NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesona Wanita Workaholic

Niat Britania untuk berjalan menuju mobil mendadak urung. Di luar, gerimis berubah menjadi hujan deras yang berlomba-lomba untuk sampai aspal di depan lobi utama. Beberapa kali, suara petir menyambar, membuat Britania sepenuhnya menciut. Ini adalah situasi yang paling Britania benci. Suara hujan yang makin deras, kilatan petir yang terus-menerus membelah langit, dan gemuruh yang menggelegar di langit. Ketakutan yang teramat sangat mulai merayap terus  menyusup menguasai dirinya setiap kali ia berada di cuaca ekstrem begini. Rasanya ia ingin tenggelam ke dasar bumi saja, asal tidak mendengar suara-suara mengerikan itu.

Bri sudah meringkuk di sofa lobi gedung utama, kedua kakinya ditarik mendekat ke dada, dipeluk erat dengan tangan yang sedikit bergetar. Britania mencoba membuat dirinya sekecil mungkin, seolah bisa menghilang dari pandangan siapa pun. Ia tahu ia baru saja berbalik badan meninggalkan Nathan di pintu lift, tapi ia tidak peduli. Ketakutan ini mengambil alih segalanya.

"Are you okay?" 

Pertanyaan bodoh sepanjang masa. Sudah jelas Britania tidak baik-baik saja. Ia bahkan tidak berani mendongak, hanya menggelengkan kepalanya samar, berharap Nathan akan pergi dan membiarkannya sendirian. Ia tidak ingin siapa pun melihat dirinya selemah ini, apalagi Nathan. Wajahnya pasti pucat pasi, matanya mungkin dipenuhi ketakutan yang tak biasa ia tunjukkan.

Langkah kaki Nathan mendekat, ragu-ragu. Britania bisa merasakan hawa dingin mulai memudar saat Nathan memakaikan jas miliknya untuk menyelimuti tubuh kecil Bri. Jas Nathan. Aroma khas mint dan cedarwood perlahan memenuhi indra penciumannya. Nathan mulai memberi tepukan lembut di kedua lengan Britania, jujur itu mulai terasa menenangkan namun juga menambah kecanggungan.

Suara petir yang cukup keras kembali terdengar, kali ini lebih dekat, seolah menyambar tepat di atas gedung. Sontak, Britania menutup telinganya dengan kedua telapak tangan, menekan sekuat tenaga agar suara itu tidak lagi menembus indranya. Tubuhnya bergetar tak terkendali. Ia merasa terjebak dalam perangkap suara dan kilatan itu. Kondisi ini benar-benar menyiksanya, ditambah lagi wajah memalukannya ini harus dilihat oleh Nathan.

Tak disangka, pria di sebelahnya, yang selama ini selalu ia anggap CEO kejam penuh dengan tuntutan, ternyata bisa juga memberikan respons baiknya. Meskipun ragu, Britania merasakan Nathan mencoba menarik tubuhnya yang gemetar ke dalam pelukannya. Tubuh kekar itu terasa hangat dan kokoh, menjadi benteng sementara dari badai di luar. Britania tak ada daya untuk menolak, bahkan tanpa sadar, ia sedikit menyandarkan diri, mencari perlindungan. Pelukan itu bertahan beberapa saat, hingga akhirnya, suara hujan mulai mereda, disusul petir yang perlahan menjauh.

"Terima kasih, Pak Nathan... Maaf..." lirih Britania setelah hujan benar-benar reda. Meski lirih, ia tahu suaranya pasti masih bisa didengar oleh Nathan. Ia berusaha menyingkir dari pelukan itu, tapi Nathan masih mendekapnya, serasa ingin memastikan wanita dalam pelukannya sudah merasa baik-baik saja.

Tangan Nathan terangkat, ibu jarinya menyeka keringat di dahi Britania. Padahal cuaca sedang dingin. "Kamu takut hujan?" suaranya lembut, ada nada kekhawatiran yang asing Britania dengar darinya.

Britania memberanikan diri mendongak sekilas, hanya untuk melihat Nathan yang sudah beranjak mengambilkannya air minum. "Hujan sudah reda, Pak. Saya permisi pulang duluan. Mm, jas bapak saya bawa dulu, ya. Mau saya laundry." Britania berusaha terdengar setenang mungkin, meskipun napasnya masih sedikit memburu.

"Kamu yakin? Apa perlu aku antar...?"

Britania terkesiap. Hah? Ini Pak Nathan? Tidak salah ucap? Dia menyebut "aku" bukan "saya", dan sorot matanya pun sedikit agak berbeda, lebih hangat, lebih manusiawi. Perhatian seperti ini, dari seorang Nathan Adiyaksa, adalah hal yang Britania tidak pernah duga.

"Oh, enggak, Pak. Saya sudah baikan. Hujannya sudah reda, sekali lagi terima kasih, Pak," tolak Britania cepat, buru-buru berdiri. Ia tidak punya keberanian untuk menatapnya lagi. Pasti saat ini kondisinya sangat berantakan, tidak seperti Britania yang biasanya selalu nampak sangat menawan, terkontrol, dan profesional. Ia merasa benar-benar sangat malu saat ini.

