Mentari yang masih belum begitu terik, membuat Kuni memilih untuk menikmati kawasan elit tersebut lebih dulu sebelum pulang. Terlihat beberapa karyawan-karyawati berpenampilan menarik berlalu lalang di sana.
luar biasa... Mereka benar-benar nampak keren dan berkelas.
Kuni masih menikmati pagi itu dengan semangat, bahkan ia mencoba untuk meniru langkah mereka yang jenjang itu.
haruskah aku menggunakan heels seperti mereka? Tapi aku bisa tidak ya? Lagian aku juga tidak punya heels.
Seketika Kuni mengingat ucapan ibunya. kau pakailah sepatu hak tinggi milik ibu saat bekerja, sudah pasti terlihat keren.
Gadis itu menggeleng pelan. "Aaah... Aku tidak mau pakai heels ibu yang norak itu. Tidak mau..."
Di sela-sela gumamannya ia melihat seorang wanita yang baru saja keluar dari taksi. Ia melihat masih ada rol di bagian poninya. Ia bahkan meminta sang sopir taksi untuk tidak jalan lebih dulu, Menunggu dia memakai lipstiknya.
wah... Aku pikir disini hanya ada wanita berkelas. Rupanya tipe grasak-grusuk juga ada. Kuni asik mengamati wanita itu.
"Sial, aku tidak ada receh lagi." Gumamnya menghitung-hitung uang di dompetnya. Lalu mencari di saku roknya yang pendek itu. Dan keluarlah pecahan lima puluh ribu.
"Akhirnya Nemu juga. Tidak apa-apa lah mecah yang ini." Wanita itu mengulurkan uangnya.
Pria di dalam mobil itu pun menerimanya. "Terimakasih Nona."
"Hei... Kembaliannya mana?"
"A...anu– hanya lima ratus rupiah. Apa anda akan meminta kembalian ini? Tidak di donasikan saja?"
"Hei– kau pikir taksi mu ini mini market minta di donasikan? Lagi pula, jangankan lima ratus rupiah, seratus rupiah pun akan kuminta. Jadi, sini mana kembaliannya." Tangan itu masih terulur.
"Ck...! Dasar pelit, boro-boro di kasih tips, kembalian lima ratus perak saja di minta." Sang sopir bersungut, sembari membuka kotak recehnya, mengambil kembalian.
"Lima ratus perak pun tetap uang yang berharga, jadi sini berikan pada ku."
"Ini–"
"Bagus... Bagus... Terimakasih kasih pak. Pelayan yang memuaskan." Wanita yang sedikit berisi itu pun berjalan cepat memasuki gedung kantor Diamond's corporation.
Kuni terkekeh sendiri saat melihat itu. "Wanita yang keren."
Ia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya, pergi dari tempat itu.
.
.
.
Di sebuah ruangan personalia.
Andre menyerahkan CV para calon karyawan di perusahaan itu pada Devan.
Dengan malas Devan mendorong pelan bertumpuk-tumpuk map di hadapannya.
"Kenapa tidak kau periksa sendiri saja sih?" Protesnya.
"Maaf Tuan, saya sudah memeriksa semuanya termasuk yang baru masuk pagi ini. Dan sebagai kepala bagian personalia di perusahaan ini anda tetap harus memeriksa setiap calon karyawan yang masuk."
"Huuufff..." Devan menggembungkan ke-dua pipinya lalu menghembuskan nafasnya pelan.
Terpaksa ia membuka map-map di hadapannya satu persatu. Mengecek foto serta membaca nama mereka secara asal-asalan dan ogah-ogahan. Sehingga membuat Andre geleng-geleng kepala, karena sejatinya Devano di gadang-gadang akan menggantikan posisi mendiang ayahnya. Walaupun Sekertaris Erik seperti menahan-nahan bahkan ibu Liliana pun menyetujui jika Devan di tempatkan di bagian personalia, rupanya, ginerja Devan memang tidak cukup baik jika harus menduduki kursi Komisaris untuk saat ini.
Setelah sampai pada tumpukan ke lima, ia pun menutup map tersebut. Lalu terdiam sejenak, mengerjap dan membuka lagi.
"I–ini?"
"Ada apa Tuan?" Tanya Andre. Devan pun hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan Andre, mencoba mengingat garis wajah seorang wanita yang ia lihat di map salah seorang pelamar.
Hingga pikirannya pun sampai pada masa-masa orientasi mahasiswa.
##Flashback is on##
"Permisi, minta tanda tangannya kak." Tutur Devan pada seorang wanita yang tengah berdiri sembari mengunyah permen karet.
"Wah... Wah... Si pria cantik, yang tiba-tiba jadi primadona, di hari pertamanya ospek. Rupanya bisa telat juga ya?" Gadis bertubuh langsing itu berkacak pinggang.
