Putri Huang Jiayu putri dari kekaisaran Du Huang yang berjuang untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah membunuh keluarganya dengan keji.
Dia harus melindungi adik laki-lakinya Putra Mahkota Huang Jing agar tetap hidup, kehidupan keras yang dia jalani bersama sang adik ketika dalam pelarian membuatnya menjadi wanita kuat yang tidak bisa dianggap remeh.
Bagaimana kelanjutan perjuangan putri Huang Jiayu untuk membalas dendam, yuk ikuti terus kisah lika-liku kehidupan Putri Huang Jiayu.
🌹Hai.. hai.. mami hadir lagi dengan karya baru.
ini bukan cerita sejarah, ini hanya cerita HALU
SEMOGA SUKA ALURNYA..
JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP.
JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR HUJATAN, KARENA AUTHOR HANYA MANUSIA BIASA YANG BANYAK SALAH.
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ELANG YANG KEHILANGAN MANGSA
Di balik topi jerami, mata membara,
Dendam terpendam, bagai naga membara.
Elang mengintai di jalan berdebu,
Nyaris terkuak sandiwara palsu.
Di balik topi, jari-jari melukis huruf,
Sebuah nama di tulis di atas punggung,
Sebagai sebuah jebakan, sebuah akal cerdik.
Sang Elang terbang mengejar bayangannya sendiri.
Meninggalkan mangsa yang nyaris melayang di ujung nyali.
Masuklah ke rimba wahai dua jiwa yang terluka.
Sebelum sang pemburu sadar dan berbalik memburu.
🍎🍎🍎
Jenderal Lan Guo, bagaikan rajawali yang mengintai mangsanya, mendadak menghadang di tengah jalan setapak. Suaranya mengguntur, memecah kesunyian pagi, "Berhenti kalian!"
Dua sosok itu pun terpaku. Gong Lu Yan, di balik topi jerami yang menutupi separuh wajahnya, mengeratkan jari-jarinya.
Darahnya mendidih mengenali suara itu—suara laki-laki yang telah merenggut nyawanya, melemparkan tubuhnya yang bersimbah darah dan tertancap panah ke dalam jurang yang gelap.
Setiap serat ototnya berteriak untuk membalas, tetapi akal sehatnya membelenggu setiap gerakan. Dendam harus disajikan dingin, dengan rencana yang sempurna, bukan dengan emosi yang gegabah.
Wong Rui, dengan kelincahan seorang pemain sandiwara, segera menerjang ke depan sambil membungkuk rendah. "Aaiiyaa, Jenderal Yang Agung, Hamba tak menyangka kehormatan sebesar ini menyapa kami di tengah jalan yang berdebu ini!"
Mata Lan Guo yang tajam tak luput menangkap sorotan mata Gong Lu Yan yang membara dari balik topi, sebuah peringatan yang seolah bisu namun menyala.
Deg!
Jantung Lan Guo berdesir.
Sosok itu... terlalu mirip. Tapi mustahil. Mayatnya sudah hancur dimakan binatang buas di dasar jurang. Pikirannya bergejolak antara logika dan firasat buruk.
Kecurigaan itu sedikit buyar oleh sikap merendah Wong Rui yang begitu meyakinkan.
Sebuah senyum tipis, penuh superioritas, menghias bibir Lan Guo. "Apakah kalian penduduk desa Taiwai?" sorot matanya yang tajam menatap Gong Lu Yan, berusaha menembus topi jerami yang menutupinya.
"Dengan segala hormat, Jenderal yang bijaksana, benar Jendral kami penduduk desa Taiwai" sergah Wong Rui sebelum Gong Lu Yan sempat bergerak.
"Perkenalkan, hamba Lo Dong dan ini adik hamba, Lo Ding," Tangannya menepuk punggung Gong Lu Yan dengan "kekasaran" yang diatur.
"Kami adalah petani dan peternak rendahan. Kebetulan kami mencari pakan ternak di pinggir hutan ini."
Lan Guo yang mendengar ucapan Wong Rui, mengangguk-anggukkan kepala seolah mengerti, namun matanya masih mencoba menembus mata seseorang yang tertutup topi jerami.
"Kalian melihat iring-iringan kereta kuda menuju desa Taiwai?" tanya Lan Guo, suaranya seperti pedang yang hendak menghunus.
