Ibu Dari Anankku

18+ Istri Gelap #26

Oleh Sept

Mungkin Moza terkejut dengan seruan Naga, karena dengan spontan kedua tangannya menutupi dada. Sedangkan Naga, pria itu tersenyum tipis. Kemudian kembali berucap.

“Aku hanya ingin mengolesi salep, jangan berpikir yang bukan-bukan,” terang Naga sembari menatap salep di tangannya. “Apa wajahnya nampak piktor?” Pria ia membatin sendiri. Meski selama ini hidupnya terasa kosong dan hampa, ia baik-baik saja. Waktunya habis tersita untuk kerja dan kerja. Tapi itu dulu, sebelum Moza kembali muncul dan membuatnya merasa terusik.

Moza datang membangkitkan hasrat yang sempat hilang. Pergulatan pertama, tak bisa ia lupa. Sadar atau tidak, ia merindukan sosok yang bisa membuat hangat di atas ranjang.

“Tidak apa-apa, mana salepnya ... biar aku oles sendiri!” Moza mengulurkan tangan, aneh sangat aneh. Ia merasa tidak nyaman bila di dekat Naga. Ada rasa canggung yang terbentang antara dia dan Naga. Tidak ada kata cinta, tapi mereka langsung menikah. Mungkin Moza butuh waktu untuk menyesuaikan dirinya.

“Pipimu memerah, apa kamu malu padaku?”

“Malu? Aku malu? Untuk apa aku malu denganmu?” Moza memasang wajah penuh rasa percaya diri yang tinggi. Tapi jujur, jantungnya serasa memburu.

“Kalau begitu bersikaplah lah biasa, dan untuk tadi ... aku minta maaf!”

Moza terdiam, pria itu pasti meminta maaf untuk istrinya yang sudah mencakar-cakar dirinya. “Tidak apa-apa, hanya goresan kecil.” Moza kembali bersikap tenang. Padahal ia tadi sempat shock parah. Tapi tidak apa-apa. Dari kecil ia sudah hidup terlunta-lunta. Ketika beranjak dewasa ikut Madam, menjalani hidup yang tidak mudah. Serangan Sierra masih bisa ia tahan.

“Bagaimana dengan perutmu? Boleh aku lihat?”

“Aduh!” gumam Moza sangat lirih. Ia jadi sangsi, Naga benar-benar khawatir padanya atau hanya modus belaka? Pikirnya di dalam hati.

“Aku sudah memeriksanya, tidak apa-apa. Dokter kalian yang terbaik, dengan obat-obatan yang terbaik pula. Aku yakin sebentar lagi akan benar-benar pulih.

“Syukurlah!” wajah Naga nampak kecewa, sepertinya ia gagal.

“Bila sudah, aku akan kembali ke kamar.” Moza berdiri, ia akan kembali ke kamar di mana Sendy putri kecilnya sudah terlelap.

“Tidurlah denganku!”

DERRR

Seperti ada petir yang menyambar, Moza membatu di tempat. Mungkin kakinya juga sudah gemetaran. Naga sudah mengaduk-aduk hatinya. Tadi pagi istrinya, sekarang suaminya. Kehadiran dua orang itu benar-benar meresahkan bagi hidup Moza.

“Jika tidak mau, tidak apa-apa. Tidurlah.”

Kecewa karena Moza tak merespon ajakannya, Naga pun berjalan mendahui Moza. Pria itu masuk kamar dan membaringkan tubuhnya dengan lesu. Sepertinya ia akan menjadi pria kesepian selamanya. Apa mungkin ia kena karma? Karena melakukan hal yang sama pada Sierra. Membuat Sierra nganggur, kini ia dianggurin Moza. Karma yang dibayar lunas.

Tok tok tok

Seketika itu juga Naga langsung bangkit dari ranjang, ia kaget tak terkira ketika wajah Moza menyembul dari balik pintu yang sedikit terbuka.

“Boleh aku masuk?”

Bukannya menjawab, Naga malah menelan ludah. Kemudian mengangguk pelan.

“Mau tidur di sini?” tanya Naga dengan nada hati-hati, takut kecewa. Barangkali Moza hanya mau bicara sesuatu pada dirinya.

“Hanya tidur, perutku belum pulih sepenuhya.”

Kata-kata Moza membuat Naga makin kesusahan menelan salivanya. Ia sudah mendapat lampu hijau, tapi berubah jadi kuning. Artinya harus hati-hati.

Dua pengantin baru itu pun berbaring di atas ranjang yang sama, melihat ke atas. Menatap langit-langit kamar.

“Moza apa kau sudah tidur?” tanya Naga sambil melirik ke samping.

