Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 12
Tentang keramaian dia yang akan menggantikan posisi Andi Wiguna, Saka tak peduli sama sekali. Banyak dukungan mengalir layaknya caleg yang disponsor, anak itu tetap kebal seolah menutup telinga.
Baginya tak ada guna. Itu hal yang sia-sia di sela gempuran pola didik yang lemah di sekolah itu. Fokus belajar dan lulus dengan baik adalah hal yang paling benar.
Sok menjadi jagoan dengan menunjukkan kekuatan diri baginya sudah cukup salah. Dia tak ingin keterlanjuran apalagi sampai mengecewakan sang mama yang sibuk bekerja mati-matian demi dirinya.
Saka merasa lelah dengan kejadian beberapa hari belakangan.
Akan tetapi ....
Sesuatu menunggu di antrean berikutnya untuk dia tangani. Saka tetap harus terlibat. Lebih tepatnya memaksa diri terlibat lagi. Meski bukan pertarungan fisik seperti kemarin-kemarin, kali ini membutuhkan mental, otak dan analisa, namun tetap juga harus mempersiapkan fisik kalau-kalau di tengah jalan terjadi yang tidak diduga terkait hal itu.
Kematian Gege Wangsa. Janjinya untuk membantu Gendhis Wangi tidak boleh hanya menjadi isapan jari.
Tidak baik membuat orang berharap banyak jika akhirnya harus menipu.
Dan Saka bukan bagian dari ketololan itu.
Beberapa orang ditanyainya dengan cara sekedar berbasa-basi, hasilnya cukup membuat Saka terkejut.
Jawaban mereka random, tapi satu hal yang dia garisbawahi dan merupakan kesimpulan sama dari semuaーGege Wangsa seorang ceria, penuh perhatian dan hangat, yang rasanya tidak mungkin melakukan hal segila itu.
Jika hampir semua yang ditanyai menyatakan demikian, maka yang diyakini Gendhis Wangi adalah benar.
Gege Wangsa tewas dibunuh.
Tapi pertanyaannya, 'siapa pelakunya?'
“Yang harus gua cari tahu, mendekati akhir hidupnya, siapa aja orang yang ditemui Gege. Siapa aja yang sering bareng dia. Kalo kejadiannya di sekolah, pelakunya udah jelas bagian dari sekolah.”
Berlagak sok jadi detektif, Saka merasa tertantang dan perlu mengungkap kebenaran. Bukan hanya tentang atau demi Gendhis Wangiーgadis yang baru-baru ini mencuri hatinya, tapi ini juga dia lakukan demi mengungkap kebobrokan sekolah, meluruskan keganjilan, serta menyeret para pelaku kotor yang masih berkeliaran bebas.
Saat ini Saka sendiri di dalam kamar. Merebah di kasur tanpa ranjang berukuran medium dengan seprai bercorak kotak hitam dan putih. Wajahnya lurus ke langit-langit dengan kedua tangan melipat dijadikan bantal.
“Perundungan di sekolah itu juga terlalu parah," katanya, menyambungkan banyak hal terkait itu. “Kalajengking ... apa-apaan? .... Dibanding itu, mending ngerusuh di prasmanan orang hajatan, nyari makan, kayak ormas yang belang merah itu gak, sih?”
Melamun, merambah pada hal-hal konyol, ponsel Saka di tepi bantal berdering nyaring. Cepat tanggap anak itu meraihnya dan mendapati sebait nama penting terpampang sebagai pemanggil.
“Et, Bang Faaz!” katanya langsung bangkit terduduk, lalu mengangkat panggilan virtual dari ponselnya. “Assalamu alaikum, Bang.”
“....”
Lima detik saja setelah mendengar suara di line, mata Saka langsung melebar dan terperanjat. “Bang! Bang Faaz! Kenapa, Bang?!” Dengan nada setengah teriak.
Sampai Aryani yang sedang nonton acara tv di ruang tengah berhambur menghampiri anak bujangnya ke dalam kamar. Pintu langsung dibuka begitu saja. “Ada apaan, Saka?!”
Wajah Saka melukis kecemasan nyata seraya menatap ibunya yang baru muncul. “Ma, Saka izin keluar malam ini."
Aryani mengerut kening. “Keluar ke mana?!”
Wajah muda itu meragu, tapi dia tak bisa menyembunyikan dari ibunya. “Bang Faaz ... kayaknya sesuatu terjadi sama Bang Faaz.”
Sesaat mendengar itu, tatapan Aryani beku di wajah Saka, lalu memetik hal: “Maksudnya kamu mau ke Depok?”
Jawaban, “Iya, Ma," Saka terdengar ragu, didukung anggukan sekali tak kalah kaku.
“Tapi itu jauh, Saka!" Aryani keberatan.
“Tolong, Ma. Kasih izin Saka," Saka menggamit dua telapak tangan Aryani untuk mendukung permohonannya. “Lagian besok libur sekolah. Saka janji gak akan nakal. Tolong, Ma. Saka khawatir ada apa-apa sama Bang Faaz. Ya, ya ... kali iniii aja.”
