NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13. PENYIKSAAN TUAN BRAM

Tuan Bram melangkah masuk bersama sekretarisnya, Bams. Keduanya menuju meja yang tak jauh dari posisi Kania dan Melli.

Udara dalam restoran seketika berubah dengan kemunculan kedua sosok menakutkan itu.

Tak lama, seorang pelayan muncul. Dengan langkahnya ragu, menyodorkan daftar menu di atas meja.

Sekretaris Bams, yang berdiri di samping Tuan Bram, sedikit menunduk mengambil secarik kertas bersama pulpen. Dengan tenang, ia menorehkan tinta di atasnya, lalu meletakkannya kembali di meja. Pelayan segera mengambil kertas itu dan bergegas pergi.

Dari arah pintu muncul sosok perempuan cantik berjalan santai mendekati meja tuan bram. Sekretaris Bams menarik kursi sedikit ke belakang, mempersilakan perempuan itu untuk duduk.

Perempuan itu tanpa ragu meraih tangan Tuan Bram, jemarinya menggenggam erat seolah tak ingin melepas. Senyum tipis terbit di wajah Tuan Bram, jelas sekali ia tak keberatan menerima perlakuan itu.

Tidak cukup sampai di situ, perempuan itu semakin melancarkan aksinya menggeser kursinya hingga posisi mereka saling berdampingan. Mencium pipi tuan Bram lalu menyandarkan kepalanya di punggung pria tampan itu.

Pandangan Kania dan Melli tak beranjak dari keduanya. Rasa jijik membuncah di benak mereka. Bagaimana mungkin orang terpandang seperti Tuan Bram mempertontonkan hal menjijikkan itu di depan umum.

"Aku kira dia pria terhormat! Ternyata sama saja dengan om-om hidung belang tak tahu malu! Perempuan yang nanti jadi istrinya pasti tiap hari makan hati. Sudah kejam, tukang selingkuh pula, benar-benar menjijikkan!" omel Melli tanpa henti.

Kania membisu, hatinya berdegup kencang. Setiap kata yang keluar dari mulut Melli menusuknya, membuatnya ingin berteriak dan berkata, akulah perempuan itu.

Pesanan mereka tiba. Kania hanya menyentuh makanan sekadarnya, lidahnya terasa kelu, pikirannya masih terhantui pemandangan Tuan Bram bercumbu mesra bersama perempuan itu.

Beda halnya dengan Melli, gadis itu menikmati setiap suapan dengan lahap. Baginya, kesempatan makan di restoran semahal ini tak datang dua kali.

Saking asiknya menyantap makan, tanpa sadar seorang pria seumuran mereka datang menghampiri.

"Kania… kamu Kania, kan?” ucap sang pria, seperti tak percaya pada penglihatannya sendiri.

"Roby!" seru Kania berdiri dan menggenggam tangan pria itu dengan penuh kegembiraan, membuat seisi restoran, termasuk Tuan Bram, menoleh Ke arah mereka.

Kania mempersilakan Roby duduk, lalu memperkenalkannya kepada Melli. Percakapan pun mengalir hangat, membawa mereka menelusuri kenangan masa sekolah dulu, tawa, cerita, dan wajah-wajah lama perlahan kembali terbayang.

Roby tak henti mencuri pandang pada Kania. Dari sorot matanya, jelas terlihat bahwa ia menyukai Kania.

Di tengah keseriusan perbincangan mereka, Melli meminta izin pada Kania untuk pergi ke kamar kecil.

Melli melangkah terburu-buru seolah ada sesuatu yang mengejarnya. Tanpa sempat memperhatikan petunjuk di pintu, Melli menerobos masuk.

Teriakan Melli melengking, seakan langit runtuh di kepalanya. Dengan emosi yang meluap, Melli menghujani pria yang ada di dalam sana dengan tas kecilnya. Pria itu bergerak cepat, menangkap dan menahan kedua tangan Melli. Sorot matanya tajam. Menatap Melli.

Melli terhenti, napasnya memburu. Dalam sekejap, ingatan lama menyeruak, dia tidak lupa dengan pria yang dulu menabrak sepeda motornya hingga masuk kedalam got.

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

Melli buru-buru memalingkan wajah. Malu melihat apa yang seharusnya ia tak lihat.

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa kamu tidak lihat petunjuk yang ada disana?” bentak balik pria yang tak lain sekertaris Bams sambil menaikan resleting celananya.

Wajah Melli langsung memerah. Baru ia sadar, kamar yang ia dimasuki ternyata kamar khusus pria.

Melli bergegas pergi dan menghilang di balik dinding.

