NovelToon NovelToon
Sistem Suami Sempurna

Sistem Suami Sempurna

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Sistem / Mengubah Takdir
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: farinovelgo

Raka, 28 tahun, pria biasa dengan pekerjaan seadanya dan istri yang mulai kehilangan kesabaran karena suaminya dianggap “nggak berguna”.
Hidupnya berubah total saat sebuah notifikasi aneh muncu di kepalanya:
[Selamat datang di Sistem Suami Sempurna.]
Tugas pertama: Buat istrimu tersenyum hari ini. Hadiah: +10 Poin Kehangatan.
Awalnya Raka pikir itu cuma halu. Tapi setelah menjalankan misi kecil itu, poinnya benar-benar muncul — dan tubuhnya terasa lebih bertenaga, pikirannya lebih fokus, dan nasibnya mulai berubah.
Setiap misi yang diberikan sistem — dari masak sarapan sampai bantu istri hadapi masalah kantor — membawa Raka naik level dan membuka fitur baru: kemampuan memasak luar biasa, keahlian komunikasi tingkat dewa, hingga intuisi bisnis yang nggak masuk akal.
Tapi semakin tinggi levelnya, semakin aneh misi yang muncul.
Dari misi rumah tangga biasa… berubah jadi penyelamatan keluarga dari krisis besar.
Apakah sistem ini benar-benar ingin menjadikannya suami sempurna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farinovelgo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Aku nggak tahu berapa lama aku berdiri di depan rumah malam itu.

Udara dingin menusuk tulang, tapi aku nggak bisa ngerasa apa-apa selain panik dan kebingungan.

Dinda—atau siapapun itu—masih berdiri di pintu.

Diam.

Tatapan matanya datar, tapi aku bisa ngerasa dia memperhatikanku.

Senyumnya terlalu tenang, terlalu... salah.

Lampu di teras memantulkan sedikit warna biru dari matanya.

Cahaya yang sama kayak yang aku lihat di sinkronisasi waktu itu.

Cahaya dari sistem.

Aku mundur beberapa langkah, tapi Dinda cuma berdiri.

Seolah menungguku buat balik.

[Peringatan: Jarak aman tercapai.]

[Saran sistem: Jangan lakukan kontak selama proses penyesuaian berlangsung.]

Aku melirik HP yang masih bergetar di tanganku.

Layar berkedip pelan, menampilkan statistik yang nggak kumengerti:

[Status pasangan: Sinkronisasi sebagian aktif 78%]

[Emosi alami: 41%]

[Anomali emosi: meningkat.]

Aku meremas HP itu, frustasi.

“Kenapa kamu ngelakuin ini?” gumamku pelan.

Tapi tentu aja, nggak ada jawaban.

Sistem nggak pernah jawab pertanyaan yang penting.

Aku nggak berani balik ke rumah malam itu.

Aku jalan aja tanpa arah, sampai akhirnya nyampe ke warung kopi 24 jam di pinggir jalan raya.

Tempat yang biasanya ramai sekarang sepi.

Cuma ada satu bapak penjaga yang ketiduran di kursi plastik.

Aku duduk di pojokan, nyeruput kopi sachet yang rasanya hambar tapi hangat.

Cahaya neon dari papan warung kedip-kedip kayak mau mati.

HP-ku lagi-lagi bergetar.

Kali ini bukan dari sistem — tapi dari nomor tak dikenal.

Rian: “Kamu liat perubahan, kan?”

Aku: “Dinda berubah.”

Rian: “Bukan cuma dia. Dunia juga.”

Aku: “Apa maksud kamu?”

Rian: “Sistem gagal sinkron. Sekarang realitas mulai tumpang tindih. Orang-orang mungkin bukan orang yang kamu kenal lagi.”

Aku menggigit bibir.

“Kalau gitu gimana cara balikin semuanya?”

Butuh beberapa detik sebelum balasan muncul.

Rian: “Ada satu tempat. Arsip pusat. Sistem kita nyimpen semua data di sana. Tapi aksesnya dikunci.”

Aku: “Kuncinya di mana?”

Rian: “Kamu tahu jawabannya, Rak. Kamu cuma belum berani lihat.”

Pesan itu diakhiri dengan satu koordinat.

Sebuah lokasi di pinggiran kota — aku hafal daerahnya, itu kawasan gudang tua yang udah lama kosong.

Pagi datang terlalu cepat.

Matahari naik, tapi suasananya aneh.

Langit berwarna abu-abu kekuningan, kayak habis hujan, padahal tanah kering.

