Kematian Winarsih sungguh sangat tragis, siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan wanita itu?
Gas baca!
Jangan lupa follow Mak Othor, biar tak ketinggalan updatenya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKW Bab 10
Pagi ini bi Tuti memasak sampai banyak menu masakan, padahal yang makan hanya bi Tuti, Bagas dan juga Wati. Ada nasi putih dengan lauk ikan asin, tumis kangkung, tempe goreng, pepes tahu dan juga sambel kentang ati ampela.
Bagas sampai merasa heran dibuatnya, karena biasanya kalau untuk sarapan pagi, Bagas hanya sarapan segala susu dan roti, atau nasi goreng ceplok telur. Dia tak pernah makan banyak, makan nasi goreng pun hanya sedikit saja.
"Bi, kok tumben masaknya banyak? Suami Bibi mau datang ya?" tanya Bagas.
"Nggak, Pak Bagas. Suami saya katanya ke sininya Minggu depan, ini sengaja saya siapkan untuk Neng Wati."
Bagas merasa heran mendengar apa yang dikatakan oleh bi Tuti, wanita itu bukan merupakan kerabat dari Wati, tetapi sikapnya dirasa begitu baik terhadap wanita itu.
Saat Wati bangun untuk salat Subuh saja, bi Tuti membawakan mukena dan juga daster baru untuk wanita itu pakai. Ini pertama kalinya Bagas melihat wanita itu begitu baik terhadap wanita yang dianggap asing.
Bahkan, bi Tuti membuatkan teh hangat dan juga goreng ubi seperti tadi malam. Bi Tuti berkata takut kalau Wati kelaparan, karena tadi malam pasti terbangun beberapa kali untuk memberikan susu kepada Cantik.
"Memangnya Wati suka?"
Selama Wati bekerja di toko sembako miliknya, wanita itu tidak pernah membeli makanan di luar. Wati sering membawa bekal dari rumah, tetapi dia tidak pernah menanyakan makanan apa yang dibawa oleh wanita itu.
"Suka, Pak Bagas. Ini semua makanan kesukaan Wati," jawab Bi Tuti.
"Loh, kok Bibi tau kalau ini makanan kesukaan Wati?"
Setahunya bi Tuti tidak mengobrol sama sekali dengan Wati, karena bi Tuti sibuk di dapur. Sedangkan Wati sibuk mengurus anaknya, anak itu begitu manja sekali kepada Wati. Sudah seperti kepada ibunya sendiri.
"Eh? Anu, Pak Bagas. Maksudnya Bibi hanya menebak-nebak saja," ralat Bi Tuti.
"Oh, tapi saya gak mau makan ini. Bisa buatkan saya nasi goreng gak?"
"BIsa, Pak. Bisa banget," ujar Bi Tuti dengan cepat.
Bi Tuti dengan cepat membuatkan nasi goreng untuk Bagas, setelah selesai dia langsung memberikannya kepada Bagas. Bagas tentunya langsung memakannya, setelah itu dia menghampiri Wati yang sedang menjemur putrinya di belakang rumah.
"Kamu masih mau kerja di toko atau mau mengurus anak saya saja?"
Wati merasa kaget mendengar apa yang dipertanyakan oleh Bagas, dia memang menyukai Cantik, tetapi kalau bekerja di rumah Bagas untuk mengasuh putri pria itu, pastinya dia tidak akan pulang dan pastinya akan rindu terhadap kedua orang tuanya.
"Tapi, Pak. Kalau saya jaga anak Bapak, saya nggak bakalan bisa ketemu dengan kedua orang tua saya tiap hari dong?"
Bagas terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Wati, tidak lama kemudian dia kembali bersuara.
"Kamu boleh membawa anak saya pulang ke rumah kamu kalau siang hari, atau saat saya pergi ke toko bisa sekalian anter kamu ke rumah kamu itu. Sore saya jemput, malemnya kamu tidur dengan anak saya. Bagaimana?"
