Pagi kembali menyapa. Di hari yang masih temaram ini, Kunia sudah menaiki bus Transjakarta dengan perasaan sedikit khawatir, selayaknya seorang tersangka kekerasan.
Ya... Setelah melakukan aksi berani tadi malam.
Sepertinya nyali Kuni semakin ciut bahkan sudah dibayang-bayangi sosok murka Devano ketika memasuki kantor Diamond's. Salah satu harapannya yaitu ia akan di panggil dan akhirnya di pecat, gadis itu pasti akan melakukan sujud syukur saat itu juga.
Tak lama Kunia menggeleng cepat tatkala pikiran itu terlintas di kepalanya.
Tidak mungkin, si sinting itu melakukan pemecatan. Yang ada aku harus hati-hati, bisa jadi Dia melakukan pembalasan yang jauh lebih berat.
Gadis itu sudah memasuki lobby kantor dengan perasaan campur aduk. Menempelkan ID card ke sebuah mesin absensi. Lalu melangkah kembali menghampiri pintu lift.
Aku sengaja berangkat lebih pagi. Agar urusanku dengan trio animals itu selesai lebih cepat. Dan aku bisa menghindari pertemuanku dengan Devan. Semangat!!
Kuni mengepalkan tangannya di depan dada, sembari mengangguk sekali memberi semangat pada dirinya sendiri.
Tiiiing... Pintu Lift terbuka. Namun bukannya masuk ia malah justru mematung dengan tampang pias. Saat melihat Devan sudah berada di dalam lift itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Sial, sepagi ini aku sudah bertemu dengannya?
"Hei kau?" Devan memanggil dengan suaranya yang datar. Sementara Kuni hanya membalas dengan tatapan malas. "Kenapa tidak masuk?"
"Saya menunggu anda keluar."
"Saya tidak mau keluar."
"Lantas anda ngapain turun ke lantai dasar?"
"Hanya untuk mencoba lift ini, sembari menjemput mu."
"A–apa?"
"Cepat masuk!" Jari telunjuknya yang menghadap keatas bergerak-gerak. Memerintahkan Kunia untuk masuk kedalam Lift.
"Terimakasih, Aku akan naik tangga darurat saja." Kunia melengos pergi.
"Mbak Kunti...!"
Hiiisss... Si sinting ini mau apa sih? sungguh aku merinding dengan julukannya itu.
Kuni menoleh, dan sedikit melangkah mundur saat pria itu berjalan maju sembari mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah benda aneh, yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Kau sekarang memiliki kalung khusus." Devan memasangnya, sebuah kalung yang seperti medali namun di bagian depannya bukanlah perunggu, perak, apalagi emas. Melainkan alat berukuran lumayan sedang dan cukup berat.
"Apa-apaan nih?" Kuni merasa aneh, sementara Devan kembali mengeluarkan sesuatu lagi dari dalam sakunya. Ya ... remote kecil.
"Kau akan tahu apa fungsi kalung mu itu." Pria itu menyunggingkan separuh bibirnya. Lalu menekan salah satu tombol.
Riiiiiiiiing..... Suara nyaring pun keluar, membuat Kuni menutup kedua telinganya.
"HEI...!" teriak Kunia tidak tahan dengan suara bisingnya. Devan pun melepaskan tekanannya. Sehingga suara alarm itu berhenti.
"Itu adalah alarm untuk memanggil mu. Dan kau wajib memakainya, selama di kantor ini."
"Apa? Anda gila atau bagaimana sih? Aku tidak mau!!!" Kuni melepaskan kalung tersebut.
Sraaaakkk.... Devan melemparkan sebuah surat bukti visum, pada Kunia.
"Kau telah melakukan pemukulan pada ku, hingga menimbulkan memar di sini." Ia menunjuk pipinya sendiri.
Cih... Hanya memar sedikit saja, segala pakai visum. Dasar manja! Kuni masih menatap sebal.
"Kalau kau tidak mau menurut? Maka aku akan melaporkan mu, dengan tuduhan penganiayaan." Ancam Devan, yang lantas membuat Kunia tercengang.
"Me–memang bisa begitu? Hanya memar yang sedikit ini, menjadi sebuah kasus penganiayaan? La–lagian secepat itu kau melakukan visum?" Kuni masih berusaha untuk berani menatap pria angkuh di hadapannya. Padahal baru semalam ku tonjok, sudah jadi saja tuh surat?
Devan tersenyum sinis. "Kau meragukan kekuasaan, keluarga Atala?"
