Seorang gadis bernama Mentari sagita terpaksa harus menikah dengan seorang duda beranak satu yang seharusnya menjadi kakak iparnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa sang kekasih tepat di hari pernikahannya.
Hantara putra Adipura Sanjaya seorang pengusaha sukses yang terkenal dengan sikap dinginnya terpaksa harus menikahi calon istri adiknya karena sebuah Amanah.
Akankah Gita sanggup mempertahankan rumah tangganya bersama Hantara ??? Apakah Gita bisa kembali membuka hati seorang Hantara yang begitu dingin akibat pengkhianatan di masa lalunya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria dingin
Seketika Gita tersadar dari lamunannya saat mendengar seseorang membuka handle pintu kamar. ternyata ibu mertuanya yang datang.
Nyonya Merina perlahan melangkah mendekati Gita yang sejak tadi masih duduk di depan cermin meja rias. jangan Tanya bagaimana kondisi Gita saat ini, wajah Gadis itu jauh dari kata ceria.
Nyonya Merina nampak berdiri di sisi Gita, perlahan wanita itu memberi nasehat pada Gita. sebenar nyonya Merina jauh lebih sedih dan terpukul dengan kematian putranya yang terbilang tiba tiba, meski begitu nyonya Merina berusaha untuk tegar. mungkin semua ini sudah menjadi takdir putranya. seperti dirinya, Nyonya Merina juga berharap Gita bisa ikhlas serta kuat menghadapi semua ini, karena bagaimanapun saat ini ada hati seorang pria yang harus ia jaga, pria yang sudah sah menjadikan dia menantu di rumah itu.
Nyonya Merina berusaha menampilkan sebuah senyum sebelum meninggalkan kamar itu, mengingat Putranya,Hantara baru saja masuk.
Sebelum benar benar meninggalkan kamar itu Nyonya Merina menepuk pelan pundak putranya, dari tatapan matanya seolah meminta Hantara untuk bersikap baik pada menantunya dan Hantara pun terpaksa mengangguk perlahan.
Suasana kamar nampak hening baik Gita maupun Hantara tak ada yang memulai obrolan. Mungkin karena ini merupakan kali pertama dirinya berada satu kamar dengan seorang pria, sehingga Gita merasa sangat asing bahkan tak nyaman, apalagi mengingat dirinya dan Hantara hanyalah dua orang asing yang terpaksa dipersatukan oleh ikatan pernikahan.
Berbeda dengan Gita yang merasa kurang nyaman, Hantara justru bersikap seolah Gita tak nyata. pria itu dengan santainya meraih sebuah handuk kemudian melengos begitu saja berlalu ke kamar mandi.
Usai dengan aktivitasnya di kamar mandi Hantara keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya. hal itu sontak membuat tubuh Gita segera memalingkan wajahnya ke sembarang arah seraya merapikan pakaiannya yang sebenarnya masih terpasang sempurna menutupi tubuhnya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Jangan terlalu percaya diri saya akan menyentuhmu, lagi pula kamu bukan selera saya." Seraya berjalan menuju almari untuk mengambil pakaiannya Hantara berkata dengan nada dinginnya, seolah bisa membaca apa yang saat ini ada di dalam pikiran gadis itu.
"Sekalipun kamu yang menawarkan diri, tidak akan membuat saya menyentuhmu." lanjut Hantara sebelum memasuki ruang ganti yang juga masih berada di kamar mewah tersebut.
Meskipun merasa dirinya dan Hantara hanyalah dua orang asing yang terpaksa di pertemukan dalam ikatan pernikahan, namun entah mengapa hati Gita merasa terluka saat Hantara mengatakan semua itu.
Selesai mengenakan sebuah kaos berwarna putih dengan di padukan dengan celana puntung, Hantara berlalu begitu saja meninggalkan Gita di kamar. Hantara sibuk menatap layar laptopnya, hingga pria itu tidak menyadari waktu telah menunjukkan pukul enam pagi, ternyata semalam ia tak kembali ke kamar. malam yang seharusnya menjadi malam panjang bagi pasangan pengantin baru, tentunya hanya berlaku bagi pasangan yang saling mencintai.
Saat kembali ke kamar Hantara tak menemukan keberadaan Gita. Hantara keluar dari kamar saat menoleh ke bawah, ternyata gadis itu tengah menyuapi anaknya sarapan. buah hati Hantara dari pernikahannya terdahulu.
"Ayah." Hantara jadi salah tingkah saat pandangan Putrinya mengarah padanya, sebab Gita spontan mengikuti pandangan gadis kecil itu, sebelum kembali memalingkan pandangannya ke arah piring di hadapannya.
Pagi ini Hantara menyaksikan situasi yang sangat jarang, bahkan hampir belum pernah Hantara menyaksikan putrinya tersebut dekat dengan seseorang, apalagi orang yang baru di kenalnya. tadi Hantara Bahkan beberapa kali mengeerjapkan matanya saat menyaksikan pemandangan Gita yang tengah menyuapi putrinya, berpikir mungkin ia sedang salah lihat.