"Ehm! Tapi--"
"Upahnya saya tambah, tidurnya berdua di kamar anak saya. Kamu tenang saja, kalau kamu bisa mengurus anak saya dengan baik, saya pasti akan memperlakukan kamu dengan baik dan memberikan upah yang besar."
Wati merasa kalau ini adalah kesempatan langka, bisa bertemu dengan kedua orang tuanya setiap hari sambil mengurus anak. Upahnya besar lagi, pasti kedua orang tuanya akan senang.
"Boleh deh, Pak."
"Baguslah, tolong jaga anak saya dengan baik. Saya akan pulang cepat, biar bisa merapikan kamar untuk kamu dan juga anak saya."
"Siap, Pak."
Setelah berbicara dengan Wati, Bagas pergi ke toko sembako miliknya. Tiba di sana dia meminta Bagus untuk mencarikan satu pelayan toko lagi, karena Wati tidak bisa bekerja di toko lagi.
"Yang kerjanya mau perempuan cantik atau---"
"Cowok aja, Gus. Kamu tuh jangan aneh-aneh," pungkas Bagas.
"Saya kan' cuma menawarkan, Pak. Siapa tahu Bapak mau sekalian nyari jodoh lagi, udah kesepian mungkin karena sudah ditinggal meninggal hampir 2 bulan."
Bagas sedikit kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Bagus, karena dia begitu mencintai istrinya dan tidak ada niatan untuk mencari pengganti istrinya tersebut untuk saat ini.
"Kamu tuh ngaco, kuburan istri saya saja masih basah. Kamu malah mau mencari pelayan toko sekalian calon istri saya, aneh kamu tuh."
"Ya ampun, Bapak. La iya kuburan istri Bapak basah, orang tadi malam gerimis melanda."
"Gus! Saya sedang tidak ingin bercanda, sudah sana kamu kerja. Jangan lupa tawarin tetangga kamu takutnya mau ada yang kerja di sini," ujar Bagas.
"Iya, Pak."
Bagas menggelengkan kepalanya setelah melihat kepergian Bagus, lalu dia menghitung uang pendapatannya selama satu minggu ini. Setelah memisahkannya untuk modal, dia memasukkan uangnya ke dalam tas dan berpamitan untuk pergi ke bank.
"Basri! Saya mau pergi ke bank, nanti saya tidak balik lagi. Tolong urus toko, saya percaya kepada kamu dan juga Bagus."
"Iya, Pak. Hati-hati," ujar Bagus.
Setelah berpamitan kepada Bagus, Bagas segera pergi menuju bank karena ingin menyimpan uangnya sebagai tabungan. Setelah selesai, dia kembali ke kediamannya.
Sejuk sekali hatinya melihat pemandangan yang ada di dalam ruang keluarga, Wati sedang melaksanakan salat dzuhur. Di samping wanita itu ada Cantik yang sedang melihat dengan apa yang dilakukan oleh Wati.
'Sayang, jika kamu masih ada, pasti kamu akan bisa melakukan hal ini. Salat sambil ditemani oleh Putri kita,' ujar Bagas dalam hati.
Karena tidak mau mengganggu apa yang dilakukan oleh Wati, akhirnya Bagas memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya dan melaksanakan kewajibannya terhadap Sang Khalik.
Tak lupa dia berdoa kepada Tuhan agar semua masalah yang menimpa dirinya akan segera hilang, dia berharap misteri kematian istrinya akan segera terbongkar.
"Ya Allah, ampunilah segala dosa hamba. Tolong berikanlah jalan yang terang untuk kematian istri hamba, kasihan kalau istri hamba harus terus tidak tenang dalam menjalani kehidupannya."
Bagas yakin juga istrinya belum pulang ke Rahmatullah, karena dalam setiap harinya putrinya selalu saja melihat ke arah pojok ruangan di mana dia berada. Sesekali anak itu akan tersenyum dengan begitu lebar, sesekali anak itu akan seperti orang yang sedang berbicara dan mengadu dengan apa yang terjadi kepada ibunya.