"Aku ada urusan tadi. Makanya terlambat," jawab Devan santai, ia bahkan berani menatap mata gadis di hadapannya. Kuni pun terkekeh sejenak.
"Songongnya...? Baiklah, kau benar-benar butuh tanda tangan ku kah?"
"Iya."
"Sebut dulu nama ku dengan benar."
"Aku tidak tau nama mu."
"Kalau begitu ya tidak akan ku kasih."
"Hei... Aku itu harus masuk ke gugus ku."
"Aku tidak peduli. Kau panggil nama ku, dan mintalah tanda tangan dengan sopan. Atau? Ganti dengan cara lain."
"Apa?"
Gadis itu tersenyum sinis, 'hei gadis-gadis alay yang mendadak jadi fans pria ini? Lihat apa yang aku lakukan pada idola mu.' seolah seperti muncul sepasang tanduk di kepalanya, ia pun memiliki pemikiran jahat. "Sini ku bisikan."
"Kenapa tidak langsung kau katakan saja?"
"Kau mau tanda tangan ku tidak?"
"Ck...!" Devan mendekatkan telinganya. Sehingga membuat Kuni semakin tersenyum jahat.
"Belikan aku pembalut wanita." Bisiknya. Mata Devan pun membulat.
"Apa kau sudah gila?" Hentaknya.
"Apanya yang gila, memang ada yang salah."
"Hei Kak! Mana mungkin aku membeli pembalut wanita."
"Ya sudah jika kau menolak. Kau tidak akan bisa masuk ke Gugus mu."
"Issssshhh...!" Dengan kesal Devan pun menuruti. Ia putar haluan dan pergi, baru beberapa langkah ia sudah balik lagi. Membuat gadis yang tadinya tengah terkekeh geli langsung meredam tawanya. "Aku harus beli di mana?"
"Ya ampun... Aku pikir kau paham Belinya di mana? Habis kau langsung melenggang pergi begitu saja."
"Cepat katakan saja di mana?"
"Baiklah...baiklah, belinya di kantin kampus, bilang saja sama ibu kantin. Jika kau butuh pembalut wanita oranye yang bersayap."
"Apa lagi itu bersayap? Kakak mengerjai ku ya?"
"Hei adik tingkat, siapa yang mengerjai mu. Aku berkata sungguh-sungguh. Pembalut wanita itu memiliki beberapa tipe, salah satunya yaitu yang memiliki dua sayap di sisi kanan dan kirinya," jawab Kuni tersenyum jahat. Ia memang sebenarnya tidak begitu suka dengan pria itu.
Mungkin lebih ke iri dan geli ketika banyak dari teman-temannya yang memuji ketampanan anak baru di hadapannya itu.
## flashback is off.
Devan mengingat betapa merah padamnya wajah dia menahan malu saat membeli pembalut wanita, bahkan Kuni meminta Devan membawanya tanpa kantong keresek.
Bisa di bayangkan seorang pria yang tenar di kalangan para gadis harus menenteng sebuah pembalut wanita di tangannya.
"Kau masuk ke kandang ku, rupanya mbak Kunti?" Tertawa jahat. Ia bahkan masih ingat julukan yang ia buat sendiri untuk wanita rubah yang membuatnya geram dulu.
Lantas mencatatkan beberapa hal yang perlu di kerjakan wanita itu, serta denda yang di luar batas normal ketika gadis itu melanggarnya atau bahkan memutuskan untuk keluar dari perusahaan tersebut sebelum masa kontrak itu habis. Ia pun menyerahkan kertas itu pada Andre di sampingnya. "Masukan ini ke dalam surat kontrak kerja milik gadis Bernama Kunia Rahayu."
Andre menerimanya lalu membacanya. Sedikit di buat terkejut saat melihat beberapa catatan itu. "A– anda yakin Tuan?"
"Yakin, aku rasa gadis itu bukan tipikal manusia yang teliti. Jadi masukan saja, buatlah dia bersedia tanda tangan. Oh.... satu lagi, suruhlah Dia kemari, karena aku yang akan mengintreviewnya sendiri." Devan senyum licik. Pembalasannya akan segera di mulai.
"Baiklah Tuan."
"Terakhir. Saya mau Dia datang besok pagi."
"Emmm... Baik Tuan." Andre tidak paham isi dari pikiran Tuannya itu, dan memilih untuk mengiyakan saja. Sementara Devan kini sedang menutup penanya dengan gerakan slow motion.
"Habis kau...!" Tersenyum jahat kemudian sembari menatap lurus ke depan membayangkan wajah pucat Kunia.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
LGI KULIAH BISA NGERJAIIN ADIK TINGKAT, UDH SARJANA MLH JDI WANITA BODOH DN GOBLOK..
2023-10-09
1
Susi Susilawati
Kuni Kuni nasib mu kok apes banget ya ckckckck
2022-03-30
1
Henny Kesumawati
next
2022-02-26
1