Berakhir dengan pekerja pagi. Tubuhnya seperti remuk redam. Bergelut dengan waktu serta ketakutan yang tak bisa di jelaskan dengan kata-kata.
Sekarang ia tengah mengikuti Andre, setelah membersihkan tubuhnya mengganti dengan pakaian baru pemberian Devan karena pakainya basah.
Iapun mengingat pesan pria jangkung itu, bahwa besok dirinya harus membawa baju ganti, untuk mengantisipasi pakaiannya yang basah.
ya... Aku akan membawa pakaian anti air khusus untuk merawat peliharaan mu itu.
Gumamnya dalam hati setelah mendengar titahnya tadi, selepas melemparkan pakai baru padanya.
Sudah sampai pada lantai tujuh, ia di pertemukan dengan wanita yang sedang berkoar pada anak buahnya.
Wanita yang mungkin umurnya sekitar sepuluh tahun lebih tua dari Kunia. Kulit sawo matang serta garis wajah yang amat jutek dengan logatnya yang lumayan asing, Dia bukan orang Batak sepertinya. Tapi kalau di dengar dengan seksama seperti berasal dari NTT, atau NTB.
Ya... Orang-orang sana. Namun wanita itu cukup manis dan menarik dengan lesung pipi serta bibirnya yang tipis itu, walaupun tubuhnya agak lumayan berisi, tetap sebanding dengan posturnya yang tinggi.
Pak Andre berdeham, ekspresi wajahnya berubah. Senyum secerah mentari tertuju pada wanita yang tengah menghela nafas sebal padanya.
"Apa?" Tanya Dia, dengan tatapan malas.
"Aku membawa karyawan baru. Tuan Devan meminta untuk di tempatkan di sini."
Wanita itu memalingkan wajahnya dengan sinis dari Andre, lalu menatap Kunia.
"Siapa namamu?"
"Kunia Rahayu."
"Oh... Aku Sarah, aku kepala devisi di sini. Jam kantor di mulai dari pukul delapan hingga jam dua belas kurang lima menit di jam makan siang lalu lanjut di jam satu lewat sepuluh menit hingga pukul empat sore."
"Iya saya mengerti."
"Dan nanti saya akan jelaskan bagian apa yang akan kau kerjakan. Kau bisa mengoperasikan Exel kan? Dengan beberapa kode-kodenya? Di sini harus cepat soalnya, tidak bisa manual."
Kuni mengangguk semangat, "saya hafal beberapa kode Exel."
"Bagus.... Sekarang ikut aku dan?" Ia melirik ke arah Andre. "Anda masih di sini?"
Andre nyengir. "Tolong baca pesan ku ya."
"Aku sibuk!"
"Pulangnya juga tidak apa."
"Ponsel ku suka mati kalau jam pulang."
"Kalau begitu nanti malam."
Sarah mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah alat kejut listrik. "Anda mau ku buat melayang sampai ke Surga?"
"Baiklah aku akan pergi." Andre pun segera keluar dari tempat itu. Sementara Sarah hanya menghela nafas.
"Dasar curut menyebalkan."
Kuni ingin terkekeh, ia baru ingat. Wanita ini adalah wanita yang meminta kembalian lima ratus perak kemarin ya... Rupanya dia kepala devisi di sini. Tapi? Ruangannya cukup tenang, tak ada obrolan sama sekali.
Kakinya masih melangkah menyusuri blok demi blok.
Duaaaar....! Sebuah gebrakan yang diakibatkan oleh tendangan kaki Sarah di salah satu meja bawahnya membuat Kunia terkejut bukan kepalang.
"Sekali lagi ku lihat kau membuka media sosial melalui komputer kantor di jam kerja? habis kau!"
"I– iya, Bu Sarah." Pria itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Padahal ia hanya melihat sejenak, namun tetap saja ketahuan.
Aku tahu jawabannya sekarang. Kenapa ruangan ini amat senyap, rupanya ini adalah kandang singa betina. Seperti aku harus hati-hati. Dan Devan benar-benar licik, aku di tempatkan disini. Brengsek!
Kuni sudah tiba dimejanya. Ia pun duduk dengan sedikit tegang ketika Sarah tengah memberikan arahan, apa saja yang mesti ia rekap.
Beberapa file yang tertumpuk sudah berada di sisi kanannya. Matanya terus tertuju pada layar monitor, sementara telinganya mendengarkan dengan cermat, apapun yang di sampaikan Bu Sarah kepadanya.
"Apakah kau sudah paham?"
"Ya, Bu. Saya paham."