"Wati," panggil Bagas.
"Ya, Pak."
"Kamu sudah makan?"
"Sudah, Pak. Tadi makannya dibawain ke sini malah sama bi Tuti, saya jadi gak enak hati."
Bagas benar-benar merasa heran dengan sikap bi Tuti, karena bisa-bisanya wanita itu begitu memanjakan Wati. Padahal, Wati bukan anak dari bi Tuti.
Namun, Bagas tak ingin berpikiran buruk. Bagas berpikir kalau anak wanita itu merupakan seorang laki-laki, mungkin saja wanita itu mendambakan anak perempuan dan menanggap Wati seperti putrinya sendiri. Walaupun memang dulu terhadap Winarsih sikapnya tidak seperti itu.
"Oh gitu, ya udah kamu jaga anak saya. Saya akan menyiapkan kamar agar kamu nanti malam bisa tidur bersama dengan anak saya," ujar Bagas.
"Iya, Pak."
Bagas masuk ke dalam kamar yang tidak jauh dari dalam kamarnya, dia merapikan kamar itu sendiri dan memastikan kalau kamar itu aman dihuni oleh anaknya dan juga Wati.
"Lemarinya cuma ada satu, kamu nanti naruh bajunya barengan aja sama baju anak saya."
"Eh? Gak usah, nanti bajunya biar saya pakein kardus saja. Lagian saya belum bawa baju, Pak. Saya kan, belum pulang. Belum bilang apa-apa malah sama kedua orang tua saya," ujar Wati.
Bagas baru sadar kalau wanita itu belum dia kasih pulang, dia sampai menepuk keningnya.
"Ya udah, besok kamu pulang dulu. Tapi, bajunya jangan disimpan di dalam kardus. Di gudang kayaknya banyak lemari bekas pake, bisa dipakai untuk sementara waktu. Nanti saya belikan yang baru," ujar Bagas.
"Oka, Pak. Saya akan mengambilnya, mumpung Neng Cantik bobo. Tapi gak berat kan' lemarinya?"
"Kayaknya sih ada yang kecil, coba aja cari. Tapi saya udah lama banget nggak masuk ke gudang, paling gudangnya itu berdebu banget. Kamu pake masker aja," ujar Bagas.
"Siap!"
Wati melangkahkan kakinya menuju halaman belakang, karena memang gudang milik Bagas berada di belakang rumahnya.
Wati dengan hati-hati mendorong gudang itu yang ternyata tidak terkunci, dahinya langsung mengerut dengan dalam ketika masuk ke dalam gudang itu. Bagas berkata kalau gudang itu sudah lama tidak dia masuki, gudang itu pastinya berdebu dan sangat kotor.
Namun, saat dia masuk justru gudang itu terlihat begitu bersih sekali. Bahkan, seperti ada orang yang selalu masuk dalam setiap harinya ke dalam gudang tersebut.
"Gudangnya bersih banget loh, tapi kok kayak bau melati?"
Wati mencium bau bau melati dan juga mawar, Wati yang merasa penasaran langsung melangkahkan kakinya menuju tempat di mana tercium bau yang menyengat itu.
"Astagfirullah! Apa itu?"
duda Excellent...🥰🥰🥰
biarkan saja pura2 tak tau meski sakit tp harus kuat
wis kapok mu kapan bjo gaib mu wis modyarrr
hadiahnua bisa diambil dirumah kk othor ya...😂😂😂
Bu Tuti syok berat ini.. udah beli segala macam perlengkapan pemujaan lagi.. /Facepalm//Facepalm/
secara suami gaib nya musnah tp apakh nnti akan menuntut blas yg lebih kejam lagi ga yaaa /Smug//Smug//Smug//Smug/
trus kalau bi Tuti pulang nanti bagaimana ya....
Bagas kok masih bisa menahan emosinya saat melihat bi Tuti... keren banget kamu bagas