NovelToon NovelToon
Pernikahan Balas Dendam

Pernikahan Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:282
Nilai: 5
Nama Author: arinnjay

Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Rumah Selamanya ( end kisah Arumi dan Damian)

Mentari pagi menembus celah gorden, menyorot wajah Arumi yang sedang menyiapkan bekal untuk Arsha. Di dapur yang dipenuhi aroma telur dadar dan roti panggang, Damian sibuk mengatur tas kecil Arsha, memastikan semua perlengkapannya siap untuk hari pertamanya di taman kanak-kanak.

“Pensil warnanya udah masuk?” tanya Arumi tanpa menoleh.

“Udah. Buku gambar juga. Tissue basah, botol minum, semuanya lengkap,” jawab Damian sambil cek ulang daftar kecil yang ditempel di kulkas. Tulisan tangan Damian—rapi, penuh coretan cinta dari hari-hari sebelumnya—terlihat penuh perhatian.

Arsha berlari kecil dari kamar, memakai seragam TK pertamanya. Sepatunya masih longgar, dasinya miring, tapi matanya berbinar. “Papa, Mama, aku siap sekolah!”

Damian jongkok dan membetulkan dasi kecil anaknya. “Siap jadi anak pintar?”

Arsha mengangguk. “Siap jadi anak hebat!”

Arumi mencium pipi anaknya pelan. Dalam tatapannya ada haru yang tak bisa disembunyikan. “Kamu bangga, ya?” gumam Damian pelan, berdiri di sampingnya.

Arumi mengangguk. “Bangga... dan takut. Dia tumbuh cepat banget.”

“Dan kita menua bersama dia,” sahut Damian, melingkarkan tangan ke pundaknya. “Tapi itu bukan hal buruk, kan?”

Arumi menyandarkan kepala ke bahu suaminya. “Enggak. Itu indah.”

---

Setelah mengantar Arsha ke sekolah, mereka berdua tidak langsung pulang. Damian mengajak Arumi sarapan di warung kecil favorit mereka waktu pacaran dulu. Tempat itu masih sama—meja kayu yang agak goyang, pelayan tua yang ramah, dan teh manis hangat yang selalu terlalu manis.

“Makan di sini bikin nostalgia, ya?” Damian membuka pembicaraan sambil menuang sambal ke piringnya.

Arumi tersenyum. “Dulu kamu suka ngajak aku ke sini pas habis berantem. Aku kira biar baikan. Ternyata biar kamu hemat.”

Damian tertawa keras. “Wah, ketahuan.”

Mereka makan sambil mengobrol ringan, tertawa sesekali, saling lempar ejekan manja. Tak ada topik berat, tak ada rencana besar. Hanya dua hati yang nyaman dalam kehadiran satu sama lain.

Arumi menatap wajah Damian. Wajah yang dulu penuh amarah, kini tenang dan bijak. “Mas, aku sering mikir… gimana kalau dulu kita nyerah?”

Damian berhenti mengunyah. Ia menatap istrinya lekat-lekat. “Mungkin kita gak akan duduk di sini hari ini. Gak akan punya Arsha. Gak akan tahu rasanya dimaafin, dan memaafkan.”

“Dan gak akan tahu… kalau cinta itu bisa tumbuh dari luka.”

Damian mengangguk. “Cinta kita bukan sempurna. Tapi nyata.”

---

Beberapa hari kemudian, rumah mereka kembali sibuk. Arsha mulai membawa tugas dari TK—gambar-gambar lucu yang ia tempel di kulkas. Aira, adik kecilnya, mulai belajar merangkak. Arumi sibuk belajar soal tumbuh kembang anak, sementara Damian semakin lihai membuat jadwal rumah tangga di antara jam kerja.

Suatu malam, ketika anak-anak sudah tidur, Arumi membuka album foto lama. Ia duduk di lantai ruang tamu, menatap foto-foto pernikahan mereka. Di sebelahnya, Damian datang membawa dua gelas cokelat panas—kebiasaan yang tak pernah hilang sejak dulu.

“Kamu lagi liat apa?” tanyanya sambil duduk.