Aryani tertegun diam, masih berpikir dalam. Keningnya terus mengernyit dalam pertimbangan penuh. Menyangkut pria bernama Faaz, dia tahu Saka akan tak bisa dihentikan. Boleh dikatakan jika Faaz adalah satu orang selain Aryani yang dihormati dan disayang Saka. Pria itu juga sangat banyak membantu dalam kesulitan dirinya dan Saka selama hidup di kampung Jenggala, Depok.
“Saka udah mau 18 tahun, Ma. Saka uda gede kok. Saka tahu jalan, gak akan nyasar juga.”
Aryani menghela napas. “Tapi kamu belum punya SIM. Gimana kalo di tengah jalan kena tilang? Bukannya sampe ke rumah Faaz, kamu malah ke kantor polisi.”
“Atuh Mama jangan do'ain gitu!” hardik Saka.
Membuat Aryani diam.
•••••
Jalanan masih ramai di malam Sabtu, pukul 22.08 WIB.
Motor matic itu melaju kencang melewati kepadatan raya, tapi tetap fokus dan berhati-hati.
“Biar Saka yang bawa motornya, Ma. Mama pasti cape.” Saka melontar inginnya.
“Nanti aja pas keluar jalan raya,” kata Aryani, terus memacu gas.
Ya, keputusannya adalah Aryani mengantar Saka ke Depok untuk menemui Faaz. Tidak ada pilihan yang lebih bagus dari itu. Saka yang masih seorang pelajar dan belum mempunyai surat izin berkendara, menjadi kecemasan Aryani sampai memutuskan mengalah merelakan waktu istirahatnya untuk mengantar sang buah hati.
Sebelumnya, dua orang kenalan dihubungi Aryani di Kampung Jenggala, tempat di mana Faaz tinggal, untuk meminta tolong melihat apa yang terjadi pada Faaz, tapi tak satu pun dari keduanya menjawab.
Bu Omah, mungkin sudah tidur karena tubuh gempalnya membawa kantuk dari selepas isya. Satu lainnya Teh Erna, 'nomor yang Ada tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area', begitu katanya.
Dan Ojan, satu-satu kontak teman anak Jenggala yang dipiara Saka di ponselnya, mengatakan sedang sibuk membuat perubahan di kampung neneknya, di Sukabumi.
Sebab itu keduanya memutuskan melejit langsung menuju Depok.
Sampai di tujuan hampir jam 12.00 tengah malam.
Matic Aryani yang dikendarai Saka sudah terparkir di halaman rumah pria bernama lengkap Faaz Wardani.
Rumah seluas 95 meter persegi. Berjauhan dengan tetangga.
“Assalamu'alaikum ....” Saka mengetuk pintu.
Satu kali tidak ada sahutan dan berulang hingga ketiga kali.
“Kok kayak gak ada siapa-siapa, Sak?” Aryani celingukan mengamati sekitar.
“Masa sih, Ma?" Saka tak yakin. Lalu mengintip ke dalam jendela dimana sisa bentangan gorden memberi celah. Dalam dua detik, matanya menangkap pemandangan disusul mata melebar. “Ya Allah! Bang Faaz!”
“Kenapa, Sak?!” Aryani terkejut, lalu memutuskan ikut mengintip. “Ya, Allah Gusti! Faaz kenapa?!"
Pertanyaan kaget ibunya dijawab Saka dengan gerakan rusuh membuka pintu.
“Sial! Dikunci!" erang Saka. Kemudian mengambil tindakan cepat.
DUK! DUK! BRAK!
Mendobrak pintu dengan kakinya.
Terbuka.
Langsung Saka menghambur masuk diikuti Aryani di belakangnya.
Faaz Wardani dalam keadaan tergeletak di atas lantai. Wajahnya sangat pucat, mata terpejam rapat, dan tubuh terkulai lemah.
Kepalanya kini berada di lahunan Saka.
“Bang! Bang Faaz bangun, Bang!” Pipi Faaz berulang ditepuk Saka. Kecemasannya sudah tidak lagi disebut biasa. Matanya sampai berair.
“Kita harus bawa ke rumah Sakit!” putus Aryani tanggap. “Mama akan cari bantuan tetangga.”
Saka mengangguk cepat. “Iya, Ma.”
Desa itu pernah ditinggali Aryani dan Saka dalam waktu yang lama, tak sulit bagi Aryani menemukan bala bantuan.
Beberapa tetangga berkerumun untuk melihat, beberapa lain menggotong Faaz ke dalam mobil.
Sebuah avanza silver milik tetangga siap membawa lelaki 36 tahun itu ke rumah Sakit.
Dalam perjalanan, Saka terus menangis walau tak bersuara.
Dia bukan cengeng, tapi ketakutan akan kehilangan menyerang seperti tusukan belati dalam dadanya.
Aryani yang duduk di depan bersama pemilik mobil yang menyetir terus menoleh ke belakang.
Bukan hanya tentang Faaz, tapi kesedihan anaknya yang menyayat hati itu, dia merasa dejavu.
Tangisan saat Saka kehilangan Naja Aksara
ーayahnya, sama persis seperti itu.
Dalam kesedihan itu, hatinya terus memohon, “Tolong selamatkan Faaz, Ya Allah. Jangan biarkan Saka kehilangan lagi.”
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