sebentar. Setelah itu melepaskan seat belt-nya. "Aku pulang dulu ya, jangan lupa besok jadwal ku ke salon."
Anwari tersenyum. "Iya sayang–"
"Bye honey."
"Bye."
Reni menutup pintu mobil jenis Fortuner itu. Setelahnya melenggang pergi. Sementara Anwar sedikit panik. "Sial– aku sudah tidak ada uang, pacaran dengannya benar-benar membuat ku tekor. Bagaimana ini? Kuni– ah... Iya, aku harus meminjam uang pada Kuni lagi. Aku harus punya alasan apa, ya?"
Anwar mulai menyalakan mesin mobilnya, dan mobil pun pergi dari gang tersebut, beberapa menit sebelum mobil sports milik Devan berbelok dan berhenti di tempat yang sama.
"Dimana rumah mu?" Devan menoleh ke kiri dan kanan. Mencari rumah mana milik Kuni itu.
"Sudah dekat kok, hanya masuk sedikit."
"Kenapa tidak sampai depan rumah sekalian?"
"Untuk apa? Lagi pula, rumah ku sudah dekat hanya lima langkah sudah sampai," jawab Kuni, ia pun mencoba melepaskan sabuk pengamannya. Amat kencang, dan keras sehingga membuatnya sedikit kesulitan.
Berkali-kali, ia mencoba membukanya, namun sepertinya susah. Gadis itu pun menoleh dan seketika terdiam saat Devan menatapnya tanpa berbicara apapun.
Apa sih Dia melihat ku, sampai seperti itu?
Devan melepaskan seat beltnya sendiri lalu mendekati Kuni. Gadis itu sedikit beringsut.
Apa yang hendak dia lakukan, di tempat sepi seperti ini?
Kuni mengerjap, semakin ia beringsut menjauhkan wajahnya dari Devan, dengan cara memalingkan wajahnya.
Traaakk... Sabuk pengaman terlepas, bersamaan dengan itu, sekalian pula Devan membuka pintu dan mendorongnya agar lebih melebar.
"Apa yang kau lakukan?" Devan sudah kembali duduk dengan normal. Dimana Kuni yang sempat memejamkan matanya mulai membuka kembali.
Siiiing.... Seolah angin berhembus, meniup satu daun yang melintas di atas kap mobil Devan.
"Jadi kau tadi hanya membukakan sabuk pengaman dan pintu?"
Devan mendesah konyol, sejenak.
"kau pikir? Aku mau apa, Mbak Kunti?" Pria itu menekan-nekan kening gadis yang masih sedikit bengong itu. "Kenapa, Kau nampak kecewa? Apa kau pikir aku akan mencium mu?"
Devano tertawa, ia pun kembali menatap Kuni. Sembari menyentuh rambutnya yang masih nampak rapi itu dengan jari telunjuknya,
"Perlu kau sadari. Kau itu...?" Jari Devan berjalan dan berhenti di kening Kunia. "Bukan tipe ku!! Dasar Boneka chucky jelek."
Dengan sedikit dorongan, Devan menoyor kepala Kuni di bagian keningnya, sembari menyunggingkan separuh bibirnya.
Brengsek...!
Gadis itu pun tersenyum sinis, "aku hanya perlu mentaati mu di kantor kan?"
"Tul..."
"Di luar aku bebas melakukan apapun?"
"Yap.."
Kuni tersenyum, sementara tangan kanannya sudah terkepal kuat.
Buaaaaakkk....
"Aaaaarrrhhh....!!!" Sebuah bogem mentah mengenai pipi Devano.
"Dengarkan aku baik-baik, ya manusia sombong. Setelah apa yang kau lakukan pada ku di kantor, akhirnya aku bisa melakukan ini. Sungguh aku amatlah puaaaas!"
"Apa yang kau lakukan!!!" Devan mendelik, gusar.
"Memukul mu dengan sengaja, kenapa? Kau mau memecat ku? Pecat saja aku!!" Kuni menantang pria di hadapannya.
"Hei Mbak Kunti, Kau tidak ingat satu hal ya?"
"Apa? surat kontrak kerja terkutuk itu? Hahaha... Kau lupa? Di sana tertulis Aku hanya akan membayar denda jika keluar sendiri, bukan karena di pecat."
"Sial...!" Devan mengusap pipinya yang meradang itu. Sementara Kunia sudah keluar dari dalam mobil itu.
Braaaak...
"HEIIII....!!" Devan semakin kesal saat Kunia membanting pintu mobilnya itu. Ia mengepalkan tangannya. "Lihat saja kau besok, ya!!!"
Ia pun mulai menyalakan mesin mobilnya dan pergi dari sana. Sementara si Kuni sudah ngacir tanpa menggunakan alas kaki, yang sempat ia lepaskan di dalam mobil tadi karena terasa tidak nyaman.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
anes wahyu
hahaha....gk kebayang wajahnya Devan kena bogem mbak Kunti, pasti merah padam tuh 🤣🤣🤣
kog si Anwar & Reni gk kebongkar2 ya busuknya
2022-09-07
0
Aqiyu
iihhhh kenapa ga mergokin sib
2022-06-28
0
🌺sahaja🌺
mobil sport VS fortuner
2022-04-20
2