"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berharap di tengah pengabaian
"Aisyah, di mana Adam?" tanya Ariella memaksakan senyum ramah di wajah angkuhnya.
"Mas Adam lagi berganti pakaian di ruang ganti," ucap Aisyah apa adanya tanpa senyum di wajahnya.
"Apa aku boleh menemuinya?" tanya Ariella masih mempertahankan senyum ramahnya.
Sangat nggak sopan memasuki kamar pria yang sudah beristri. Hm, kalau aku nggak mengizinkannya masuk, yang ada aku yang di usir Mas Adam. Kalau itu terjadi, maka sia-sia usaha dan harga diri yang ku pertaruhkan. Biarkan sajalah dia masuk.
Aisyah menimbang sesaat, lalu memutuskan untuk membiarkan Ariella menemui Adam di dalam kamarnya.
"Baiklah, ayo masuk," ucap Aisyah tersenyum tipis. Ia sangat terpaksa membiarkan Ariella masuk.
Ariella hanya tersenyum tanpa mengatakan apa pun lagi. Ia masuk ke dalam kamar Adam secara perlahan dengan Aisyah yang berada di belakangnya.
Aisyah yang tidak ingin terjadi kesalahpahaman memutuskan untuk tidak menutup pintu. Ia membiarkan pintu kamar Adam terbuka begitu saja.
Di saat keduanya berada di dekat ranjang king size kamar itu, Adam pun keluar dari ruang ganti. Penampilan pria itu terlihat sangat rapi dan maskulin.
Aura penguasanya terlihat. Adam bahkan sangat harum dan tampan. Pria itu menjadi bahan perhatian Aisyah dan Ariella.
"A-ariel?" ucap Adam terkejut melihat kehadiran Ariella.
"Selamat pagi," ucap Ariella dengan senyum penuh semangat.
"Pagi," ucap Adam mengulas senyum tipis.
Saat ini Adam benar-benar terlihat sangat berwibawa dan tegas. Ariella bahkan menatapnya dengan kagum. Aisyah yang memperhatikan interaksi keduanya hanya diam sembari menahan sabar.
"Sudah selesai bersiap-siapnya?" tanya Ariella menatap Adam tanpa memperdulikan Aisyah.
"Sudah," jawab Adam dengan singkat sembari tersenyum kecil.
"Kalau begitu... ayo kita sarapan bersama," ucap Ariella dengan senyum manisnya.
Adam mengangguk setuju tanpa memudarkan senyum kecil di wajah tampannya. Karena mendapatkan persetujuan dari Adam, dengan tidak tahu malunya Ariella langsung merangkul lengan Adam.
Aisyah menatap kedua orang itu tanpa mengatakan apa pun. Adam membalas tatapan Aisyah. Suasana menjadi sedikit canggung, dan Ariella tak membiarkan Adam memikirkan perasaan Aisyah sehingga mengalihkan perhatiannya.
"Ayo Adam, ayo Aisyah," ucap Ariella seperti orang yang tidak merasa bersalah.
Aisyah hanya mengangguk kecil sembari memperhatikan Adam dan Ariella yang sudah berjalan beriringan. Hanya dia yang tersisa di belakang keduanya.
"Huh..." Aisyah menghembuskan nafasnya perlahan sembari menatap punggung kedua orang di depannya sesaat.
Tak ingin terlambat ke ruang makan, Aisyah segera melangkahkan kakinya keluar kamar Adam. Sebelum pergi, ia menutup pintu kamar Adam tanpa menguncinya.
Aisyah menuruni anak tangga satu persatu dengan mata yang sesekali memperhatikan kemesraan kedua orang di depannya.
Mereka seperti suami istri sungguhan. Wanita itu benar-benar tega padaku. Dia mau menyingkirkan ku secara perlahan. Ya Allah... Aisyah sedih.
Aisyah melangkahkan seperti tak bertenaga Semangat paginya tiba-tiba hilang. Hatinya kembali merasa sakit, bahkan matanya kini sudah sedikit berair.
Tak lama berjalan, ketiganya pun tiba di ruang makan. Di sana Ana sudah duduk di kursinya dengan wajah yang menoleh melihat kedatangan mereka.
"Selamat pagi, Ma," sapa Adam menghampiri Ana lalu memberikan kecupan hangat di pipinya.
"Pagi Sayang," jawab Ana tersenyum hangat lalu membalas ciuman Adam.
