NovelToon NovelToon
My Hazel Director

My Hazel Director

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Romantis
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: redberry_writes

Ketika Victoria “Vee” Sinclair pindah ke Ashenwood University di tahun terakhirnya, ia hanya ingin belajar dari sutradara legendaris Thomas Hunt dan membuktikan mimpinya. Tapi segalanya berubah saat ia bertemu Tyler Hill, dosen muda yang dingin, sekaligus asisten kepercayaan Thomas.

Tyler tak pernah bermaksud jatuh hati pada mahasiswanya, tapi Vee menyalakan sesuatu dalam dirinya, yaitu keberanian, luka, dan harapan yang dulu ia kira telah padam.

Di antara ruang kelas dan set film, batas profesional perlahan memudar.
Vee belajar bahwa mimpi datang bersama luka, dan cinta tak selalu mudah. Sementara Tyler harus memilih antara kariernya, atau perempuan yang membuatnya hidup kembali.

Sebuah kisah tentang ambisi, mimpi, dan cinta yang menyembuhkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redberry_writes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31 - Semester Baru

Hallo, kalau kalian sudah baca sampai sini, kalian sudah ikuti 1/2 perjalanan Vee dan Tyler dari cerita ini

Terima kasih support nyaa

\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~

Vee

Aku menghabiskan seharian di kamar setelah hari terakhir syuting, mencoba menenangkan pikiranku dari segala hal tentang deadline editing, sound mixing, dan kebisingan emosional yang belum juga reda. Tenang, Vee, kataku pada diri sendiri. Masih ada waktu.

Ethan baru kembali dari liburan semesternya beberapa hari lalu. Seperti biasa, dia langsung jadi penggerak alami di antara kami, mengurus administrasi kampus, pemilihan mata kuliah, dan memastikan semua orang tidak tersesat di sistem akademik Ashenwood yang berbelit. Satu-satunya dari kami yang tidak ikut proyek Ashes of Winter, tapi tetap jadi pengikat di tengah kami semua.

Malam ini seharusnya kami ngumpul di The Tavern, tapi social battery-ku benar-benar habis. Setelah dua bulan penuh maraton syuting, rasanya aku ingin tidur selama seminggu.

Jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam ketika suara gaduh terdengar dari lorong, diikuti ketukan keras di pintu. Chloe muncul lebih dulu, lalu—

“We bring the party here, Vee!” Ethan berdiri di belakangnya, tangan kirinya memegang sekantong besar makanan cepat saji, tangan kanannya mengacungkan dua botol soda.

Aku tertawa. “Apa-apaan ini? The Tavern nggak seru lagi?”

“Liam dan Sophie nggak seru lagi,” jawab Ethan cepat. “Mereka lagi sibuk jadi power couple of the century, jadi kami tinggal aja.”

Chloe menaruh bungkusan di meja berisi nachos, kentang goreng, onion rings. “Jadi kami berpikir, kalau sutradara besar kita ini nggak bisa datang ke pesta… ya kami yang datang padanya.”

Aku tertawa sampai perutku sakit. “Kalian ini bener-bener…”

Ethan menjatuhkan diri ke kursi bean bag di ujung ruangan. “Oke, cerita, ayo. Apa yang ku lewatkan selama dua bulan terakhir? Gosip, drama, semuanya!”

Chloe langsung nyerocos soal proyek mulai dari Thomas Hunt yang legendaris, drama Naomi, Derek yang jadi pahlawan tak terduga. Ethan mendengarkan dengan ekspresi serius yang pura-pura, lalu bertepuk tangan.

“Luar biasa. Aku pergi dua bulan, dan hidup kalian kayak sinetron saja.”

Kami tertawa lagi. Tapi kemudian, dengan gaya khas Ethan, ia mencondongkan tubuh, suaranya lebih pelan.

“Aku juga tahu tentang kamu dan Professor Hill, by the way.”

Tawa langsung menguap. Aku menatapnya. “Aku udah putus,” kataku akhirnya. “Ada gosip yang beredar, dan Thomas Hunt minta kami berpisah dulu… sampai semuanya reda.”

Ethan mengangguk pelan. “Aku tahu.” Tatapannya lembut, tidak menghakimi. “Bukan urusanku, tapi… kamu sadar kan? Berhenti sejenak bukan berarti selesai. Kadang cuma jeda di antara dua babak.”

Aku menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Kamu kebanyakan baca buku motivasi, Ethan.”

“Hey, aku deep sekarang, bukan cuma comic relief,” katanya dengan nada bercanda, membuat Chloe tertawa sampai hampir tersedak kentang goreng.

Setelah tawa mereda, Ethan mengeluarkan tabletnya. “Oke, balik ke urusan dunia nyata. Aku bantu kalian pilih mata kuliah sebelum sistem pendaftaran kampus meledak, seperti biasa.”

Ia menelusuri jadwal di layarnya, lalu menatapku dengan ekspresi yang susah ditebak. “Kamu dan Naomi bakal banyak ketemu semester ini, Vee. Ada tiga kelas bareng dia.”

