Menghitung dentingan jam yang berdetak, Devan bermain dalam pikirannya menyusun rentetan rencana yang akan dia buat di hari pertama gadis itu bekerja.
Senyumnya sesekali tersungging saat menonton tingkah Kuni yang berjalan kesana kemari. Bertanya-tanya pada para karyawan agar mau menunjukkan dimana kantor petinggi yang bisa memberikannya pertolongan atas surat kontrak yang sudah ia tandatangani sendiri.
Ia pun terkekeh saat gadis itu mulai frustrasi, dan mulai menghitung dengan jarinya.
"Sepuluh, sembilan, delapan.... Tiga, dua, sat...?"
Braaaaakkk....! Pintu terbuka dengan kasar, sebuah seringai sinis tersungging di bibir Devano Atala.
Kuni menghela nafas setelah cukup lelah berjalan. Ia menatap dengan bengis pada pria yang tengah duduk menyandar sembari memainkan penanya.
"Apakah kau sudah bertemu seseorang, yang bisa menolong mu?"
Kuni meniup poninya sendiri hingga sedikit tersibak, lalu berjalan dengan perasaan gusar mendekati meja sang kepala personalia.
"Aku butuh penjelasan tentang ini...!"
Taaak.... Gadis itu meletakkan surat kontrak kerjanya di atas meja. "Apakah, Kau benar-benar mau mempekerjakan ku sebagai pengasuh hewan? Hah!!"
"Bukankah sudah jelas tertulis?" jawab Devan.
"Kau punya dendam, 'kan dengan ku? katakan saja!!"
"Mbak Kunti?"
"STOP MEMANGGIL KU KUNTI...! aku punya nama." Suara Kunia serak, dia benar-benar sudah lelah kesana-kemari mencari keadilan. Dan yang ada malahan tatapan aneh orang-orang kepadanya.
"Apakah kau sudah membaca kontrak kerja mu dengan benar? Di sana tertulis, hanya tiga bulan, dan setelah itu tergantung di diriku apakah akan lanjut atau tidak. Bukannya itu tidak lama– lagian hanya mengurus hewan peliharaan. Seharusnya kau senang."
Senang katanya, jika hewan peliharaan mu normal aku akan senang. Seperti kucing Persia atau anak anjing. Ini apa? Segala reptil dia pelihara. Kuni menggaruk kasar kepalanya yang tak gatal.
"Aku tanya sekali lagi. Apa pekerjaan ku hanya untuk merawat peliharaan mu?"
"Ckckck... Sebaiknya kau baca ulang. Di sana tertulis? Selama bekerja, kau hanya berkewajiban mengurus hewan peliharaan ku di kala pagi, itu mengapa kau harus datang enam puluh menit lebih awal dari pada jam kerja mu. Setelah itu kau bekerja dengan normal sebagai karyawan biasa, dan di saat jam pulang, kau punya tugas membacakan buku cerita untuk boy, kucing Alaska ku itu gemar mendengar dongeng."
Kunia terkekeh konyol, pekerjaan yang amat menggelikan selanjutnya adalah membacakan dongeng untuk seekor kucing yang besarnya hampir seperti anak macan.
–kenapa tidak sekalian kau bunuh saja aku, dasar bedebah!!
"Sangat tidak adil, apakah kau benar-benar membayar ku sama dengan para karyawan lain di sini? Sementara pekerjaan ku itu lebih berat karena mempertaruhkan nyawa?"
"Kau benar-benar gadis yang tidak teliti. Baca di bagian ini." Devan membuka lembar kedua lalu mengarahkan mata pena pada sebuah catatan, memberikan lingkaran tebal di sana. "Gaji mu di bulan pertama, ke-dua, dan ke-tiga itu sekitar tiga kali lipat dari karyawan biasa di sini."
Devan mengetuk-ketuk bagian itu, dimana bola hitam di mata Kunia menatap lurus ke nominal yang tertulis di sana. Karena terdapat delapan digit angka.
Woaah... Besar sekali– ia melirik ke arah Devan.
"Bagaimana?"
Kunia berfikir keras, bulan depan adalah Anniversary Dirinya dengan Anwar, ia ingat Anwar menginginkan Tab tipe terbaru, dan dengan gajinya itu kuni bisa membelinya. Anwar pasti semakin jatuh cinta padanya. Gadis itu berdeham.
