3 tahun menikah, Yusuf selalu bersikap dingin terhadap Hazel.
namun saat Hazel memutuskan untuk pergi, Yusuf seperti orang gila mengejar cinta sang istri mati-matian.
Ikuti kisahnya hingga akhir ya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia pasti datang
"Tuan, anda baik-baik saja?" tanya Tyo dengan wajah gusarnya.
Jam sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari saat Tyo mendapat kabar tentang tuan Yusuf yang mengalami kecelakaan tunggal.
Tyo langsung meluncur ke rumah sakit saat itu juga demi memastikan keadaan sang tuan baik-baik saja.
Walaupun Yusuf bos yang banyak maunya, tapi Yusuf adalah bos yang baik. Tak jarang Yusuf memberikan banyak bonus untuk para bawahannya termasuk Tyo.
Tyo tidak mau kehilangan bos seperti tuan Yusuf.
"Apanya yang baik? Kau tidak lihat leherku hampir patah begini! Kenapa kau baru datang? Darimana saja kau?!" hardik Yusuf.
Walaupun leher Yusuf terpasang gips, tapi suara teriakan pria itu masih tetap lantang. Menggema diseisi ruangan bercat serba putih itu.
"Maaf tuan, ibu saya tidak mengizinkan saya keluar rumah setelah lewat tengah malam. Jadi saya harus membujuk beliau dulu." Tyo memberi alasan.
"Ck. Apa ibumu pikir kau ini gadis perawan yang tidak boleh keluar malam?!" bibir Yusuf mencebik.
"Maaf tuan," kepala Tyo tertunduk, tak kuasa membalas tatapan tajam tuan Yusuf.
Tyo tetap meminta maaf walaupun dirinya tidak sepenuhnya bersalah. Yusuf memang menghubunginya di luar jam kerja.
"Kali ini akan aku maafkan, tapi tidak untuk lain kali. Kau harus ada setiap aku membutuhkanmu!" ucapan Yusuf tak bisa dibantah.
"Baik tuan." Tyo hanya bisa menghela nafas dalam.
"Tuan, kenapa anda hanya sendirian? Dimana nyonya Hazel?" Netra Tyo berorasi mengitari seisi ruangan, namun sosok yang ia cari tak bisa ia temukan.
"Hazel sedang tidak enak badan, jadi aku tidak mau mengganggu istirahatnya." Yusuf terpaksa berdusta, mana mungkin Yusuf mengatakan pada Tyo kalau tidak ada satupun telepon darinya yang diangkat oleh Hazel sejak pertengkaran di depan rumah Ara beberapa saat yang lalu. Bisa turun wibawanya nanti.
"Besok pagi hubungi istriku dan katakan kalau aku mengalami kecelakaan." titah Yusuf sebelum Tyo bertanya lebih banyak lagi.
"Baik tuan." patuh Tyo.
***
***
Netra Yusuf menatap plafon rumah sakit, namun dalam bayangannya ia sedang menatap wajah sang istri.
"Kenapa aku terus memikirkan Hazel? Apa mungkin aku mulai jatuh cinta padanya? Tidak mungkin aku jatuh cinta pada Hazel! Jelas-jelas dia sudah mengkhianatiku!" Yusuf menepis pikiran itu jauh-jauh.
Namun sekuat apapun Yusuf menepisnya, perasaan itu malah terasa semakin nyata. Selama 3 tahun pernikahan. Yusuf terbiasa dicintai oleh Hazel, ia tidak terima jika posisinya di hati sang istri kini telah digantikan oleh orang lain.
"Ini tidak bisa dibiarkan!"
Yusuf tidak bisa menunggu sampai pagi hanya untuk bisa bertatap langsung dengan sang istri.
"Tyo, bangun!" Yusuf mengguncang tubuh sang asisten yang terlelap di sofa yang ada di ruangan rawat inapnya.
Tyo mengerjapkan matanya, pria itu segera terjaga begitu melihat Yusuf berdiri di sebelahnya.
