Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara hati kkn 21
Lula sudah kembali bersama Senja. Langkah gadis princess itu sedikit lebih cepat dari Lula, bahkan mendahului Lula masuk ke halaman posko dengan mendekap kresek belanjaan.
"Gila yaaa gue kira night sale doang yang digilai ibu-ibu, ikan asin lebih jadi primadona loh! Sampe gue kena dorong!" omel Senja menepuk-nepuk trainingnya sesampainya mereka dari belanja.
Lula tertawa, "udah dibilangin mundur dulu. Jadi ikut kedorong-dorong kan...untung ngga sampai jatoh, Nja. Vio waktu pertama malah sampai kena cakar..."
Keduanya lantas masuk dan membawa belanjaan ke dapur, bahkan sempat bersinggungan dengan Jingga yang membawa seember air ke depan untuk mencuci motornya.
"Sini, biar gue yang bantu Lula, Nja...makasih ya udah gantiin tugas gue belanja." Ujar Vio kini bangkit dari duduknya, nyatanya ibuprofen pemberian Mei manjur mengurangi rasa sakit.
Namun yang terjadi, Senja justru menepis udara, "ck. Udah lah Vi....santai aja, ngga apa-apa...biar gue yang bantu Lula masak. Lo istirahat aja...masih sakit, kan?" tanya nya sudah mengeluarkan isian belanjaan ke atas meja.
"Yang dipuji pacar, mendadak jadi rajin..." cibir Syua mencomot singkong dengan stelan siap berangkatnya, Senja tertawa tak menampik pernyataan Syua barusan, justru ia mesam-mesem persis orang kasmaran.
"Barusan Mei udah masak nasi deh, jadi lo berdua tinggal masak lauknya aja." Vio kembali bersuara.
"Oh, oke. Eh, Ci...udah mau pergi aja? Padahal lauk baru mau dimasak... Arlan, mana?" tanya Lula, namun pertanyaan Lula itu jelas langsung mendapatkan jawaban mutlak ketika Arlan baru saja keluar dari kamar mandi dengan badan yang menggigil, "brrrrr....anjirrr dingin bet. Berasa dimasukin kulkas, gue. Lagian ngga bisa lebih pagi lagi kita perginya ci? Masih jam 6 loh ini, astaga...kalo di kost-an masih merem gue..." omel Arlan, wajahnya memang persis-persis nelen es batu se-truk.
"Jam setengah 7 warga yang tani udah pergi nyawah sama ngebon, Lan...mesti stand by buat dapet dokumentasi. Mestinya ini kerjaan lo sama Zaltan lohhh, udah baik gue mau gantiin Zaltan...buru, sarapan dulu singkong nih." dorong Syua di baskom singkong.
"Keji banget...." kekeh Senja, "udah persis jaman VOC ngga sih? Sarapan pake roti sumbu?" tawanya, "tapi emang cocok sih, muka lo muka-muka cengkeh sama kapulaga, pedes, sepet."
Mereka tertawa sementara Arlan masih meng-kondisikan suhu badannya yang membeku, "njirrrrr, brrr!" ia menggosok-gosok kedua lengannya.
"Ck. Bikinin gue kopi instan, kek Nja...atau peluk gue gitu biar gue ngga kena hipotermia..." ia benar-benar sudah menggigil dan menarik kursi meja makan sambil mencomot singkong, anak jabodetabek begini dikasih hawa sedingin Bandung, mana tahan!
"Lo lebay ah, tuh Jingga pagi-pagi udah mainan air..." tuduh Senja ke arah depan dengan dagunya.
"Dia mah jangan ditanya, udah ma ti indera perasanya....curiga kulitnya ngga punya pori-pori tuh..." Jawab Arlan sekenanya.
Segelas kopi susu instan tersaji di depan Arlan, bukan dari Senja melainkan Lula yang membuatnya sukses bikin senyum lebar Arlan merekah, "thank you, Lulaaa! Diantara anak kkn 21 cuma lo yang paling cantik selain dari gue yang ganteng ini tentunya." Jumawanya menaik turunkan alis dan menyugar rambut basahnya.
"Dih...narsis banget lo, pesona orang ganteng persis isian lambung sapi...." Vio mencebik bersama Syua sementara Senja sudah tertawa tergelak, "iya. Lo yang paling ganteng cuma mata guenya aja yang picek buat liat kegantengan lo itu..."
Kembali ketiganya tertawa mendengar perdebatan Senja dan Arlan.
