NovelToon NovelToon
Beauty And The Beast

Beauty And The Beast

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Action / Romantis / Balas Dendam / Nikah Kontrak
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.

Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.

Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.

Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?

Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Beauty and The Beast 28

Di sebuah ruangan dengan nuansa putih, duduk seorang wanita paruh baya, meski terlihat pucat tapi kecantikannya tak hilang di makan usia.

Matanya kosong menatap ke luar jendela, seperti ada yang ia tunggu, tapi entah siapa? Dia adalah Sabrina ibu kandung dari Rafael dan Nirmala.

Diperjalanan

Mobil melaju dengan lambat di jalan raya menuju RSJ, angin sepoi-sepoi masuk lewat kaca yang sedikit terbuka. Rafael memegang setir dengan tegas, matanya sering melirik Nirmala yang duduk disampingnya. Mereka sudah janjian lama untuk mengunjungi setelah berbulan-bulan memikirkan, akhirnya Saga pun mengizinkan mereka pergi.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Rafael pelan. Nirmala mengangguk, tangannya memegang pinggang jaketnya yang tebal.

Rafael hanya menggenggam tangan Nirmala sebentar, seolah memberi semangat pada adiknya itu. Sebelum kembali memfokuskan diri ke jalan.

Sesampainya di RSJ

Mereka memasuki ruangan putih itu, langkahnya terasa berat. Sabrina masih diam mematung di kursinya, mata tetap menatap jendela. Hanya sesekali dia mencuri pandang ke arah pintu, seolah merasakan ada orang yang datang, tapi tidak bisa memahami siapa.

Nirmala berhenti beberapa langkah dari kursi. Rafael berdiri di sebelahnya, keduanya hanya diam, menatap sosok wanita paruh baya yang dulu adalah ibu mereka yang sekarang hanya seorang wanita yang menunggu entah siapa.

Tak terasa airmata Nirmala membasahi pipinya wanita yang melahirkan dia sekarang bernasib malang, entah siapapun pelakunya, Nirmala bertekad akan membuat balasan yang setimpal.

Rafael melirik adiknya, ia pun dengan cepat mengusap airmata yang membanjiri wajahnya. Dia mengangguk seolah bertanya apakah kamu siap? Nirmala mengangguk yakin ini adalah momen yang ia tunggu. Rafael memang sudah bercerita jika Mama sedang tidak baik-baik saja, tapi melihat langsung sosoknya yang sunyi dan kosong membuat hatinya terasa lebih sakit.

Rafael melangkah sedikit ke depan, suaranya lembut tapi jelas. "Bu... Sabrina?"

Sabrina akhirnya memalingkan muka dari jendela, matanya kosong menatap Rafael, lalu bergeser ke Nirmala.

Nirmala semakin tak kuasa menahan tangisnya, tapi ia dengan cepat menghapus airmata nya dengan lengannya.

Sabrina melotot melihat Nirmala, seolah ada amarah yang ia simpan, "Menjauh dari suami ku!" teriak Sabrina.

Nirmala terkejut, Rafael pun dengan cepat memalangkan tangannya sebagai perisai, karena Mamanya langsung maju hendak meraih tubuh Nirmala.

Beruntungnya masih ada pagar besi yang menghalanginya, jika tidak mungkin Sabrina sudah menghajar Nirmala.

Wajah Rafael memang begitu mirip dengan sang ayah, Jovanka. Maka tidak heran jika Sabrina mengira bahwa Rafael adalah suaminya, Nirmala menoleh menatap wajah Rafael.

"Apakah ini wajah Papa?" gumam Nirmala, suaranya lemah dan penuh kaget. Dia baru menyadari mengapa Sabrina bereaksi begitu di mata ibunya, yang ada hanyalah sosok pria yang pernah begitu menyayanginya, bukan anaknya yang sudah tumbuh besar.

Rafael mengangguk perlahan, matanya tetap menatap Sabrina yang masih berteriak di balik pagar besi, tangannya menggenggam palang besi dengan kencang. "Iya... Mama selalu melihat Papa di wajahku," bisiknya, suara tertekan. "Itu sebabnya aku jarang datang sendirian. Sering aku meminta perawat, dokter atau bahkan satpam. Untuk melihat keadaan Mama."

Sabrina masih menggeram, matanya tetap terpaku ke Nirmala. "Dia pencuri! Dia mencuri suami ku!" teriaknya lagi, air mata mulai membanjiri matanya yang penuh amarah. Nirmala merasa hatinya hancur Mamanya tidak mengenal dia, malah menganggap dia musuh. Dia melangkah sedikit ke depan, meskipun kakinya gemetar. "Ma... aku bukan pencuri. Aku... aku adalah anakmu."

Nirmala meraih tangan Sabrina, ia menyalami nya dengan takzim. Sabrina langsung terdiam melihat itu mata yang tadi penuh amarah tiba-tiba jadi tenang, seolah sesuatu yang terpendam di dalamnya merespon sentuhan itu.

Para perawat dan Satpam yang sudah standby di belakang keduanya pun heran, mengapa Sabrina bisa langsung tenang seperti itu. Tak pernah ada orang yang bisa membuatnya tenang hanya dengan satu salam.

