Apa jadinya jika seorang gadis bar-bar yang punya keahlian bela diri dan mampu mempergunakan berbagai macam senjata dengan baik, tiba-tiba tersedot pusaran waktu saat dirinya terjerembab pada lubang sumur yang dalam di tengah hutan saat dikejar oleh gangster.
Bukannya mati, tapi Aurora Valencia justru masuk ke dunia lain.
Di mana dia menemukan seorang lelaki berpakaian layaknya seorang pangeran sedang merintih kesakitan akibat luka di sekujur tubuhnya dan matanya.
Mata sosok pangeran itu mengeluarkan darah bagaikan telah ditusuk benda tajam yang mengakibatkan kebutaan permanen.
"Apakah ada orang, tolong aku." Ucap lelaki yang bernama Dexter Douglas dengan nafas terputus-putus.
Di waktu yang sama Aurora menemukan benda aneh berwujud seperti potongan kaca tapi saat disentuh, tubuh Aurora tersedot masuk ke dalam kaca yang ternyata terdapat sebuah ruangan luas penuh dengan hal-hal ajaib di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seleksi Tingkat Lanjut
"Kamu yang membuatku gila dan semakin tergila-gila." Ucap Dexter.
"Dasar Pangeran gila." Sahut Aurora.
Sekarang 750 orang budak sudah berada di pintu masuk portal. Aurora masih ingin menyeleksi lagi. Mereka diberi minuman yang lebih pahit rasanya daripada racun kejujuran. Yakni racun kesetiaan dan keloyalan, begitulah Aurora memberi nama minumannya.
Mereka semua yang punya niat ingin menguasai, serakah dan tamak akan mati tersesai di lorong waktu dan jasadnya akan gentayangan. Dan benar saja, dari 750 orang yang sampai di ruang ajaib hanya terisa 500 orang. Yang nantinya akan Aurora godok menjadi pasukan yang luar biasa.
"Ternyata separuh yang berhati busuk."
"Kali ini apa yang ingin kamu lakukan? Seleksi apalagi?" Tanya Dexter yang duduk di samping Aurora dengan tangan yang mulai jahil merambat ke mana-mana.
PLAK
"Kondisikan tanganmu, Pangeran! Sebelum aku potong-potong bagian tubuhmu yang kamu pergunakan untuk menggerayangiku." Ucap Aurora sengit setelah memukul keras salah satu tangan Dexter.
"Padahal aku cuma ingin menggenggam jemarimu saja, kamu sudah marah. Tapi tadi berani berkata ngajakin malam pertama di depan Martin."
"Aku kira, kamu mau meraba pahaku." Ucap Aurora tersenyum malu.
"Emang boleh?" Tanya Dexter lagi.
"Boleh, tapi kita nikah dulu."
"Kalau begitu ayo pergi ke kuil untuk mengikrarkan janji pernikahan."
"Tidak semudah itu Ferguso." Jawab Aurora meninggalkan Dexter yang bingung.
"Siapa lagi Ferguso?" Gumam Dexter.
Aurora membimbing 500 orang budak, membaginya menjadi 100 kelompok kecil. Dan masing-masing kelompok itu akan memiliki satu orang pemimpin. Yang seterusnya hanya pemimpin itulah yang akan berkomunikasi dengan Aurora.
"Ini akan sulit." Gumam Aurora.
"Mungkin harus dilakukan seleksi fisik. Siapa yang tangguh, dia lah yang pantas menyandang pemimpin kelompok. Dan jika dilakukan satu persatu, 500 orang butuh berapa lama? Astaga kepalaku mau pecah rasanya. Padahal untuk apa semua ini? Aku kan cuma membantu Pangeran. Tapi, lihatlah orang itu justru duduk termenung entah memikirkan apa."
Aurora tidak tahu, jika sesuatu di dalam diri Dexter sudah berontak ingin keluar. Ya, ada rahasia kelam yang hanya dia dan mendiang Kakek yang mengetahuinya. Bahkan Baginda Raja dan Ratu yang merupakan orang tua kandung, sama sekali tidak tahu menahu. Rahasia yang hingga kini Dexter tutupi, tapi sekarang hampir terbongkar.
"Pangeran... Ayo ke sini. Jangan bengong saja kayak sapi ompong." Teriak Aurora membuyarkan lamunan Dexter.
Dexter melangkah perlahan menggunakan tongkat, melihat hal itu Aurora terenyuh. Seorang Pangeran tampan tapi harus mengalami hal pahit seperti itu. Dengan keahliannya meramu obat-obatan, Aurora akan mencoba membuat obat untuk memulihkan kedua mata Dexter.
"Aku akan membagi mereka menjadi kelompok kecil, dan setiap kelompoknya akan ada satu orang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap anggotanya. Tapi memilih pemimpin di antara ratusan orang terlalu sulit dilakukan. Seleksi fisik seperti bertarung akan memakan waktu cukup lama menurutku. Apa kamu punya ide yang lebih baik, Pangeran?" Tanya Aurora.