“Mana bisa tidur dalam kondisi bahaya seperti ini?” gerutu Moza di dalam hati. “Insomniaku kambuh!” jawab Moza asal. “Kamu sendiri mengapa tidak tidur?” Wanita itu mencoba basa-basi.

“Mungkin AC-nya rusak, aku merasa gerah!”

Naga merasa gerah bukan karena AC yang rusak, mereka sedang di puncak. Suhu di sana sangat rendah, tidak mungkin Naga kepanasan. Bila ia merasakan gerah, mungkin karena hasratnya yang mulai membara. Tidur satu ranjang dengan wanita yang selama ini membuatnya penasaran. Siapa yang tidak terbakar? Naga kalau di dekat Moza akan menjadi pria normal yang perkasa. Tidak percaya? Lihat detik berikutnya.

“Apa yang kamu lakukan?” Moza terhenyak, ia kaget ketika Naga membuka bajunya.

“Lihatlah, bajuku basah sekali!” kelit Naga. Ia masih beralasan bahwa merasa gerah.

“Aneh, di sini padahal sangat dingin. Mengapa ia mandi keringat?” batin Moza.

“Apa kau terganggu bila aku melepas pakaianku?” Naga membetulkan posisinya, kini ia duduk sembari menyandar pada sandaran ranjang. Niatnya mau pamer deretan roti sobek yang ia punya. Semoga Moza terggoda, harapnya.

“Terserah, itu tubuhmu ... mau pakai baju atau tidak itu terserah padamu.”

Moza merutuk dalam hati. “Apa dia sedang menggodaku?” Wanita tersebut tak mau melirik, membayangkan saja membuat Moza bergidik ngeri sendiri.

Merasa Moza tak terpengaruh, api yang sempat tersulut itu pun langsung padam. Naga kembali berbaring, namun kali ini gaya miring. Sengaja ia menghadap Moza. Biar dapat menatap wajah istrinya itu dengan leluasa. Melihat wanita itu dari jarak yang cukup dekat, rupanya membuatnya sedikit merasa ngilu. Tanpa sadar bibirnya mengulas senyum.

Bukan tidak tahu bila ia sedang diperhatikan, Moza sengaja cuek. Bersikap senormal mungkin, meski jantungnya suda memburu tanpa disuruh. Apakah ini yang namanya demam malam pertama? Mendebarkan dan bikin jantung deng-degan.

“Tidurlah, jangan menatapku seperti itu!” Akhirnya Moza tak tahan juga.

“Hanya menatap saja,” ucap Naga dengan suara berat. Bila Moza tidak sakit, mungkin Naga sudah membolak-mbalik tubuh itu. Naga tersenyum getir, mengapa otaknya jadi berpikiran ke mana-mana?

“Kalau seperti ini terus, sepertinya kita hanya akan bergadang!” celetuk Moza.

“Kau mau yang lainnya?”

“Sial!” rutuk Moza yang merasa terpancing. “Ayo kita tidur, ini sangat larut.” Moza menarik selimut, menutupi seluruh tubuh dan juga wajahnya.

Melihat Moza yang dibungkus selimut seperti kepompong, Naga jadi gemas. Dengan berani ia menarik ujung selimut dari kepala Moza, menariknya sedikit, pelan dan perlahan. Ia berhenti saat wajah Moza terlihat sempurna. Tanpa ada apapun yang menghalangi pandangan matanya.

Jantung Moza berdegup cepat, ketika wajah Naga mendekat ke arahnya. “Astaga!” pekik Moza dalam hati ketika Naga mulai semakin dekat. Wajah yang semula tegang itu perlahan melemas, tak kala Naga mencium bibirnya dengan lembut dan dalam. Sebuah ciuman hangat dari pria yang kini menjadi suaminya.

Naga melepas tautan bibir mereka sejenak, memberi jeda untuk bernapas. Kemudian menatap pada mata Moza dengan tatapan ingin. Sayang, wanita itu sedang tidak bisa diapa-apakan. Moza masih cidera. Dan dua mata itu pun masih saling menatap, dengan jantung yang sama-sama bergemuru. Masih ingin lebih, Naga kembali merampas bibir ranum itu.

Naga kira Moza akan dingin dengan apa yang ia lakukan, seperti beberapa waktu lalu. Ternyata istrinya itu tidak menolak. Merasa gayung bersambut, Naga pun mengeluarkan sisi liar yang lama terpendam.

Tanggung, hawa sudah semakin panas. Gejolak jiwa makin berkobar. Masih dalam kondisi bibir saling bertautan. Tangan Naga melepas celana yang ia kenakan. Melempar bendan itu ke sembarang arah. Meraih tombol untuk mematikan lampu. Ruangan pun menjadi gelap seketika. Bersambung. wkwkwk