"KALIAN BERBUAT TIDAK PANTAS DI SINI?"
Kesalahpahaman membuat status keduanya berubah.
Gaby berusia 17 tahun sementara Madava berusia 25 tahun merupakan bodyguard Gaby sendiri.
Keduanya di nikahkan oleh para warga karena kesalahpahaman.
"Kalian harus di nikahkan."
"A-apa, di nikahan?"
......
"Sudah aku bilang kan om, di antara kita tidak ada ikatan apapun atau setatus yang tidak jelas itu. Kejadian satu Minggu lalu lebih baik kita lupakan, dan anggap saja tidak terjadi apapun." Tegas Gaby dengan mata merah menahan amarah dan air mata.
...
Bagaimana Madava dan Gaby menjalankan pernikahan itu? Pernikahan yang tidak mereka inginkan, bahkan ditutupi dari orang tua mereka.
Madava sudah bertunangan sementara Gaby memiliki kekasih yang ternyata sepupu Madava.
.....
AYOOO!! ikuti cerita MY POSESIF BODYGUARD
jangan lupa like komen dan ikuti akun author ☺️
terimakasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tatatu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kapan menikahi Chelsea.
"Shaka." Panggil Madava sambil melangkah masuk kedalam kamar Shaka.
Chelsea yang sedang duduk di kasur memangku tubuh kecil Shaka, langsung melihat ke sumber suara.
Perempuan itu tersenyum dengan air mata yang tak henti mengalir, akhirnya orang yang ia tunggu datang juga.
"Dava." Lirih Chelsea.
"Akhirnya kamu datang juga Dava!" Ucap Dwi.
Dengan langkah lebar Madava mendekati kasur.
Chelsea kembali menatap wajah Shaka.
Degh!!
Mata perempuan itu tiba-tiba membulat, wajahnya menegang seketika.
"Madava, Shaka pingsan." Pekik Chelsea panik.
Mata Shaka terpejam erat, wajahnya semakin memucat seperti tidak ada aliran darah.
"Pingsan?" Ucap Madava dan Dwi secara bersamaan, keduanya tidak kalah terkejut dan panik.
Chelsea mengangguk, menatap Madava dengan wajah khawatir.
"I-iya sayang gimana ini? Aku---aku takut Shaka ninggalin aku, hiks." Chelsea mengeratkan pelukannya di tubuh kecil Shaka, perempuan itu terlihat kalut.
"Apa yang kamu katakan Chelsea. Shaka akan baik-baik saja." Tegas Madava dan mengambil alih tubuh kecil Shaka dari pangkuan Chelsea.
"Kamu siapkan keperluan Shaka, kita pergi ke rumah sakit sekarang."
"I-iya" Dengan tubuh gemetar Chelsea turun dari kasur ingin menyiapkan keperluan Shaka.
Madava berjalan cepat keluar dari kamar sambil menggendong tubuh Shaka di ikuti oleh Dwi.
...****...
Di perjalanan menuju rumah sakit.
Madava fokus menyetir Chelsea duduk di sebelahnya memangku Shaka, sementara Dwi duduk di belakang. Wajah ketiganya terlihat begitu cemas.
Chelsea memeluk erat tubuh Shaka yang terasa begitu panas. Perempuan itu tidak henti menangis memanggil-manggil nama Shaka, berharap sang anak siuman.
"Shaka tidak pernah sakit seperti ini, apa lagi sampai pingsan, hiks." Lirih Chelsea menatap iba anaknya.
Sungguh baru kali ini Shaka sakit parah.
Dwi yang duduk di belakang, menatap Chelsea.
"Nak, kenapa bisa Shaka sakit seperti ini?" Tanya Dwi.
Pasti ada penyebabnya mengapa Shaka bisa sakit parah seperti ini.