"Ooh! Tadi hamba lihat Jendral," Wong Rui mengangguk-angguk dengan bersemangat, seolah ingin menyenangkan hati sang jenderal. "Dua kereta mewah! Rombongannya bilang mereka hendak ke Desa Fanling, menemui majikan mereka."
"Siapa majikan mereka?" gerutu Lan Guo, alisnya berkerut membentuk alur yang dalam.
Wong Rui berpura-pura mengernyit, "Mereka bilang... Yu Meng Qi, atau siapa ya tadi Jendral?" Wong Rui mengetuk-ngetuk dagunya seolah sedang mengingat sesuatu.
Lalu dia menoleh dan mengkonfirmasi dan bertanya kepada adiknya,
"Adik, kau yang dengar lebih jelas, siapa namanya tadi?"
Gong Lu Yan tetap diam, tetapi jari telunjuknya dengan cekatan menulis di punggung Wong Rui. Bukan mengucap, tetapi melukiskan huruf di atas kain: Yu. San. Qi.
"Ah, benar!" seru Wong Rui seolah baru teringat. "Adik hamba yang bisu ini membenarkan. Bukan Yu Meng Qi, Jendral, tapi Yu San Qi! Maaf, hamba yang salah dengar. Telinga hamba sudah berdebu, sepertinya."
Mendengar nama "Yu San Qi", wajah Lan Guo berubah merah padam. Seorang pejabat daerah kecil itu berani merampok kediaman pejabat istana? "Kalau begitu, pergilah!" hardiknya singkat,
Lan Guo sudah tak sabar untuk memburu mangsanya yang baru. Dia memutar kudanya dan memberi isyarat pada pasukannya untuk meneruskan perjalanan dengan tempo yang lebih cepat.
Fiuuuhh!
Desahan lega yang hampir tak terdengar keluar dari mulut Wong Rui setelah pasukan itu menjauh.
Dia menarik lengan Gong Lu Yan yang masih kaku. "Ayo,kita harus masuk lebih dalam ke hutan," bisiknya gusar,
Matanya awas memantau ke belakang. "Sebelum elang itu menyadari bahwa mangsanya sudah menyelinap pergi tepat dari bawah paruhnya, dan kita berubah dari pemburu menjadi yang diburu."
Suasana tegang yang tertinggal setelah rombongan Jendral Lan Guo pergi masih terasa seperti petir di udara yang pengap. Wong Rui menyeka keringat dingin di jidatnya dengan lengan baju yang kasar.
"Wah, hampir saja nyawa ini melayang karena kau, Yan!" desis Wong Rui pada Gong Lu Yan,
Gong Lu Yan masih memandang tajam ke arah debu yang ditinggalkan pasukan kuda. "Matamu tadi membara seperti ingin memanggang hidup-hidup si Jendral bangsat itu! Untung dia terlalu sibuk mengunyah kebenciannya sendiri pada Yu San Qi."
Gong Lu Yan hanya menggeram rendah, tangannya mengepal erat. "Dia masih menghirup udara yang sama denganku. Itu adalah sebuah penghinaan." Suaranya parau, berisi bayangan kematiannya sendiri.
"Ya, ya, nanti saja kau pancung kepalanya ketika kita sudah punya pasukan, bukan cuma dua orang dengan celana compang-camping dan cuma modal nekat!" balas Wong Rui, menarik topi jerami Gong Lu Yan hingga menutupi matanya.
"Sudaah, jangan kau lihat lagi, ayo kita bergegas! Sebelum si Jendral yang otaknya sebesar kacang itu menyadari bahwa 'Lo Dong dan Lo Ding' adalah dua nama terburuk yang pernah aku buat!"
Mereka berdua melesat masuk ke dalam hutan, meninggalkan jalan setapak dan menuju kedalaman di mana bayangan pohon-pohon besar menyambut mereka.
SREEEKKKK!!
Keduanya langsung waspada saat mendengar itu....
( Bersambung....)
🌹 Hai... hai... Sayangnya mami🤗
Hayooo kira-kira suara apa yang barusan di dengar Gong Lu Yan dan Wong Rui?
Ikuti terus ceritanya ya....
JANGAN LUPA KASIH LIKE & KOMEN DI SETIAP BAB, VOTE SERTA HADIAH JUGA YAAA...
TERIMA KASIH SAYANGKU🥰🥰