Alana Shaabira Dewantara harus menelan pil pahit tak kala Calvin lebih memilih di jodohkan dengan pilihan orang tuanya daripada bersama Alana.
Ditengah kegalauan Alana, masa lalunya muncul kembali. Teman semasa kecilnya yang dulu Alana cintai sebelum Calvin.
"LEPASIN KAK!" Alana terus menghindari pria masa lalunya itu.
Tangan kokoh seseorang menarik tangan Alana "Jangan sentuh milikku! Alana tunanganku!" Ucap Erlando Agathias dengan gentle.
Seketika itu hati Alana berdesir dia menatap lekat Erlando dan berlindung dibelakangnya. "Tenang ada aku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diam Dan Pergi Menjauh
Alana sudah bangun setelah tidur dua jam saja. Ia mandi dulu lalu ke bawah menemui orang tuanya. "Athar sama Anna mih? Kak Atha pergi juga?" Tanya Alana.
"Athar biasa nginap di rumah om Bas. Anna kan lagi les modeling. Atha masih di kantor." Ucap mamih Aleesya menjabarkan kemana ketiga saudara Alana itu.
Mamih Aleesya sambil memomong bayi mungil itu di tangannya. Lalu Ellea ketiduran di sofa sehabis bermain dengannya. Zena sedang istirahat seusai mengurus baby Shaka.
"Pih, Al mau bicara."
Papih Alarich melirik istrinya dulu. "Boleh sayang."
Alana terpaksa jujur terhadap orang tuanya soal kondisi pernikahannya. Tadinya ia tak ingin cerita. Tapi ia butuh bantuan papihnya sekarang.
Tangan papih Alarich sudah mengepal keras. Mamih Aleesya memegang tangan kokoh suaminya. "Tenang pih, saat Erlan pulang kita juga harus mendengarkan penjelasannya." Celetuk mamih Aleesya.
"Tapi kamu serius Al ingin tinggal di sana sementara? Papih enggak masalah, lalu gimana dengan pekerjaanmu?"
"Al mau resign sementara pih. Al enggak bisa kerja kalau pikiran_" Alana menunduk sambil memegang kepalanya yang pusing.
"Papih mengerti. Mau berangkat malam ini? Juna akan mengantar mu sampai di sana. Papih tidak mau kamu pergi sendirian dalam keadaan seperti ini."
Alana akan di temani Juna, asisten pribadi kakaknya. Ray tak bisa menetap terlalu lama karena ia sudah berkeluarga. Namun Juna bisa sebab ia belum menikah.
"Iya pih. Al mau berangkat sore ini. Al takut mas Erlan pulang cepat." Lirihnya. Orang tua Alana setuju.
Orang tua Alana juga menceritakan bahwa Vino datang memohon pada mereka soal Jessica. "Nanti Alana pikirkan lagi pih."
Alana menyiapkan baju baju yang akan ia bawa. Ia akan menenangkan hati dan pikirannya. Mungkin ia tak akan kembali dulu ke rumah ini. Ia ingin pergi jauh dari hidup Erlan. Entah selamanya atau hanya sementara.
Tangannya mengusap perutnya. Alana sedikit cemas jika nanti dirinya hamil di tengah pelariannya. Namun ia berpikir lagi untuk apa takut. Jika ia harus berpisah, tanpa Erlando pun Alana sanggup merawat anaknya kelak.
"Apa pun yang terjadi...aku harus bisa menghadapi ini semua. Ya Allah kenapa ini terjadi padaku?" Pikiran Alana kalut sekali. Ia bahkan harus resign sementara dari pekerjaannya.
Maya, asistennya Alana terus saja menghubungi dirinya berkali kali. Namun Alana belum mau menjawabnya. Ia benar benar akan menenangkan dirinya dari orang orang di sekitarnya.
TOK TOK TOK
"Kak...!"
Athala baru pulang dari kantor, ketika dibawah orang tua mereka menceritakan soal Alana. "Jadi kamu mau pergi dulu? Kakak temani yah, tapi kakak enggak bisa lama. Sampai kamu aman di sana."
"Enggak usah kak, kasihan kak Zena sama anak anak."
"Kakak di sana tiga hari aja. Kakak enggak tenang lihat kamu seperti ini. Zena pasti mengerti, di sini banyak orang jadi aman."