Chelsea menggeleng lemah. "A-aku juga tidak tau Bu apa penyebabnya, semalam tiba-tiba saja badannya panas. Dan---" Ucapan Chelsea terhenti, perempuan itu melirik Madava
"Dalam tidurnya Shaka terus memanggil Madava, tidak mau minum obat jika tidak dengan Madava." Lirih Chelsea.
Madava langsung melirik Chelsea. Semalam dirinya berhasil membujuk Shaka minum obat.
"Semalam keadaan Shaka sudah membaik." Ujar Madava.
Chelsea mengangguk membenarkan.
"Iya semalam Shaka sudah membaik, tapi tadi pagi setelah kamu pergi, Shaka kembali demam karena tidak ingin minum obat badannya semakin panas."
Dwi menatap Madava datar. Perempuan paruh baya itu menghela nafas berat.
Merasa kasian dengan Chelsea, seharusnya Madava segera menikahinya. Chelsea pasti kesusahan mengurut Shaka sendiri, apa lagi Shaka sangat dekat dengan Madava.
Anak itu butuh seorang ayah.
"Menurut ibu, kalian harus segera menikah kasian Shaka, untuk apa terus menunda pernikahan?"
Mendengar ucapan Dwi, wajah Madava langsung berubah datar. Sudah biasa Dwi menyuruh mereka untuk segera menikahi.
Chelsea menatap perempuan paruh baya itu dari kaca spion, lalu melirik Madava. Melihat raut wajah datar Madava membuat hati Chelsea mencelos.
Pasti setelah ini Madava akan memberikan banyak alasan untuk menunda pernikahan mereka.
'Sudah lama kita tunangan, tapi Madava belum membicarakan tentang pernikahan, apa mungkin Madava tidak ingin menikahi ku?' Batin Chelsea.
Rasa khawatir itu selalu menghantuinya. Chelsea khawatir Madava tidak akan menikahinya.
'Tapi jika Madava tidak ingin menikahi ku, pertunangan ini tidak akan ada.'
Chelsea menghela nafas berat, menatap cincin yang melingkar di jari manisnya.
Meyakinkan dirinya sendiri, pasti Madava akan menikahinya cepat ataupun lambat. Apa lagi pria ini sangat menyayangi anaknya. Chelsea bisa menggunakan Shaka untuk menjadi alasan agar mereka segera menikah.
"Shaka, butuh seorang ayah Madava. Apa kamu tidak kasian dengannya. Lagi pula untuk apa bertunangan lama-lama? Kamu sudah pantas menikah." Kembali Dwi berucap.
Merasa kesal dengan Madava, karena terus menunduk pernikahan.
Sebelum pertunangan mereka terjadi, Dwi pun selalu mendesak Madava untuk menikahi Chelsea.
Karena tidak ingin terus mendapat desakan dari sang ibu dan juga ingin menghindari pernikahan itu, Madava pun memutuskan untuk bertunangan dengan Chelsea.
Sudah empat bulan mereka bertunangan, terkadang ibunya akan seperti ini, kembali mendesaknya, begitupun dengan Chelsea yang selalu menuntut untuk dinikahi.
"Bu, dalam situasi seperti ini ibu masih memikirkan soal pernikahan? Untuk saat ini kita fokus kepada Shaka."
Ya, Seharusnya mereka fokus dengan kondisi Shaka.
Dwi menghela nafas kasar. Dirinya bukan tidak memikirkan kondisi Shaka, justru seperti ini pun karena Dwi kasian dengan cucunya itu.
Madava saja yang tidak mengerti.
"Ibu nggak mau cucu ibu terus menderita membutuhkan seorang Ayah. Apa kamu lupa dengan janji kamu kepada Hansel, Madava?"
Degh.
Mendengar nama Hansel, Madava langsung terdiam, pikirannya seketika kalut. Ingatannya bergulir ke tiga tahun lalu.
Flashback on.
"Kaka m-mohon jaga Chelsea dan Shaka anak kakak." Ucap seorang pria yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, wajahnya tirus dan pucat, badannya kurus sementara kepalanya di tutupi Ciput berwarna hitam.