Mungkin sikap dingin Akila turun dari sang ayah, Hantara, tetapi entah mengapa saat Gita menawarkan untuk menyuapi gadis itu, Akila sama sekali tidak menolak padahal keduanya baru saja saling mengenal.
Hantara yang sudah mengenakan stelan jas lengkapnya segera berangkat ke kantor, tanpa menyentuh sedikit pun sarapan yang telah di siapkan oleh Gita sejak pagi tadi. bahkan saat mengecup puncak kepala Putrinya untuk pamit, Hantara tak menganggap keberadaan Gita yang berada tepat di samping Akila.
Nyonya Merina yang tak sengaja melihat pemandangan tersebut mengusap lembut pundak menantunya setelah Hantara melangkah keluar, seolah meminta gadis itu untuk bersabar menghadapi sikap Putranya dan Gita pun perlahan mengangguk.
Gita merasa hatinya sudah berkhianat, sebab tak sanggup mengendalikan hatinya yang terasa nyeri saat Hantara bersikap seperti itu padanya.
"Ibu kenapa??." Gita terkejut saat mendengar Akila memanggilnya dengan sebutan ibu, entah kenapa hati Gita merasakan kehangatan di relung hatinya.
"Akila panggil Tante Gita dengan sebutan apa tadi??." Gita kembali bertanya untuk memastikan jika ia tidak salah dengar.
"Ibu." dengan senyum yang terukir di wajahnya, gadis kecil mengulangi panggilannya pada Gita.
Gita pun tersenyum haru, meski menjadi ibu sambung bukan menjadi impiannya, namun Gita merasa hatinya terasa hangat saat Akila memanggilnya dengan sebutan ibu, terlepas dari bagaimana hubungan dirinya dengan ayah dari gadis kecil itu, bagi Gita, Akila hanyalah seorang anak kecil yang lucu dan menggemaskan bagi setiap mata yang melihatnya.
***
Hantara yang baru beberapa kembali dari Amerika tersebut, meminta semua laporan penting milik perusahaan.
Tiba tiba suara seseorang mengalihkan perhatian Hantara dari layar laptop miliknya.
"Selamat atas pernikahan anda." ternyata suara itu milik Armada, pria yang berprofesi sebagai asisten pribadi sekaligus sahabat Hantara.
Hantara hanya menanggapi ucapan Armada dengan tatapan datar sebelum pria itu kembali menatap ke layar laptop di hadapannya. sebuah tatapan yang sudah hampir tiga tahun belakangan ini selalu menjadi Santapan sehari hari bagi seorang Armada sebagai seorang bawahan dari seorang Hantara putra Adipura Sanjaya.
Sesaat kemudian Armada yang kini berdiri siaga di depan meja kerja Tara, kembali menoleh ke arah Tara yang tengah berkata kata.
"Kami terpaksa menikah, lagi pula aku tidak mencintainya dan tidak akan pernah mencintai gadis itu." ujar Hantara penuh penekanan tanpa menoleh sedikit pun dari layar laptopnya.
"Jangan bicara seperti itu tuan, karena Tuhan itu maha pembolak balik hati manusia. hari ini mungkin anda bisa mengatakan jika anda tidak akan pernah mencintainya, namun siapa yang bisa menebak jika suatu saat nanti anda akan merasakan hal yang sebaiknya!" Armada pun mengangkat kedua bahunya, saat mendapat tatapan tak suka dari Hantara.
"Baiklah, saya tidak akan ikut campur dengan urusan rumah tangga anda tuan." ujar Armada saat raut wajah Tara nampak tak bersahabat usai mendengar kalimat darinya.
"Bagus, lebih baik kamu memang diam." jawab Hantara, bukannya tersinggung dengan kalimat Hantara, Armada malah tersenyum penuh arti. seolah menanti saat di mana pria di hadapannya itu akan bertekuk lutut di hadapan sang istri.
Tidak terasa waktu berlalu, kini waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Hantara pun segera kembali ke rumah, seharian di kantor membuat pria itu begitu merindukan wajah cantik putrinya.
Setibanya di rumah Hantara segera menuju kamar putrinya, di mana saat itu Gita bersama dengan Akila di kamarnya.
Menyadari kedatangan Hantara, Gita segera pamit pada gadis kecil itu kemudian beranjak meninggalkan kamar Akila. Gita tidak mau menganggu kebersamaan ayah dan anak tersebut dengan kehadirannya di tengah tengah keduanya.
Gita kembali ke kamar. baru beberapa saat di kamar Gita mendengar suara seseorang membuka handle pintu kamar, dan benar Hantara yang baru saja membuka pintu kamar.
Dengan gaya dinginnya Hantara melenggang tanpa berniat menyapa, pria itu seolah tidak menganggap Gita ada di dalam kehidupannya.
Tidak di anggap seperti itu tentunya sakit rasanya, begitu juga yang kini tengah di rasakan Gita. menurut gadis itu jika Hantara memang tidak bisa menerima kehadirannya sebagai seorang istri, setidaknya pria itu bisa memperlakukan dirinya layaknya teman.
pdahal alur cerita ny seru loh😁🙏