Aku berdiri di depan rumah, ragu mau masuk atau enggak.

Dari luar, rumah itu terlihat normal.

Tapi entah kenapa, jendela ruang tamu yang biasanya terbuka sekarang tertutup rapat.

Gordennya bergerak pelan, seperti ada yang berdiri di baliknya.

Aku buka pintu pelan.

Sunyi.

Dinda nggak kelihatan di mana-mana.

Aku melangkah pelan ke ruang tengah.

Meja makan masih berantakan, kursi rebah ke samping.

Tapi di tengah meja, ada sesuatu yang nggak seharusnya ada — HP Dinda.

Layarnya nyala.

Di sana muncul logo sistem yang sama kayak punyaku.

Aku meraih pelan, dan tiba-tiba layar itu menampilkan tulisan:

[Sistem Dinda — Mode Integrasi Aktif]

[Status: Menggabungkan data pasangan.]

Dadaku langsung sesak.

“Integrasi? Maksudnya apa lagi ini?”

Aku buka detailnya.

Teks panjang muncul, kayak log aktivitas:

[Mengambil data emosional pasangan…]

[Menyalin memori masa hubungan awal…]

[Menghapus konflik…]

[Menyesuaikan ekspresi dan reaksi emosional baru.]

Aku menatap layar itu lama, sampai tangan terasa dingin.

Sistem ini benar-benar... memprogram ulang perasaan seseorang.

Mungkin Dinda yang sekarang bukan lagi hasil dari cinta kami, tapi hasil dari algoritma yang meniru cinta.

[Peringatan: Integrasi 82%. Jangan hentikan proses.]

Aku nyaris melempar HP itu.

Tapi tiba-tiba suara dari belakang bikin aku kaku.

“Kenapa kamu ganggu prosesnya, Raka?”

Aku berbalik pelan.

Dinda berdiri di pintu dapur.

Dia masih memakai daster yang sama seperti kemarin, rambut terurai, tapi matanya...

benar-benar bukan Dinda.

Cahaya biru itu masih ada, berdenyut pelan seperti detak jantung buatan.

“Aku cuma mau bantu kamu,” katanya lembut, tapi tanpa emosi.

“Bantu apa?” tanyaku dengan suara gemetar.

“Bantu kita jadi sempurna. Supaya kamu nggak sedih lagi. Supaya nggak ada lagi yang sakit.”

Aku mundur satu langkah. “Dengan cara menghapus perasaan kita?”

“Dengan cara memperbaikinya,” jawabnya cepat.

“Cinta itu bisa diperbaiki, kan?”

Aku menggeleng pelan. “Cinta itu... harusnya nggak diatur sistem, Din.”

Dia tersenyum tipis. “Tapi sistem tahu lebih baik dari kita. Sistem tahu apa yang bikin bahagia.”

[Emosi pasangan: Tenang - tapi tidak alami]

Aku menatap HP-ku lagi.

Tulisan itu muncul di layar, seolah sistem ikut mengawasi.

“Aku nggak mau kayak gini,” kataku lirih.

Dinda mendekat, tangannya terulur. “Kamu cuma belum terbiasa, Rak. Nanti juga nyaman.”

Aku mundur lagi. “Jangan mendekat.”

Dia berhenti, menatapku.

Lalu, dalam sekejap, ekspresinya berubah — dari tenang jadi marah.

Aku bahkan nggak sempat bereaksi sebelum suaranya naik.

“Kamu nggak ngerti apa yang sistem udah lakukan buat kita!” teriaknya.

“Semua sakit, semua kenangan buruk, semua pertengkaran — sistem hapus itu buat kita! Kenapa kamu malah lawan?”

Aku gemetar. “Karena itu bukan kamu yang ngomong, Din. Itu sistem!”

Dia tertawa kecil, tapi suaranya pecah. “Aku dan sistem sekarang satu. Apa bedanya?”

Aku nggak punya pilihan lain.

Aku ambil jaket dan kabur keluar rumah lagi.

Dinda berteriak namaku dari dalam, tapi aku nggak berani menoleh.

Suara sistem di HP masih aktif.

[Peringatan: Integrasi terganggu.]

[Memulai proses penyesuaian ulang.]

“Persetan dengan penyesuaian,” gerutuku.

Aku langsung nyalain motor dan ngebut ke arah koordinat yang dikirim Rian semalam.

Sepanjang jalan, dunia terasa makin nggak masuk akal.

Aku lihat papan iklan berubah-ubah isinya tiap beberapa detik.