"Apa yang kak Hansel katakan? Tentu saja kakak yang akan menjaga mereka, kenapa harus aku? Sebentar lagi kakak akan sembuh."
Madava memalingkan wajah, mengusap sudut matanya yang basah, hatinya sakit melihat keadaan kakaknya yang lemah seperti itu.
Di ruangan itu bukan hanya Madava dan Hansel saja, namun ada Mahendra dan Dwi juga.
Chelsea, wanita itu sedang menggendong balita berumur dua tahun, sedari tadi air matanya tidak henti keluar.
"Mas Hansel---"
Suara Chelsea tercekat di tenggorokan.
Hansel merupakan suami Chelsea kakak kandung Madava, pria itu sakit keras.
Mata Hansel bergulir lemah menatap Chelsea yang berdiri di sisi kanan ranjang sementara Madava dan orangtuanya di sisi kiri.
Dengan mata berkaca-kaca pria itu tersenyum.
"K-kamu jaga anak kita ya, jaga diri baik-baik dan maaf aku ti-tidak bisa menjaga kalian---"
"Tidak. Jangan bicara seperti itu, mas." Sela Chelsea sambil mencekal tangan Hansel.
Perempuan cantik itu menggeleng pelan, air matanya semakin mengalir deras. Apa yang Hansel katakan, tentu mereka akan merawat Shaka bersama-sama.
"Mas akan sembuh. Kita akan merawat Shaka bersama" Lirih Chelsea dengan penuhi harap ketakutan terlihat jelas di matanya.
Hansel tersenyum, dengan lemah menjulurkan tangannya mengelus pipi Chelsea membersihkan air mata di sana.
Sementara itu Dwi menangis di pelukan Mahendra.
Tubuh Hansel semakin terasa lemas. Pria itu menurunkan tangannya dari pipi Chelsea.
Menghela nafas berat dengan mata terpejam, nafasnya terdengar sesak dan berat.
Perlahan Hansel kembali membuka matanya. Menatap Madava dan kedua orangtuanya.
Sebisa mungkin Hansel menahan air mata karena tidak ingin membuat mereka semakin sedih.
"Madava, kakak mohon jaga mereka---" Hansel meriah tangan Madava. "Hanya kamu yang kakak percaya bisa membahagiakan mereka."
Madava mengangguk pelan.
"Saya akan menjaga mereka. Tapi kakak harus sembuh, kita jaga Shaka bersama-sama." Tegas Madava.
Tidak suka melihat kepasrahan sang kakak yang seolah waktunya hanya sampai di detik itu.
Hansel hanya tersenyum.
Nafas pria itu terdengar berat dan dengan perlahan mata Hansel tertutup...
Nitttt nitttt!
Alat yang menghubungkan dengan detak jantung Hansel menyala panjang, membuat mereka semua panik seketika.
Flashback off.
Madava menghela nafas berat matanya memanas, tangannya mencekal erat setir.
Ada tanggung jawab besar dalam hidup Madava, yaitu janjinya kepada sang kakak, untuk membahagiakan Chelsea dan Shaka.
Dengan cara apa Madava membahagiakan mereka? Apa dengan menikahi Chelsea dan menjadi ayah untuk Shaka mereka akan bahagia?
Shaka begitu dekat dengannya dan anak itu menganggapnya sebagai ayah, pun sebaliknya, Madava sudah menganggap Shaka sebagai anaknya sendiri.
"Bagaimana Dava? Kapan kamu akan menikah Chelsea?" Kembali Dwi bertanya meminta keputusan Madava saat ini juga.
Viaa ....
Kalau setelah Di adalah kata kerja, maka disambung, ya, contohnya: dipanggil, dinikahkan, dan didengar.
Sedangkan kalau setelah Di adalah kata benda atau tempat, maka dipisah, contohnya: di meja, di sekolah dan di dapur.
Semangat! Semoga membantu🤗