Kehidupan seorang balita berusia dua tahun berubah total ketika kecelakaan bus merenggut nyawa kedua orang tuanya. Ia selamat, namun koma dengan tubuh ringkih yang seakan tak punya masa depan. Di tengah rasa kehilangan, muncullah sosok dr. Arini, seorang dokter anak yang telah empat tahun menikah namun belum dikaruniai buah hati. Arini merawat si kecil setiap hari, menatapnya dengan kasih sayang yang lama terpendam, hingga tumbuh rasa cinta seorang ibu.
Ketika balita itu sadar, semua orang tercengang. Pandangannya bukan seperti anak kecil biasa—matanya seakan mengerti dan memahami keadaan. Arini semakin yakin bahwa Tuhan menempatkan gadis kecil itu dalam hidupnya. Dengan restu sang suami dan pamannya yang menjadi kepala rumah sakit, serta setelah memastikan bahwa ia tidak memiliki keluarga lagi, si kecil akhirnya resmi diadopsi oleh keluarga Bagaskara—keluarga terpandang namun tetap rendah hati.
Saat dewasa ia akan di kejar oleh brondong yang begitu mencintainya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Malam turun perlahan di kediaman keluarga Bagaskara. Angin membawa aroma tanah basah setelah hujan sebentar sore tadi. Celin berdiri di balkon lantai dua, menatap jauh ke arah lampu kota yang berkelip. Dari kejauhan, suara jangkrik dan sesekali gonggongan anjing terdengar samar.
Namun pikirannya tidak tenang. Kalimat Cakra di senja tadi masih bergema. “Cuma… pengen Kak Celin nggak jauh dariku.”
Hatinya berdentum tanpa kendali. Ia menutup mata, berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah ucapan spontan dari seorang adik yang terlalu protektif. Tapi mengapa nadanya terasa… begitu nyata?
Tangannya meremas pagar balkon. “Cakra… kenapa harus kamu?” gumamnya lirih.
---
Sementara itu, di kamarnya sendiri, Cakra belum tidur. Ia duduk di kursi belajar, menatap buku-buku pelajaran yang terbuka tapi tak satu pun masuk ke kepalanya. Yang ia ingat hanyalah ekspresi Celin ketika menatapnya sore tadi mata yang kebingungan tapi juga bergetar.
Ia menunduk, menggenggam tangan sendiri. Aku udah terlalu jauh. Tapi kalau aku mundur, siapa yang jaga dia dari Juan?
Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Aksa.
Aksa: Besok gue mau intai Juan. Lo jangan lengah, Cak. Jaga Kak Celin.
Cakra menarik napas dalam. Balasan singkat diketiknya:
Cakra: Siap. Gue nggak akan biarin dia sendirian.
Setelah itu Cakra memiliki pikiran yang luar biasa dia dengan cepat menemui kedua orang tuanya yang sedang bersantai.
"Ma... Pa... Boleh Cakra bicara sebentar?" tanya Cakra pada kedua orang tuanya
"Tentu saja sayang, bicaralah, kenapa mesti izin begitu" jawab sang mama
"Ma... Pa... Apa kalian jadi pergi untuk menjenguk Oma lusa ?" tanya Cakra
"Kenapa apa kamu mau ikut?" tanya sang mama heran
"Tidak ma..." jawab Cakra cepat
"Lalu ?" tanya sang papa heran
"Pa apa bisa papa minta izin pada om Bagas dan Tante Arini untuk menitipkan Cakra ke rumahnya selama papa dan mama pergi?" tanya Cakra
Dan itu membuat sang mama dan papa kaget, karena tidak biasanya sang putra bungsu mereka yang dingin ini mau menginap di rumah orang
"Nak... kamu sakit... Atau kamu kesambet?" tanya mama khawatir
" mama... Aneh aneh saja, Cakra baik baik saja, tolong ya ma pa izinin dan tolong bujuk om Bagas bisa menerima Cakra" ujar Cakra memaksa tidak seperti biasanya membuat kedua orang tuanya saling pandang heran.
"Jujur sama papa ada apa" ujar papa serius. Cakra yang melihat kedua orang tuanya yang ingin jawaban jujur akhirnya Cakra menceritakan tentang Celin dan perasaan Cakra lalu tentang keadaan sekarang. Mama dan papa ternganga mendengar cerita Cakra.
walau mereka sangat kaget dan tidak percaya tapi akhirnya menuruti keinginan putranya yang baru kali ini memiliki keinginan.
Malam itu juga papa Candra dan mama Cantika menghubungi papa Bagas dan mama Arini, dan mereka yang sudah kenal dekat dan bersahabat dekat akhirnya mengizinkan Cakra untuk menginap disana tanpa tau alasan aslinya.
---
Keesokan paginya, suasana kantor Bagaskara tampak sibuk. Celin datang lebih awal, seperti biasa, mengenakan blazer putih gading. Rambutnya diikat rapi, wajahnya menunjukkan wibawa seorang pemimpin muda. Tapi dalam hati, ia membawa kegelisahan yang tak bisa ia ceritakan pada siapa pun.
Saat ia keluar dari lift, beberapa staf memberi salam hormat. Namun matanya justru tertumbuk pada sosok yang tak seharusnya ada di lobi pagi-pagi begini.