"Ehm... Alana, benar apa kata mas Atha. Aku enggak apa apa kok. Aku mengerti keadaan kamu."
Zena dari tadi mendengarkan pembicaraan suami dan adik iparnya. Ia sendiri tak masalah, toh dirumah ini ada mertuanya yang sangat menyayanginya.
Alana memeluk kakak iparnya. "Kamu wanita yang kuat. Kamu dulu selalu menguatkan aku. Kamu pasti bisa menghadapi semuanya, serahkan sama Allah yah." Ucap Zena menasihati adik iparnya, ia mengusap ngusap punggung Alana lembut.
"Aku enggak tahu... Aku masih mencintai mas Erlan, tapi dia hiks hiks hiks..." Tangis Alana pecah di pelukan kakak iparnya. Zena pun ikut meneteskan air matanya dan mengelus punggung adik iparnya yang sangat ia sayangi.
"Urusan Erlan biar kakak yang atasi..."
"Jangan kak! Al enggak mau mas Erlan kenapa kenapa. Cukup biar kami nanti yang menyelesaikan. Al cuma mau menenangkan hati aja. Al pasti kembali." Lirih Alana dengan wajah yang menyayat hati.
Athala mendekap erat adik kembarnya yang hanya beda 10 menit itu. "Sssttt udah...nanti mamih sama papih dengar tangisan kamu. Kita makan dulu yah." Athala menghapus air mata adiknya dan merapihkan rambut Alana yang sedikit acak acakan.
"Kamu cantik, kamu berhak dapat yang lebih baik. Aku enggak ikhlas ada yang menyakiti adikku!" Geram Athala.
"Sabar mas, biar Alana tenang dulu." Ucap Zena pelan.
-
-
-
"Berapa jam lagi kita sampai, Mil?" Tanya Erlan yang cemas.
"Sekitar tujuh sampai delapan jam lagi boss." Jawab Emil sambil melihat jam ditangannya.
Selama di pesawat wajah Erlando pucat pasi, ia tak bisa makan sama sekali. Pikirannya hanya tertuju untuk Alana. Dirinya merasa sangat bersalah dan berdosa karena tidak jujur pada istrinya.
Dia tidak bermaksud membohongi Alana. Dia hanya mencari kebenaran tentang mendiang istrinya. Hatinya tak karuan dadanya terasa sesak sekali. Separuh nafasnya pergi dari dirinya.
"Alana...tunggu aku! Aku akan menjelaskan semuanya. Jangan tinggalkan aku sayang. Aku mohon." Lirih Erlando sambil menatap photo Alana di ponselnya.
Erlando mencoba menghubungi istrinya lagi. Kali ini panggilannya tersambung. Cukup lama Alana tak menjawabnya.
"Halo sayang... Kamu dimana?"
"Mau apa lagi? Udah cukup mas bohongi aku! Aku udah pernah bilang kan, kalau mas mencintai aku, lupakan Rania. Tapi kayaknya mas menganggap omongan ku angin lalu." Jawab Alana dengan emosi di sebrang telepon.
"Demi Allah sayang mas mencintai mu. Mas tidak bermaksud membohongi kamu sayang. Tunggu aku pulang." Lirihnya.
"Tidak perlu dan tidak usah! Aku benci mas Erlan."
TUT TUT TUT
"Halo sayang... Ha_"
"Alana...maafkan aku sayang." Lirih Erlando. Air matanya menetes sungguh ia menyesal dengan keadaan ini.
-
-
-
Tubuh Alana merosot setelah mendapat telepon dari sang suami. Ia menangis sesegukan di depan pintu lemari bajunya. Laki laki yang ia cinta telah membohonginya.
Kepalanya sangat pusing sekali Alana berjalan ke kasur sambil berpegangan ke tembok. Lalu duduk bersandar di kasur.
"Al, Ray udah siapin penerbangan kita. Juna udah siap. Ayo." Ucap Athala, ia membawa adiknya dan memakaikan jaket tebal ke Alana.
Alana tak menjawab tubuhnya lemas sekali. Ia ingin segera sampai di negara itu. Kini Alana, Athala dan Juna sudah di perjalanan menuju bandara.
Orang tua Alana mengantarkan anaknya. "Kabari papih dan mamih ya nak."
"Titip Zena sama anak anak ya mih." Ucap Athala.
"Iya sayang hati hati jaga adik kamu."