"Pagi Tante," sapa Ariella dengan senyum ramahnya. Ia mengikuti jejak Adam yang mencium wajah Ana.
"Pagi sayang," jawab Ana menyambut keramahan Ariella.
"Assalamu'alaikum," ucap Aisyah membuat suasana ceria seketika menjadi suram.
Semua orang melirik ke arahnya tanpa tersenyum seperti sebelumnya. Tidak ada yang menjawab salam Aisyah, semuanya hanya sibuk sendiri.
Apa yang kau harapkan Aisyah? Berharaplah hanya kepada Allah saja.
Aisyah merasa canggung dan malu, karena semua orang mengabaikannya. Ana bahkan melirik Aisyah dengan tatapan sinisnya. Wanita paru baya itu tak pernah sekalipun memperlihatkan tatapan hangatnya pada Aisyah. Jika di lihat dari tatapan sendunya, Aisyah seperti berharap di tengah pengabaian.
"Adam, Ariella, ayo duduk, Nak." Ana melirik Adam dan Ariella secara bergantian dengan binar bahagia di wajahnya.
"Baik Tante," ucap Ariella masih tersenyum pada Ana.
Adam tak banyak bicara pagi ini. Dia bersikap tenang namun tetap hangat pada semua orang disekitarnya, walau pun terkadang sikapnya sering membuat Aisyah salah paham dan tersinggung.
"Mbok Ima masak bakwan jagung juga hari ini," ucap Ana tersenyum hangat pada Adam dan Ariella.
Saat Aisyah masih berdiri di tempatnya seakan berat untuk bergabung di meja makan. Perutnya sudah lapar, namun hatinya meyakinkannya untuk tetap diam.
Ariella dan Ana mulai mengambil sarapan paginya lalu menikmatinya dengan tenang. Adam terlihat tak bergerak dengan piring yang masih kosong.
"Hm." Dehem Adam menutup mulutnya sesaat dengan kepalan tangannya. Pria itu menolehkan mata tajamnya melirik Aisyah.
Aisyah yang menunduk dengan jari yang memainkan ujung hijabnya, menolehkan wajahnya menatap Adam. Ariella dan Ana memperhatikan keduanya dengan tatapan datar yang sulit di artikan.
Aisyah dan Adam saling bertatap sejenak, dan seketika Aisyah pun sadar akan satu hal. Ternyata Adam menunggunya untuk mengambilkan makanan.
Apa yang aku lakukan? Harusnya aku memperhatikannya dari tadi!
Aisyah melangkahkan kakinya dengan ragu. Kepalanya masih sedikit menunduk dengan mata yang terus menatap mata tajam Adam.
Sikap Aisyah tak lepas dari perhatian Ana dan Ariella. Kedua wanita itu bingung sekaligus penasaran dengan apa yang akan dilakukan wanita bercadar itu.
Dia mau apa? Sikapnya aneh sekali begitu!
Ana memperhatikan Aisyah dengan tatapan datarnya lalu menyendok sesuap makanan ke dalam mulutnya.
Aisyah sudah berada di samping Adam. Dengan ragu, Aisyah mengambil nasi hangat lalu menuangkannya di piring Adam. Ia juga mengambil bakwan jagung, ayam goreng, dan sup, lalu meletakkannya di piring Adam.
Ariella dan Ana kembali saling lirik seakan tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini. Ariella diam-diam meremas sendok di tangannya dengan kuat.
Kenapa Adam diam saja? Bukankah semalam dia marah pada Aisyah? Dan kenapa tadi pagi Aisyah berada di kamar Adam? Ada apa sebenarnya mereka ini?
Arilla kesal, Marah, dan tak percaya dengan semua yang ia pikirkan. Adam dan Aisyah terlihat seperti mempunyai hubungan yang baik. Hal ini membuat hatinya panas dan cemburu. Harusnya ialah yang berada di posisi Aisyah.
"Mau minum apa, Mas? Kopi, Teh, atau Air putih?" tanya Aisyah meminta pendapat Adam sebab ia khawatir mengambil minuman yang salah untuk Adam.
"Air putih saja," ucap Adam terlihat cuek namun tak marah.
Aisyah hanya menganggukkan kepalanya menanggapi perkataan Adam. Aisyah meraih teko air putih, lalu menuangkan sedikit airnya ke dalam gelas Adam. Wanita itu sangat Berhati-hati agar air tidak mengenai Adam.