“Foto-foto kita. Dulu... aku gak yakin pernikahan ini bisa jalan. Kita terlalu rusak.”

Damian mengangguk pelan. “Tapi kita mau diperbaiki. Bukan ditinggalin.”

Arumi menatap matanya. “Kalau kamu bisa balik ke masa lalu, apa kamu akan pilih jalan yang sama?”

Damian tersenyum, menatap langit-langit seperti sedang membayangkan. “Mungkin aku akan lebih cepat bilang ‘maaf’, lebih cepat bilang ‘aku sayang kamu’... Tapi tetap pilih kamu. Selalu.”

Arumi menahan air mata. “Kita bukan pasangan sempurna, ya?”

“Tapi kita pasangan yang bertahan. Dan itu lebih dari cukup.”

Malam itu, mereka tidur berpelukan. Di bawah satu selimut, dua hati yang dulu patah kini menyatu. Tak sempurna, tapi saling melengkapi. Tak mudah, tapi saling menguatkan.

---

Hari demi hari berlalu. Anak-anak tumbuh. Arsha mulai belajar naik sepeda, Aira mulai bisa menyebut “Mama” dan “Papa”. Damian dan Arumi makin terbiasa bekerja sama—tak hanya sebagai pasangan, tapi sebagai tim. Ada lelah, tentu. Tapi juga tawa dan pelukan hangat tiap malam.

Suatu malam, mereka duduk di balkon, seperti malam-malam sebelumnya. Lampu kota berkelap-kelip, udara malam sejuk, dan dunia terasa lebih pelan.

“Kita udah sampai sejauh ini, Mas…” Arumi bergumam.

“Dan kita akan terus jalan,” jawab Damian. “Bareng.”

Mereka saling menggenggam tangan. Tak perlu janji besar, tak perlu drama. Hanya rasa yang tumbuh, hari demi hari.

Akhir bukan berarti selesai. Kadang, itu adalah awal baru—dengan versi terbaik dari diri mereka. Dan di sanalah, kisah Arumi dan Damian berakhir.

Bukan dengan tangisan, tapi dengan kelegaan.

Bukan dengan kepergian, tapi dengan keberanian untuk bertahan.

Karena cinta mereka… adalah rumah.

***

Setahun setelah itu, rumah mereka semakin ramai oleh tawa anak-anak. Arsha masuk SD dan semakin cerewet, sementara Aira tumbuh jadi anak ceria yang suka menari setiap mendengar musik.

Damian memutuskan untuk sedikit mengurangi jam kerjanya demi bisa lebih banyak di rumah. Arumi, perlahan kembali menulis—blog pribadinya yang dulu terbengkalai kini jadi tempatnya menumpahkan cerita tentang menjadi ibu, istri, dan perempuan yang sedang terus bertumbuh.

Salah satu tulisan Arumi bahkan viral, membuatnya diundang ke podcast dan seminar tentang parenting dan healing relationship.

Damian selalu duduk di barisan depan, tepuk tangan paling keras, dan jadi orang pertama yang memeluk Arumi usai acara. “Aku bangga banget,” bisiknya di telinga Arumi setiap kali.

Suatu malam, mereka duduk bersama anak-anak di ruang tengah, menonton film kartun sambil makan popcorn. Aira tidur di pangkuan Arumi, Arsha bersandar ke Damian.

“Mas?” bisik Arumi.

“Hmm?”

“Aku bahagia.”

Damian tersenyum. “Aku juga.”

Dan di tengah peluk hangat keluarga itu, tak ada yang lebih penting dari rasa itu. Bukan tentang rumah besar, bukan tentang pencapaian yang megah, tapi tentang pulang ke hati yang sama setiap hari, dan tahu… bahwa mereka pernah berjuang untuk sampai ke sini.

Karena cinta mereka… bukan hanya bertahan.

Tapi tumbuh.

Selamanya.

...****************...

hikss harus end dlu kisah mereka, bab selanjutnya utk Saka dan Angel ya ikutin terus luvvv🤍

1
Araceli Rodriguez
Ngangenin deh ceritanya.
Cell
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
filzah
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!