"Tolong buka pagarnya," ucap Nirmala, suaranya tegas tapi lembut.

Kening Rafael berkerut, mendengar permintaan adiknya. Ada pagar besi saja Mamanya hendak menghajarnya, apa lagi jika tidak ada? Dia merasa deg-degan, jantung berdebar kencang.

"Kamu yakin?" tanya Rafael, matanya memandang Nirmala dengan khawatir. Nirmala mengangguk yakin, pandangannya tidak melepaskan Sabrina yang masih berdiam, tangan masih terjepit olehnya.

Rafael memberikan aba-aba pada satpam. Satpam itu pun langsung meminta kunci pagar dari seorang perawat yang juga berdiri di sana, wajah perawat juga penuh kekhawatiran. Dengan tangan yang sedikit gemetar, perawat membuka kunci bunyi klik yang terdengar keras di ruangan yang sunyi itu.

Pandangan mata Sabrina mengedar, melihat semuanya, ia pun tersenyum senang.

Nirmala maju perlahan, ia kembali meraih tangan Mamanya mengajaknya duduk di tepian ranjang.

Sabrina menurut, baru saja ia meletakkan bokongnya, secepat kilat Sabrina bangkit ia menjambak rambut panjang Nirmala sampai kepalanya mengikuti gerakan tangannya. Semua langsung menarik lengan Sabrina Rafael menarik tubuh Nirmala dari belakang dengan cepat.

Tangan Sabrina menarik lengan jaket milik Nirmala. Srakkk... Lengan panjang itu sobek dan menampakkan tanda lahir berbentuk kelopak bunga berwarna merah.

Mata Sabrina membelok ke arah tanda lahir itu, lalu membuat sempurna. Ia langsung menutupi mulutnya, seperti orang yang terkejut parah air mata tiba-tiba membanjiri matanya, tapi bukan air mata amarah, melainkan air mata yang penuh keheranan.

Perawat bersiap menyuntikkan obat penenang, tapi dengan cepat Nirmala mencegahnya. "Jangan!" ucapnya sambil memegangi kepalanya yang nyeri, pandangannya tetap menatap Sabrina yang kini berdiam, mata tak beranjak dari tanda lahir di lengannya.

"Kelopak... mawar merah..." bisik Sabrina, suaranya lemah dan bergetar. Dia melangkah perlahan, tangannya melayang perlahan ke arah lengan Nirmala.

"Kamu?" ucapnya terjeda.

Sabrina masih berusaha mengingat tanda yang ada di lengan wanita yang habis ia hajar. Tiba-tiba, dia langsung menjambak rambutnya sendiri, mengamuk dan berteriak tapi suaranya kini bukan amarah, melainkan pilu yang menyayat hati, "Anakku! Di mana anak ku?"

Suaranya memantul di ruangan putih itu, membuat Nirmala semakin menangis, meskipun ia coba menahan. Perawat mendekat ke Rafael, menyarankan lembut, "Pak, sebaiknya Bunda Nirmala pulang dulu ya. Kalau sudah begini, akan sulit menenangkannya tanpa obat penenang."

Rafael mengangguk dengan berat hati. Dia melihat Sabrina yang masih berteriak mencari anaknya, dan Nirmala yang wajahnya penuh kesedihan. Perlahan, ia memegangi kedua lengan Nirmala dan mengajaknya keluar dari kamar Sabrina.

Nirmala berbalik sekali lagi sebelum pintu tertutup melihat ibunya yang masih menggeliat di balik pagar besi, tangan memanggil ke udara. "Mama..." bisiknya, suara tertekan. Rafael menariknya perlahan, mengantarkannya keluar dari RSJ yang sepi dan dingin, sambil membisikkan penenang: "Kita akan datang lagi nanti. Dia sudah merasakan sesuatu, kan?"

Nirmala mengangguk, ia pun menuruti Rafael. Di dalam mobil, keduanya enggan bersuara hanya bunyi mesin dan angin luar yang terdengar, menyelimuti suasana yang sedih. Hingga akhirnya, mobil berhenti di depan mansion milik Saga.

Di depan sana, Saga sudah menunggu. Ia mengenakan kaos hitam polos dengan celana training, seperti baru selesai joging sore. Matanya langsung tertuju ke mobil, wajahnya berubah serius ketika melihat Nirmala yang duduk di dalamnya.

Saga terhenyak melihat Nirmala yang murung setelah keluar dari mobil. Rafael hendak turun dan menjelaskan pada Saga, tapi Saga langsung mencegah dengan melambaikan tangannya seolah dia sudah mengerti segalanya hanya dari pandangan.

Sedangkan Nirmala, yang sudah berdiri di samping Saga, langsung memeluk tubuhnya, kepalanya menempel di dada Saga mencari ketenangan dari aroma maskulin yang ia kenal baik. Saga memeluk kembali Nirmala dengan lembut, sambil tetap memandang Rafael yang berdiri kaku di depan mobil.

"Kamu butuh istirahat? Atau mau bicara sebentar?"

Nirmala hanya mengangguk perlahan, mata masih memandang lantai lengan yang sobek masih terlihat, dan tanda lahirnya yang membuat Sabrina menangis masih terpasang di sana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!