Cakra.
Ia berdiri santai di dekat resepsionis, dengan ransel tersampir di bahu. Begitu melihat Celin, ia tersenyum tipis.
“Kak.”
Celin berusaha menjaga ekspresi. “Kamu? Bukannya harusnya udah di sekolah?”
" gurunya rapat jadi pulang cepat. Aska dan juga ikut dan sekarang sedang di ruangannya aku lalu mampir dulu. Mau antar sarapan.” Ia mengangkat kantong kertas berisi roti dan kopi. “Biar Kak Celin nggak lupa makan.”
Beberapa staf melirik dengan tatapan penasaran, bahkan ada yang tersenyum kecil. Celin merasakan pipinya memanas. “Cakra… kamu bikin aku malu.”
Cakra hanya menggeleng, meletakkan kantong itu di meja. “Aku nggak peduli orang lain ngomong apa. Yang penting Kak Celin sehat.”
Kalimat itu membuat jantung Celin berdegup. Ia buru-buru melangkah ke ruang kerjanya, meninggalkan Cakra yang masih berdiri tenang.
---
Sementara itu, di lantai lain, Juan tengah berdiskusi dengan salah satu manajer divisi. Namun pikirannya tidak sepenuhnya fokus. Dari kaca besar yang membatasi ruangan, ia bisa melihat dengan jelas interaksi singkat tadi di lobi.
Matanya menyipit. Senyum tipis muncul. “Anak itu memang berani,” gumamnya. “Tapi terlalu berani juga bisa jadi jalan kehancurannya.”
Juan tahu, Cakra bukan sekadar adik manis. Ada sesuatu di balik tatapan anak itu—perasaan yang seharusnya tidak ada. Dan di situlah ia bisa bermain.
---
Siang itu, Celin duduk di ruangannya, membuka laptop. Namun bukannya fokus pada laporan keuangan, pikirannya justru kembali ke kejadian pagi tadi. Ia menatap roti yang tersisa di meja, belum disentuh.
Tiba-tiba pintu diketuk. Juan masuk dengan senyum khasnya. “Celia, ada waktu sebentar?”
Celin mengangguk, berusaha tenang. “Ada apa?”
Juan duduk, menaruh beberapa berkas. “Ini rencana ekspansi kita ke pasar Asia Tenggara. Saya ingin mendiskusikan lebih lanjut. Tapi sebelumnya… saya ingin minta maaf soal kemarin.”
Celin menatapnya. “Soal bunga itu?”
Juan mengangguk. “Saya tidak bermaksud menyinggung. Hanya ingin memberi tanda hormat. Tapi tampaknya Cakra salah mengartikan.”
Nama itu disebut. Celin refleks menegang.
“Saya paham, dia sangat peduli pada Anda,” lanjut Juan. “Itu bagus. Artinya Anda dikelilingi orang-orang yang tulus. Tapi… Celia, kadang sikap seperti itu bisa jadi hambatan.”
Nada kalimat itu lembut, tapi menusuk. Celin menghela napas. “Cakra masih muda. Dia emosional. Tapi saya yakin dia akan mengerti seiring waktu.”
Juan tersenyum tipis. “Semoga begitu. Karena saya tidak ingin ada salah paham yang merugikan perusahaan ini.”
Kalimat itu terdengar manis, tapi Celin bisa merasakan tekanan halus di baliknya. Ia hanya menjawab dengan anggukan singkat.
---
Di luar ruangan, tanpa mereka sadari, Cakra berdiri di ujung koridor. Matanya menatap pintu tertutup itu, tangan terkepal. Ia tahu Celin sedang bersama Juan.
Rasa tidak nyaman menguasai dadanya. Ia ingin masuk, ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tapi ia juga tahu, itu akan membuat semuanya lebih buruk. Jadi ia hanya menunggu, berdiri tegak seperti bayangan setia.
---
Sore harinya, Celin keluar dari ruang rapat. Matanya sedikit lelah. Ia ingin segera pulang. Tapi begitu sampai di lobi, Cakra sudah ada di sana, bersandar di dinding dengan earphone terpasang.
Begitu melihat Celin, ia melepas earphone. “Aku antar pulang, ya.”
Celin menghela napas. “Cakra, kamu nggak harus selalu ada. Aku bisa sendiri.”
“Tapi aku mau.” Jawabannya sederhana, tapi nadanya mantap.
Celin terdiam. Di dalam hatinya, ia tidak bisa menyangkal bahwa kehadiran Cakra selalu membawa rasa aman meski juga membawa kebingungan.
---
bersambung
cakra msti lbih crdik dong....ga cma mlindungi celin,tp jg nyri tau spa juan sbnrnya....mskpn s kmbar udu nyri tau jg sih....
nmanya jg cnta.....ttp brjuang cakra,kl jdoh ga bkln kmna ko....
kjar celine mskpn cma dgn prhtian kcil,ykin bgt kl klian brjdoh suatu saat nnti.....
ga pa2 sih mskpn beda usia,yg pnting tlus....spa tau bnrn jdoh....
nongol jg nih clon pwangnya celine.....
msih pnggil kk sih,tp bntr lg pnggil ayang....🤭🤭🤭