“Apa?” aku nyaris berteriak.

“Production Management, Visual Storytelling and Cinematic Language, dan Senior Portfolio,” katanya datar, nada tenangnya justru membuatku makin panik. Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan, “Dan… aku baru lihat pembagian pembimbing tugas akhir yang baru keluar sore ini.”

Aku mendekat, mencoba membaca layar di tangannya. Dua nama terpampang jelas.

Lin, Naomi — Directing — Prof. Tyler Hill

Sinclair, Victoria — Directing — Prof. Tyler Hill

Dadaku terasa berat. Chloe yang duduk di sebelahku menatapku, wajahnya menegang.

“Oh no,” gumamnya pelan.

Ethan bersandar santai di kursinya, tersenyum geli melihat ekspresiku. “Yup. Kalian bakal satu bimbingan. Kedua director golden kids Ashenwood di bawah pengawasan professor muda paling sulit sekaligus paling dibicarakan di kampus.” Ia mengambil nachos terakhir di meja, menunjukku dengan sisa remah di jarinya. “Selamat datang kembali ke Ashenwood, Victoria Sinclair. Drama baru semester ini resmi dimulai.”

Kami semua tertawa lagi, tapi tawa itu terasa menggantung di dadaku. Dalam hati, ada sesuatu yang berdenyut halus, campuran takut, gugup, dan rindu yang tak semestinya muncul kembali.

Dan entah kenapa, rasanya aku tahu bahwa jeda di antara dua babak itu… akan segera berakhir.

\~\~\~

Tyler

Aku menatap daftar mahasiswa bimbingan yang baru dibagikan sore tadi. Ada dua nama paling mencolok langsung menarik mataku, yaitu Victoria Sinclair dan Naomi Lin.

Menyatukan dua mahasiswa paling ambisius—dan paling sering bersitegang—di bawah satu dosen pembimbing yang kebetulan juga dosen termuda di departemen adalah langkah yang brilian, kalau tujuannya membuatku gila.

Aku menyandarkan tubuh di kursi, mengusap wajah. Meeting tadi siang dengan Dean Stafford dan seluruh dosen masih bergema di kepalaku. Rapat tiga jam penuh tentang Student Film Festival yang akan diadakan akhir Juni. Lalu disusul rapat jurusan untuk membahas silabus, jadwal, dan—tentu saja—pembagian mahasiswa bimbingan.

Aku tidak sempat berkata banyak saat Dr. Emerson dengan enteng memutuskan,

“Hill, Lin dan Sinclair masuk ke bimbinganmu. Kau pasti lebih mudah mengarahkan mereka. Mereka butuh pembimbing muda yang bisa mengimbangi semangatnya.”

Yang tidak ia tahu, “semangat” itu lebih mirip api. Dan sekarang aku yang ditugaskan menjaga agar mereka tidak saling membakar, atau membakarku.

Setelah rapat, topik berubah ke Thomas Hunt. Dr. Emerson bersikeras meminta kehadirannya kembali di kampus untuk mengajar beberapa kelas.

“Kurang sehat apa? Kudengar dia masih bisa hadir penuh waktu syuting proyek mahasiswa itu,” katanya.

Aku menahan diri untuk tidak menghela napas keras-keras. “Beliau hanya keras kepala,” ujarku. “Setelah itu ia harus bedrest seminggu penuh untuk pulih. Jangan paksa beliau. Ia sudah berbuat lebih dari cukup untuk universitas ini.”

Dr. Emerson hanya mendengus seperti biasa, tidak puas dengan jawaban apa pun yang tidak sesuai logikanya sendiri. Aku hanya bisa menatap meja, berharap rapat itu segera berakhir.

Ketika akhirnya aku bisa meninggalkan ruang dosen menjelang senja, aku merasa seperti keluar dari ruangan tanpa udara. Langit di atas kampus Ashenwood berwarna oranye pudar; cahaya sore menembus kaca jendela gedung film, jatuh ke lantai seperti bayangan samar masa lalu yang tak mau hilang.

Aku kembali membuka daftar bimbingan di ponselku. Mataku berhenti di satu nama yang tidak seharusnya membuat dadaku sesakit ini.

Sinclair, Victoria — Directing — Tyler Hill.

Aku menutup layar. Untuk sesaat, aku hanya duduk di sana, di dalam mobil yang belum juga kunyalakan. Udara di dalamnya berat, seperti ikut menahan sesuatu yang tidak ingin keluar.

Semester ini… akan jadi ujian sesungguhnya. Bukan untuknya. Tapi untukku, untuk sejauh mana aku bisa menahan diri, dan berpura-pura bahwa semua yang pernah terjadi, tidak pernah ada.

\~\~\~

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Abdul Rahman
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
Erinda Pramesti: makasih kak
total 1 replies
laesposadehoseok💅
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
Erinda Pramesti: terima kasih kak ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!