Gleeek... Kuni menelan ludah. Benar, aku saat ini tengah berhadapan dengan sang raja rimba di kota ini. Mengerikan sekali tatapan pria itu.
Devan pun meraih kalung yang masih di pegang Kuni itu.
"Kau itu tikus kecil yang sudah ku injak buntutnya. Jadi kau tidak akan bisa kemana-mana apalagi menentang segala aturan yang ku buat." lalu memasangkan lagi, kalung tersebut di leher Kuni. Seolah seperti seekor peliharaan. Devan merasa puas melihat tampang Kunia yang sepertinya semakin gusar padanya. "Cocok, seperti tokoh Spike di serial animasi Kucing biru dan tikus coklat."
Sialan... Dia menyamakan ku dengan anjing bulldog. Tangan Kunia terkepal erat.
"Ingat ya? Aku memantau mu, jika sekali saja ku lihat kau melepaskan kalung mu? Habis kau...!" Devan pun melenggang pergi, sembari geleng-geleng kepala, terkekeh sendiri. Sepertinya tujuannya menjadikan Kunia sebagai alat menghiburnya di kantor itu berhasil. Ia benar-benar terhibur, dan bahkan selalu memiliki ide-ide konyol yang terkadang membuatnya tertawa sendiri.
–––
Selang beberapa jam kemudian. Entah sudah berapa kali alarm itu berbunyi, hingga membuatnya malu sendiri. Belum lagi bentuknya yang dapat mengundang tawa karyawan lain yang melihatnya.
Braaaaakkk... Wanita itu membuka pintu ruangan personalia dengan cara kasar.
"Apa? Apa yang Anda inginkan lagi, hah? Ini sudah ke sepuluh kalinya, aku berlari kesini...!!!" Kunia ngos-ngosan. Karena alarm itu selalu berbunyi, hingga sampai gadis itu bertatap muka dengan Devan.
"Aku kesulitan membuka bungkus Snack. Jadi tolong bukakan." Pria itu menjawab tanpa menatap Kunia, karena sibuk memeriksa laporan yang masuk di layar komputernya.
Jika di ibaratkan seperti Bison. Mungkin sekarang kedua hidungnya sudah mengeluarkan asap dari nafasnya itu. Kunia mendekati dengan hentakan kakinya.
"Membuka bungkusan ringan seperti ini, anda harus menekan tombol alarmnya?"
"Yaapp... karena aku memang kesulitan, jadi cepat bukakan itu."
"Kesulitan? Hanya dengan menarik seperti ini?" Sraaaakkk Kuni membuka kasar bungkusan itu dengan mudah, lalu meletakkannya di sebelah Devan.
"Kenapa di letakkan di sebelah kiri? Aku itu tidak kidal."
"Tangan mu bisa putar kesini kan? Atau pindahkan saja sendiri."
"Kau tidak lihat aku tengah memeriksa laporan kalian. Tangan ku sibuk, jadi pindahkan kesebelah kanan!"
Ingin rasanya Kuni memukul kepala pria yang masih asik dengan pekerjaannya itu.
Namun ia tidak ingin menambah masalah, jadi lebih baik menurut saja. Ia pun memindahkan makanan itu ke sisi kanan.
"Kenapa kau masih di sini?"
"Kali saja kau butuh sesuatu yang lain?"
"Tidak perlu. Sana kembali bekerja." Titahnya yang terkesan lebih tengil dari biasanya.
Andai membunuh orang tidak mengakibatkan ku masuk Bui, sungguh aku benar-benar ingin melakukannya. membunuh pria itu dengan tanganku sendiri. Kuni membayangkan saat ini dia tengah mencekik leher Devan, sembari tertawa puas. Hingga pria itu menoleh.
"Kau masih di sini? Aku sudah tidak membutuhkan mu. Keluar sana, kau membawa aura negatif di sini."
Kuni tak menjawab lagi, Dia hanya berjalan sembari menghentak-hentakkan kakinya di lantai, keluar dari ruangan itu. Sementara Devan kembali menoleh ia tersenyum puas, sembari memasukkan tangannya kedalam bungkusan Snack mengambil beberapa butir cheese ball di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Susi Susilawati
awal nya di jahilin terus ntar lama2 di cintai, hehehe
2022-03-30
2
Henny Kesumawati
🥰
2022-02-26
1
Syahria Ria
bener tuh pasti suatu saat devan akan bucin ke mbk kunti😂😂😂
2022-02-15
1