"Baiklah. Aku terima pekerjaan ini."
"Bagus." Devan mengulurkan tangannya. "Deal?"
"Ya..." Dengan ragu Kunia menjabat tangan Devan. "Deal–"
Devan pun mendekati telinga Kuni "selamat bergabung, dan semoga kau mampu bertahan di sini."
Mata Kunia melebar ia menoleh cepat. Pria itu pun hanya tersenyum tipis lalu meraih tangan Kunia, meletakkan sikat gigi ke tangannya.
"Silahkan mandikan Richie, dan sikat Giginya hingga bersih."
"Richie yang mana?"
"Kandang hitam itu." Devan menunjuk lurus ke arah kandang berisi buaya yang belum begitu besar itu
Gleeek...!
Sial, aku harus memandikan anak buaya. Termasuk menyikat giginya, menyikat gigiku sendiri saja malas. Hiks...
"Kau masih mau diam saja?"
Kuni menoleh, "Di... Dia jinak kan?"
"Emmmm?" Devan pura-pura berfikir. "Terakhir kali yang memandikan dia kehilangan dua ruas jarinya."
"A... Apa? Kau yang benar saja."
"Aku tidak pernah berbohong." Devan menjawab dengan nada meyakinkan, dimana Kuni langsung menelan ludah.
Mati aku...!
"Cepat sana jalan, mandikan Dia....! Richie itu mudah stress jika tidak kunjung di mandikan."
Dasar bedebah menyebalkan. Cih... Aku tidak punya pilihan lain selain menurutinya.
Kuni berjalan ragu-ragu, ia pun berdiri cukup lama di sana. Bingung, bagaimana caranya mengeluarkan anak buaya yang sedang membuka mulutnya itu. Seolah dia tahu, bahwa jari-jarinya yang kurus itu amat renyah untuk di jadikan camilan pagi.
"Semoga Tuhan masih memberikan ku kesempatan hidup saat memandikan mu." Kuni masih berfikir keras bagaimana caranya ia bisa membawa buaya itu ke kamar mandi. Sementara Devan hanya menutup mulutnya dengan kepalan tangan menahan tawanya.
Bodoh... Mati kau! Devan tertawa puas dalam hatinya.
Hingga beberapa menit kemudian, gadis itu turut menjerit saat sang buaya mulai membuka mulutnya kembali saat ia menyiraminya dengan air.
Dan dengan tangannya yang gemetaran, perlahan-lahan ia mulai mendekati giginya itu, mencoba untuk menyikatinya.
"Duhai anak baik, kau buaya jantan yang setia. Menurutlah pada pengasuh mu ya... Cukup buka mulut mu saja nak, dan jangan kau tutup secara tiba-tiba. Jari ku amat tidak enak."
Hiks... Ibu tolong aku. aku takut tidak bisa makan pecel lele buatan ibu lagi dengan tangan cantikku ini. Huwaaaaaa.
Setelah selesai dengan urusan Richie, ia pun memberi makan tiga hewan itu. Memberikannya uap aromaterapi pada mereka sesuai permintaan sang bos. Entahlah sudah benar atau tidak namun baginya ini benar-benar bekerja paling konyol yang pernah ia lakukan. Belum lagi dengan nyanyian Matra yang di tuliskan Devano, bahasa aneh yang tidak pernah ia dengar. Namun dari pada harus membayar denda satu milyar. Biarkan saja menjadi gila untuk beberapa bulan kedepan... Tidak lama, hanya tiga bulan. Ya... Tiga bulan. Begitu terus gumaman hatinya, memberikan semangat
Dan setelah selesai ia berdiri menatap foto angkuh Devano di ruangan itu.
"Ku harap kau di pecat dari sini sebelum masuk satu bulan masa kerja ku." Kuni menatap gusar foto itu, menghujani sumpah serapah pada pria dalam potret tersebut, tanpa ia sadari padahal Devano sendiri lah yang lebih memiliki wewenang di perusahaan itu serta beberapa cabang lainnya setelah jabatannya di ubah menjadi seorang komisaris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
LO GK TAU AZA, TU DEVAN BOSNYA..
2023-10-09
0
Sulaiman Efendy
MASIH MIKIRAN ANWAR, DASAR PERAWAN TUA GOBLOK...
2023-10-09
0
*k🎧ki€*
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-07-08
1