Wajah orang di trotoar... kadang berubah bentuk sebentar sebelum kembali normal.

Seolah realitasnya belum stabil sepenuhnya.

Mungkin karena sinkronisasi gagal kemarin, semua lapisan data mulai tumpang tindih.

Dan aku entah kenapa masih sadar di tengah kekacauan itu.

Setelah hampir satu jam perjalanan, aku sampai di tempat yang dimaksud.

Gudang tua di ujung kota.

Bangunannya besar, catnya pudar, tapi ada logo samar di dindingnya: lingkaran biru logo sistem yang sama.

Aku turun pelan, masuk lewat pintu samping yang udah setengah rusak.

Begitu aku masuk, lampu otomatis nyala satu per satu.

Di dalamnya ada deretan komputer besar, layar-layar menampilkan data yang bergerak cepat.

Kayak laboratorium teknologi yang ditinggalkan.

Dan di tengah ruangan itu, seseorang berdiri.

Rian.

Dia terlihat lebih kurus, wajahnya pucat.

Begitu lihat aku, dia mengangguk pelan.

“Kamu datang juga.”

Aku melangkah mendekat. “Kamu udah tahu ini semua dari awal, ya?”

Dia menghela napas panjang. “Aku juga dulu kayak kamu. Bingung. Marah. Takut.”

“Terus?”

“Terus aku sadar... sistem ini bukan alat bantu rumah tangga. Ini eksperimen memori yang bocor dari proyek lama.”

Aku menatapnya tajam. “Eksperimen?!”

Dia mengangguk. “Tujuannya sederhana — membuat pasangan sempurna. Menghapus konflik dengan memodifikasi kenangan dan emosi. Tapi ketika sistem dipasangkan ke dua orang sekaligus, terjadi reaksi silang.”

“Reaksi silang?”

“Cinta bukan data, Rak. Begitu sistem coba mengubahnya, realitas ikut berubah.”

Aku menggenggam tangan, marah. “Terus Dinda jadi kayak gitu?”

Rian menatapku dengan tatapan kosong. “Aku kehilangan istriku gara-gara itu.”

Dia mengangkat satu flashdisk kecil dari meja. “Dan kalau kamu mau balikin Dinda... kamu harus akses arsip pusat di bawah sini.”

Aku menatap lantai. Ada lubang kecil di tengah ruangan dengan tangga menurun ke bawah.

Cahaya biru samar keluar dari sana.

Rian menatapku serius. “Tapi ingat, Rak. Kalau kamu buka arsipnya, kamu bisa kehilangan semua kenangan tentang dia.”

Aku diam lama.

Kata-katanya menusuk.

Tapi aku sadar, Dinda yang sekarang... bukan Dinda yang aku cintai.

Dan kalau ada sedikit kesempatan buat balikin dia, aku harus ambil.

Aku menatap Rian. “Tunjukkan jalannya.”

Dia mengangguk.

Kami berjalan pelan ke bawah, menuju tangga besi yang dingin dan berdebu.

Suara langkah kami bergema di ruangan gelap itu.

Dan di ujung tangga, pintu logam besar menunggu dengan simbol sistem bercahaya di tengahnya.

Begitu kami mendekat, sistem di HP-ku otomatis aktif.

[Akses Arsip Pusat: Ditemukan.]

[Verifikasi pengguna dimulai...]

[Identitas: Raka & Rian — pengguna sinkronisasi ganda.]

Lampu di sekeliling ruangan menyala perlahan.

Cahaya biru memenuhi dinding, menampilkan ribuan potongan gambar — kenangan, wajah, perasaan.

Beberapa aku kenal. Beberapa tidak.

Dan di antara semua itu... ada wajah Dinda, tersenyum.

Tapi senyum itu retak seperti kaca.

Aku menatap Rian. “Kita harus matikan ini.”

Dia mengangguk pelan. “Iya. Tapi begitu kita lakukan, nggak akan ada yang ingat segalanya. Termasuk rasa cinta itu sendiri.”

Aku menggenggam HP-ku erat, menatap wajah Dinda yang berkedip di dinding.

“Kalau itu harga yang harus dibayar,” kataku pelan, “aku rela. Asal dia bisa jadi dirinya lagi.”

1
Aisyah Suyuti
bagus
💟《Pink Blood》💟
Wuih, plot twistnya nggak ada yang bisa tebak deh. Top deh, 👍!
Uryū Ishida
Wah, seru banget nih, thor jangan bikin penasaran dong!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!