***

Hari Senin datang lagi. Rasanya baru kemarin Britania rehat sejenak dari dunia perkantoran. Sekarang, sepagi ini ia sudah melenggang ceria menyapa teman-temannya di sepanjang lobi kantor. Langkahnya ringan, senyumnya terkembang. Sebuah topeng yang ia pakai dengan sempurna. Sangking cerianya, tanpa sadar ada sepasang mata yang memperhatikannya sedang tertawa berjalan bersama teman-teman sejak tadi. Mata itu tak lain milik Nathan.

"Nda, Britania sudah lama kerja di sini?" tanya Nathan pada asistennya, Brianda, namun pandangan matanya tak beralih sedikit pun dari Britania.

"Sudah hampir enam tahun, Nath, dengan masa magangnya. Dia karyawan teladan, andalan sekaligus kesayangan Pak Bos," jawab Brianda mantap. Dia memang masuk hampir bersamaan dengan waktu Britania magang dulu semasa kuliah. Brianda tahu betul Britania adalah salah satu aset berharga perusahaan ini.

"Pak Bos maksudnya? Papah?"

Brianda mengangguk-angguk saja. Mereka berdua memang sudah akrab dan berteman sejak kecil karena orang tua mereka juga bersahabat, jadi tidak susah bagi Brianda untuk menjadi asisten pribadi bosnya itu.

Sudah setengah hari. Britania terus berkutat dengan segudang berkas yang harus ia tandatangani dan ia cek satu per satu sampai menjelang waktunya pulang. Meja kerjanya penuh tumpukan dokumen. Otaknya berputar cepat, menghitung margin, menganalisis risiko, dan memastikan setiap detail sesuai standar yang berlaku di perusahaan. Ia adalah roda penggerak utama di divisinya, dan ia bangga akan hal itu. Bri tidak akan pernah membiarkan sedikit saja kegagalan atau kesalahan dalam setiap perkejaannya.

"Bri, lo minta gue lembur enggak?" tanya Olivia, asistennya, yang sudah siap berkemas untuk pulang. Olivia tahu Britania seringkali lupa waktu jika sudah berhadapan dengan pekerjaan.

"Enggak usah, Liv, aku bentar lagi kelar kok. Kamu balik aja enggak apa-apa," jawab Britania, pandangannya masih fokus pada layar komputer. Ia tahu Olivia sudah bekerja keras hari itu membantunya, jadi ia membiarkannya pulang lebih dulu. Britania bisa mengurus sisanya sendiri. Ia selalu begitu.

"Briii... Dipanggil Pak Nathan sekarang!" Brianda berseru dari pintu ruangannya, tepat setelah Britania hampir menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Nathan seusai makan siang tadi.

Britania menghela napas panjang, kepalanya mendadak terasa berat. Ini sudah melewati jauh jam kerja normalnya, dan bapak CEO itu masih saja menyiksanya dengan berbagai alasan. Ia merasa lelah, tubuhnya sudah menuntut untuk istirahat.

"Ada apa lagi, Ndaaa...? Nyerah aja, deh, aku kayaknya. So tired, Ndaaa... huhu," keluhnya, nadanya bercampur putus asa yang jarang ia tunjukkan. Hanya pada Olivia atau Brianda ia berani mengeluhkan pekerjaan. Brianda hanya meringis  saja, ia pun tidak tahu dengan bossnya yang belakangan sering sekali memberikan pekerjaan tak henti-hentinya pada Britania.

"Gue kurang paham ya Bri, kayaknya emang ada sesuatu yang salah sama otaknya si boss, lo  diminta ke ruangannya sekarang."

Britania menyeret kaki lelahnya menuju  lantai tujuh tempat ruangan Nathan berada. Setelah mengetuk pintu, Bri tak lupa memasang wajah sumringah dan senyum profesional pada Nathan, walau itu terasa terpaksa. Ia tahu ia harus terlihat sempurna, tak peduli betapa lelahnya ia. "Permisi, Pak Nathan. Ada apa, ya...?" tanyanya setelah memasuki ruangannya. Nathan masih menunduk, fokus pada laptopnya.

"Pekerjaan kamu sudah selesai?"

"Tinggal sedikit, Pak, akan saya selesaikan segera," jawab Britania, menjaga nada suaranya tetap formal.

"Bawa ke sini, kamu kerjakan di sini, ya," perintah Nathan, otoriter, seperti biasa. Britania menurut, segera berbalik badan mengambil sisa pekerjaannya dan masuk kembali untuk mengerjakannya di dalam ruangan Nathan. Saat menatap keluar jendela, Britania baru sadar ternyata di luar sedang hujan lebat. Jantungnya mulai berdetak tak beraturan, ia tidak siap kalau harus kembali terlihat buruk di depan Nathan.

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!