Senja meraih ponselnya terlebih dahulu sebelum ia memulai membantu Lula memasak, dan hal yang membuat Syua, Vio dan Arlan beranjak adalah ketika gadis itu melakukan panggilannya pada sang kekasih menunjukan aktivitasnya yang sepagi ini sudah berbelanja dan bergelut di dapur.
"Sayang..."
Mereka balik kanan beraturan, menyisakan Lula yang harus mendengar ocehan Senja dan sang kekasih.
Vio duduk di samping Mei di beranda, disusul Syua.
"Geje banget deh Senja." Gerutu Vio yang dikekehi Syua.
"Kenapa?" tanya Mei.
"Sayang liat aku dong----nyenyenye...." Vio mencibir sepaket bibir nyinyirnya dan kembali ditertawai Syua dan Mei.
"Ka, Vio pengen juga kaya Senja katanya...diliatin waktu lagi masak!" cibir Mei yang langsung mendapatkan bekapan dari Vio dan tawa Syua lagi, praktis Shaka dan beberapa lainnya melihat ke arah mereka.
"Apaan sih Mei..." sewotnya.
"Sering Mei, tapi muka gue malah dijeblesin ke tembok coba..." jawab Shaka di luar dugaan.
"Kenapa mesti si Shaka juga, aduhhhh...." tawa Syua yang memang tak curiga apapun dengan hubungan keduanya.
Arlan, ia memilih untuk berada di ruang tengah, mengganggu Mahad yang justru meringkuk kembali di dalam sleeping bednya, bersama Shaka yang khusyuk mengerjakan log book hari kemarin dimana ia belum sempat mengerjakan, "si Shaka semacam adonan acian kayanya, makanya dijeblesin ke tembok." Balas Arlan, memancing Syua untuk menghampirinya dan meminta kamera demi kesiapan record mereka nanti.
"Udah baikan?" tanya Mei pada Vio sepeninggal Syua, gadis itu masih dengan tumbler yang masih berisi air hangat dan ia dekap di perut.
"Masih dikit, tapi udah ngga terlalu kaya tadi. Thanks obatnya..."
"Maksudnya sama Shaka," kekeh Mei memantik Vio untuk menoleh sejenak ke belakang, dan mulutnya hanya melengkung mencebik, "tau deh. Dia mah labil..."
Alby dengan paralon-paralon yang telah dilubangi, "maygattt! Pinggang gue!" terjejer siap di pasang menjadi media tanam. Jovi masih dengan perkakas dan alat kincir air sambil garuk-garuk kepalanya tak gatal, sementara Jingga masih sibuk mengelap dan mengguyur motornya dengan air serta sabun biar kinclong.
"Jingga tuh kalo diliat-liat ganteng tau, Mei..." Vio terkekeh usil, "ngga minat buat buru-buru terima? Atau justru udah?"
"Dia tuh, kaya...perhatian, baik, ya walaupun kadang suka nyebelin, tapi semua yang dia lakuin penuh perhitungan dan bisa dipertanggung jawabkan." Ucapan Vio memaksa pandangan keduanya kini memperhatikan Jingga dimana lelaki itu berulang kali membungkuk demi mengambil air dan mengguyur motor, sesekali ia menyugar rambut dan mendorong kacamatanya.
"Gue kalo jadi lo udah meleleh tau, diperlakukan manis begitu. Sepanik itu dia, waktu lo luka kemarin. Paniknya tuh bukan panik yang bikin ga jelas...paniknya kalem. Tapi---argh, susah banget gue jelasinnya. Intinya keliatan banget dia sayang banget sama lo."
Mei menopang dagunya dengan sebelah tangan sambil masih memperhatikan Jingga namun sedetik kemudian pandangan lelaki itu bertemu tatap dengan Mei, kedipan genit di luar prediksi diberikan membuat Vio berseru riuh membuat semuanya menoleh horor.
"Woooaahahahahah, anjirrr banget lo, clingy tau ngga!" cibir Vio gemas sendiri sampai mengguncang dan memeluk lengan Mei dengan greget.
"Astagfirullah, nyebut Vi nyebut! Masih pagi ini heboh sendiri!" ujar Jovi yang terkejut dengan seruan Vio, "berisik lo!"
"Maru sama Zaltan kemana sih?" tanya Vio.
"Lagi lari pagi." Jawab Mei membuatnya mengangguk-angguk dan tak lama kedua lelaki itu kembali dengan keringat yang bercucuran, "minimal ngga terlalu dingin lah mau mandi." Ujar Zaltan, Maru mengangguk dan menyeka keringat di pelipisnya.