"Bagus, sepuluh menit dari sekarang kau harus sudah mengirim laporan pertama mu."
"Siap..."
"Kerjakan dengan baik, agar tidak mendapatkan skorsing waktu di jam pulang nanti."
"Siap, Bu." Kuni menjawab dengan sigap. Tangannya pun mulai bekerja, berkutat pada keyboard dan mouse di hadapannya. Dia memang tidak bodoh-bodoh amat, terlebih soal mengoperasikan Microsoft Exel. Dia memang ahli di bidang itu. Beberapa kode huruf dan angka ia susun, ketik... Ketik... Ketik... Ratusan data terisi dalam kolom-kolom kosong. Bibirnya tersenyum, kembali ia mengerjakan beberapa yang belum terisi. Hingga tak membutuhkan waktu lama, satu file sudah ia kirim ke atasannya itu.
***
Satu Minggu kemudian...
Lembayung senja sudah mulai nampak. Memberikan tanda jika mentari akan kembali pada tempat peraduannya.
Berganti gelap yang akan di temani rembulan cantik di langit.
Ya... Seperti hari-hari di Minggu ini. Kuni masih berusaha mengikuti aturan kerjanya, sementara Boy yang katanya gemar mendengarkan cerita, sepertinya sudah tidur dengan nyaman.
Andai di hadapannya ada cermin yang besar, sungguh Kuni ingin menertawakan dirinya sendiri. Yang seperti orang gila tengah membacakan dongeng pada tiga hewan yang seharusnya masuk dalam karakter cerita fabel yang ia bacakan.
Aku tidak tahu, betapa malunya diriku. Jika Anwar tahu pekerjaan sampinganku dikantor ini. Kuni geleng-geleng kepala.
Krieeet...
Pintu terbuka, Devan masuk dengan Andre yang tengah membawa bertumpuk-tumpuk map.
Nafas Kuni berhembus, sepertinya dia sudah boleh pulang. Gadis itu pun beranjak dari posisi jongkoknya.
Aaah... Sesampainya di rumah aku mau merendam kakiku dengan air hangat. (Kuni)
Langkahnya tertatih-tatih, mendekati sofa. Guna mengambil tas yang tergeletak di sana. Apa yang di lakukan di ruangan itu seolah tak terlihat. Dua pria yang sedang berdiskusi bahkan tak memandangnya sekali pun. Baguslah, aku tidak perlu pamit kalau begitu.
Kunia berjalan melewati dua pria itu.
"Mbak Kunti–" panggil Devan, yang lantas menghentikan langkah Kunia yang sedikit tertatih itu. Gadis itu pun menoleh malas. "Kau mau kemana?"
"Pulang," jawabnya.
Kau tidak lihat, penampilan ku sudah seperti benang kusut yang tak beraturan? Dasar VOC...!
"Siapa yang menyuruhmu pulang?"
"ini sudah waktunya pulang. Anak-anak mu juga sudah tidur semua, entahlah si Richie. Walaupun dia diam dengan mata terbuka, ku rasa dia juga tidur," jawab Kunia.
Apa kau ingin aku menimang Richie lebih dulu? tidak waras.
Pria itu beralih pandang pada Pria di sebelahnya, "Andre, kau bilang hari ini ada pertemuan?"
"Iya Tuan."
"Dan sekertaris Hilda tidak masuk?"
"Iya."
"Kalau begitu Dia saja."
"A–apa? Aku?" Kuni menunjuk dirinya sendiri. Sementara Devan tak lagi menjawab, ia pun menatap ke arah jam tangannya.
"Okay, cukuplah tiga puluh menit lagi untuk mendadani dulu, si boneka chucky ini." Devan berjalan lebih dulu keluar dari ruangannya. Meninggalkan tanda tanya besar dalam otak Kunia.
"Dandani? Boneka chucky?" gumamnya.
"Mari Nona, ikut saya. Kita akan ke salon lebih dulu." Andre mengulas senyum, sepertinya ia tertawa dengan julukan baru Devano padanya.
"Eh...?" Kunia masih bingung namun akibat sedikit dorongan Andre ia pun menuruti. Pergi ke suatu tempat yang belum jelas kemananya.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
anes wahyu
ceritanya seru, agk beda dgn kebanyakan novel lain....banyak cerita konyolnya sih, bikin ngakak 😂😂😂
2022-09-07
0
Almia
tau ga Thor,,saya baca nya sambil.ketawa2 sendiri..bener2 nih cerita
2022-06-30
0
Ussi_ssl
menimang buaya ??? 🤣🤣🤣 bengek
2022-04-16
1