"Ada apa tuan? Kenapa anda terbangun? Apa ada yang sakit?" tanya Tyo beruntun.
"Aku bosan berada di rumah sakit ini, cepat hubungi istriku dan minta dia menemaniku." pinta Yusuf.
"Tapi ini masih larut tuan, kemungkinan besar nyonya masih tertidur."
Jam baru menunjukan pukul 3 pagi ketika Yusuf menbangunkan Tyo.
"Aku bilang hubungi ya hubungi!" perintah Yusuf tidak untuk dibantah.
"Baik tuan." patuh Tyo meski dalam hatinya merutuki sang atasan.
Pria itu segera menghubungi nyonya Hazel untuk memberitahukan tentang kondisi tuan Yusuf.
Namun setelah cukup lama menunggu, nyonya Hazel tak kunjung mengangkat telepon darinya.
"Tidak diangkat tuan. Bagaimana kalau hubungi menggunakan ponsel anda saja." saran Tyo.
"Tidak bisa, ponselku kehabisan daya dan aku tidak membawa chargernya. Pakai ponselmu saja!"
Yusuf sangat tahu kalau Hazel masih marah padanya, mana mungkin mau mengangkat telepon darinya.
"Baik tuan."
Tyo terus berusaha menghubungi Hazel, namun hasilnya tetaplah nihil.
***
Keesokan paginya. Hazel terbangun karna mendengar ponselnya terus bergetar.
"Siapa yang menghubungiku sepagi ini? Mengganggu sekali!"
Ada ratusan panggilan tak terjawab dari Yusuf dan asistennya.
"Ck, mas Yusuf tahu aku tidak akan mengangkat telepon darinya. Karna itu dia menyuruh Tyo untuk menghubungiku. Gigih sekali usahanya untuk menggangguku!" bibir Hazel mencebik.
"Halo!" suara Hazel terdengar malas.
"Nyonya, akhirnya anda mengangkat telepon juga." terdengar suara helaan nafas panjang di seberang sana.
"Memangnya ada apa?" dahi Hazel mengkerut.
"Tuan Yusuf mengalami kecelakaan mobil nyonya." beritahu Tyo di seberang sana.
"Benarkah? Apa kondisinya kritis?" tanya Hazel dengan sedikit cemas.
"Tidak nyonya, hanya lehernya saja yang patah." beritahu Tyo apa adanya.
"Oh, hanya patah leher saja. Aku pikir lukanya parah." Hazel menghela nafas lega.
"Nyonya, bisa anda datang ke rumah sakit untuk menemani tuan Yusuf. Dia terus mencari anda sejak semalam." bujuk Tyo.
"Tyo, aku sedang sibuk sekarang, kau saja yang menjaga mas Yusuf selama dia sakit. Ingat jangan hubungi aku lagi kecuali ada hal yang benar-benar penting." ucap Hazel.
Setelah itu terdengar bunyi tut tut tut tanda sambungan telepon telah terputus.
***
"Apa katanya? Apa dia mengkhawatirkan aku? Apa Hazel akan langsung ke rumah sakit untuk melihat keadaanku?" tanya Yusuf penuh harap.
Tyo menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Nyonya bilang jangan menghubungi dia kalau tidak ada hal yang penting." Tyo mengulangi kata-kata nyonya Hazel.
"Tidak mungkin. Hazel tidak sungguh-sungguh mengatakan semua itu. Dia hanya sedang bercanda saja kan? Aku sangat yakin kalau Hazel sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit dengan perasaan cemas untuk mengunjungiku sekarang." yakin Yusuf.
Yusuf kembali terbayang ketika dirinya terserang flu, saat itu Hazel menjaganya semalaman hingga tidak istirahat.
"Aku yakin Hazel sangat mengkhawatirkan aku, dia pasti sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk mengunjungiku. Dia pasti datang." Yusuf terus mengulangi kata-kata tersebut seperti sedang merapalkan mantra.
Bersambung