Beberapa belas menit mereka berada dalam kondisi yang sama sampai Senja berjalan menyusul.
"Guys! Sarapan siap!" jerit Senja dari arah dalam.
"Dahlah...ntar lagi." Kini Alby menaruh sejenak perkakas begitupun Vio yang sempat mengajak Mei namun kemudian ia berlalu duluan sebab Mei memilih untuk diam sejenak di beranda.
"Mangan---mangan!"
Syua dan Arlan sempat memakai sepatunya, namun belum benar-benar pergi sebab Arlan menahan dirinya saat Senja berteriak sarapan sudah siap.
"Udah tanggung pake sepatu juga."
"Bentaran ci, takut gue pingsan di jalan lo mau angkut?" tanya Arlan menghasilkan decakan kesal Syua, "elah, barusan kan udah sarapan singkong sama kopi, Lan."
"Secomot dua comot aja ci..."
Syua akhirnya mengalah, dan duduk bersama Mei di beranda, "sarapan dulu ci.."
"Udah. Tadi singkong, nah lo..kenapa ngga ikut sarapan? Nunggu kordes?" tunjuk Syua terkekeh menggoda Mei digelengi Mei, "masih kenyang gue sama singkong tadi."
"Takut gendut? Kalo gue emang sengaja diet karbo sebenernya, Mei..."
Mei menggeleng, "engga juga. Seriusan diet ci?"
Syua tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dari saku jas almamater lalu mengotak-atik layarnya dan kini terpampang di depan Mei seorang gadis berpakaian putih biru dengan bobot dan postur tubuh gendut.
"Lo percaya ngga kalo ini gue?" tanya Syua, Mei sempat menaikan kedua alisnya, "aslinya? Lucuuu..." gemas Mei, ditambah mata sipitnya membuat orang yang ada di layar itu persis-persisi boboho, aktor laga china.
"Ini gue waktu smp, gendut kan? Bukan karena takut dibully, Mei...tapi gue pengen kurus karena urusan kesehatan. Ya...gue juga ngga pungkiri, cewek mana sih yang ngga pengen punya body goals...apalagi tau kalo tunangannya itu cowok perfeksionis."
Mei menatap Syua, "serius? Udah tunangan ci? Ya ampun congrats! Ikut seneng!" ucap Mei tulus, namun seolah beban tersendiri Syua tak terlalu lepas tersenyum.
"Kenapa ci? Ngga bahagia?" Mei jadi penasaran, dibalik sikap sarkas, urakan dan terkadang sikap melindunginya itu Syua terlihat rapuh sekarang.
Syua menggeleng, "oh engga. Gue seneng...cuma kaya beban aja sih." ia memandang lurus ke arah ember kosong Jingga, namun jelas pandangannya lebih jauh daripada itu.
"Karena sifat tunangan gue yang kadang posesif, perfeksionis itu...cemburuan pula."
"Itu kenapa makanya lo anti cinlok, liat cowok-cowok disini jadi inget tunangan?" tembak Mei menebak-nebak saja.
Syua menggeleng, "bukan suerr, gue cuma agak-agak gimana aja kalo liat cowok yang posesif atau cemburuan tuh, apalagi sampe berantem merusak kinerja kkn, disini tujuan kita kan kkn..."
Syua tersenyum getir, "percaya atau ngga, dia selalu pantau kelompok gue...kadang yang ngga habis pikir tuh sampe nuduh-nuduh, kalo kkn biasanya tuh cinlok sama temen sendiri...disana begitu juga kan? tuduhan dia ngga beralasan."
Mei tersenyum memeluk Syua, "kalo lo lelah, lo boleh bersuara ko ci, gue pendengar yang baik."
"Thanks Mei..." ia menghela nafasnya merasa sedikit lega bisa bercerita.
"Welcome ci, anytime..."
**
"Buat hari ini sampe setaun ke depan gue trauma makan ikan." Arlan misuh-misuh setelah sarapan, bahkan terdengar seruan Jovi dari dalam, "berasa makan ikan bareng tambak-tambaknya, atau bareng jam ban-jam bannya ngga sih..."
.
.
.
.
Mei beruntung bgt dicintai jingga ugal"an 😍😍😍😍
Makasih teh udah up lg... 🙏🙏💟💟
ahh bohong jan percaya mei orang jingga sendiri kok yg minta roling nya juga dia gunain orang dalm loh buat lobi nya biar bisa sekelompok sma kamu🤭🤣🤣