Saat kembali, Robby sudah tidak ada. Kania bilang, Robby ada pekerjaan mendadak yang harus dia kerjakan dan berjanji akan mengajak mereka berdua ke suatu tempat yang masih dirahasiakan.

Setelah menyelesaikan pembayaran, mereka melangkah pergi, meninggalkan perempuan yang terus menggelayut manja di sisi Tuan Bram.

Kania tak langsung kembali ke mansion. Ia memilih membawa Melli berkeliling kota, membuang semua beban yang selama ini menghimpit dadanya.

Sepanjang hari mereka menelusuri sudut-sudut ibu kota, dari pusat perbelanjaan, bioskop yang dipenuhi aroma popcorn, hingga taman hiburan yang penuh tawa anak-anak.

Waktu berlalu begitu cepat, hingga tanpa sadar jarum jam sudah menunjuk pukul empat sore. Kania meminta Melli mengantarnya pulang, khawatir kalau Tuan Bram tiba di rumah lebih dulu darinya.

Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di depan gerbang mansion. Kania melangkah masuk, sementara Melli meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya.

Apa yang Kania takutkan benar terjadi. Mobil Tuan Bram sudah terparkir di garasi. Kania mempercepat langkah, seakan kakinya tak menyentuh lantai.

Kani yakin, kali ini tuan Bram pasti marah besar padanya. Di depan pintu kamar Kania terpaku menarik nafas dalam-dalam memberanikan diri mengetuk pintu.

Pelan sekali Kania memutar gagang pintu dan mendorongnya. Sebelum melanjutkan langkahnya, Kania menutup pintu terlebih dulu.

Tuan Bram, seperti biasa, acuh tak Acuh, sibuk dengan laptop di meja kerjanya.

“Hari ini sudah berapa jantan yang menjadi korbanmu?” suaranya dingin, penuh sindiran yang menusuk hati

Langkah Kania seketika terhenti, ucapan tuan Bram benar-benar menyayat harga dinya. Wajah memerah menahan amarah. Dengan mengumpulkan keberanian Kania mangkat wajahnya. Tatapannya tajam bak pisau belati bermata dua.

“Tuan,” suara kania bergetar bergetar hebat “Anda boleh menyiksaku, memperlakukanku seperti hewan, tapi jangan pernah, sekalipun, menghina harga diriku. Mungkin kata-kata itu lebih pantas Anda tujukan pada diri sendiri. Berapa banyak betina yang Sudah jadi korban dalam permainan kotor Anda selama ini."

Amara tuan Bram, meledak. Ia bangkit dari kursi, dengan kedua tangan besinya mencekik leher Kania tanpa ampun. Kuku-kukunya yang tajam seperti cakar binatang merobek kulit lembut gadis itu, meninggalkan luka berdarah yang menetes perlahan.

Nafas Kania tercekat, sesak hingga hampir putus, Air menetes dari kedua sudut matanya. Kedua kakinya terangkat, hanya ujung jari yang menempel di lantai sebagai tumpuan. Mengejutkan, Kania tak menjerit seperti biasa, ia malah tersenyum seolah menantang tuan Bram agar terus menyiksanya.

Mendengar nafas Kania yang putus-putus dan pandangannya mulai redup, Tuan Bram akhirnya melepaskan cengkeramannya. Kania jatuh tersungkur ke lantai, menghirup udara panjang, berusaha mengisi rongga paru-parunya yang sesak.

Tuan Bram membanting benda di sekitarnya dan bergegas pergi meninggalkan Kania yang berjuang antara hidup dan mati.

Mobil tuan Bram melaju kencang, menembus hiruk-pikuk ibu kota yang penuh sesak. Di balik kemudi, hatinya bergejolak tak menentu, tangan gemetar, sesekali meremas dan mengacak rambutnya yang kini kusut tak beraturan. Beberapa kali mobilnya hampir menyerempet pengendara lain, namun tuan Bram tak peduli. Dengan napas memburu, ia terus menekan gas, seolah melarikan diri dari bayang-bayang gelap yang terus menghantuinya.

Tuan Bram berhenti di hamparan pasir putih yang luas, pandangannya tertuju pada lautan yang membentang tanpa batas di depan mata. Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya, merapikan rambutnya yang tertiup angin laut.

Setelah perasaannya mulai reda, Tuan Bram kembali. membuka pintu kamar, masuk lalu menutupnya.

Kania masih terkulai diatas lantai dengan posisi sama seperti saat tuan Bram meninggalkannya.

Tuan Bram mendekat dan memeriksa denyut jantung dan keningnya.

"Astaga, suhu badanya panas sekali."

Dengan cepat tuan Bram mengangkat Kania ke pembaringan.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!