"Lomba berburu babi hutan, siapa yang mendapatkan buruan paling banyak. Dia yang layak menjadi pemimpin." Ucap Dexter terlihat tenang tapi mempunyai perhitungan yang sangat matang.
"Berburu kan mudah, tinggal tembak mati semua binatang-binatang itu." Ucap Aurora meremehkan ide Dexter.
"Berburu dengan dua tangan kosong, mereka tidak boleh membawa senjata."
"Maksudnya? Aku gak paham Pangeran."
"Jadi, kita minta mereka masuk ke dalam hutan terlarang yang ada di ruang ajaib ini. Tapi mereka semua masuk tanpa membawa senjata apa pun bentuknya. Di hutan, akan ada kayu, batu, bambu, sulur akar pohon. Dan mereka semua hanya boleh menggunakan senjata alami seperti itu."
"Jika memang dia punya jiwa pemimpin, dia akan punya cara bertahan hidup dengan cara unik. Tidak semua kehidupan itu mudah, butuh perjuangan dan juga tantangan. Jadi semakin sulit tantangan itu, semakin dia mencari cara bertahan. Dan yang mampu keluar hutan dengan membawa babi hutan, dia yang layak untuk dijadikan pemimpin."
Greebbb...
Respon aneh tak terduga yang diterima Dexter dari Aurora.
Aurora si gadis tomboy yang tidak mudah disentuh, justru memeluk tubuh Dexter dengan sangat erat.
Tinggi badan Aurora yang hanya sebatas dada membuat gadis itu nampak nyaman bersandar di dada bidang Pangeran buta yang telah diklaim calon suami masa depannya.
Kedua tangan Dexter menggantung di udara, antara ingin membalas pelukan atau justru mendorong Aurora sebagai balasan karena biasanya dia ditendang.
Tapi, ternyata naluri Dexter lebih manusiawi. Dia membalas pelukan itu tidak kalah erat, bahkan saking eratnya kini terdengar Aurora berteriak.
"Pangeran ingin membunuhku hah? Ingin meremukkan tulang-tulangku." Omel Aurora.
Bruukkk...
Dan terjadi lagi, Aurora mendorong keras tubuh kekar Dexter. Hingga pria itu jatuh terjengkang.
"Astaga... calon istriku sangat lemah lembut sekali, anggun dan feminim." Ucap Dexter sambil berusaha berdiri lalu menepuk pantatnya yang ngilu.
Pujian yang membuat Aurora meradang.
"Kamu mau menyindir? Dasar Pangeran mulutnya level 50." Ucap Aurora.
"Tidak... Aku bukan menyindir, tapi sedang membayangkan punya istri yang lemah lembut, anggun dan feminim."
Bug
"Kalau begitu, menikah saja dengan Putri Raja. Jangan denganku." Teriak Aurora setelah menendang perut Dexter, hingga membuatnya kembali terpental.
Dexter terlihat kesakitan karena tendangan Aurora sangat keras. Tapi, karena sedang marah Aurora tidak peduli.
Aurora berlari kencang sambil menangis menuju hutan terlarang, tidak sadar jika telah masuk terlalu dalam. Senja telah datang, menandakan jika sebentar lagi langit menjadi gelap. Aurora tidak peduli, baru kali ini dia merasakan sakit hati. Bukan karena cintanya ditolak Dexter, tapi karena dia tidak seperti perempuan yang disukai oleh Dexter.
Aurora menangis sesenggukan di atas sebuah batu berukuran sangat besar.
"Apa salah jika aku tomboy, aku kasar dan tidak anggun. Andai aku punya orang tua, andai aku tidak hidup terlunta-lunta di jalanan. Aku tidak mungkin menjadi seperti ini." Gumamnya.
Aurora tidak sadar, jika yang dia kira batu ternyata babi.
"Kok batunya bergerak-gerak ya?" Ucapnya yang merasa jika tempat duduknya bergerak seolah sedang berjalan.
Deg
"Astaga, aku cari mati." Ucapnya setelah menengok ke bawah ternyata babi hutan super besar itu tengah siap membawanya berlari.
Beruntung saat itu ada pohon yang punya sulur akar menggantung. Dengan cekatan, Aurora melompat meraihnya.
Tubuhnya kini bergelantungan, sedangkan babi hutan tadi tidak jadi pergi. Justru kini mengajak kawan-kawannya ikut mendongak melihat Aurora yang masih mencoba memanjat naik pohon.
Grookkk
Grookkk
Suara babi hutan saling bersahutan. Seolah sedang berbicara jika mereka akan berpesta pora.
"Apes banget nasibku." Gumam Aurora, begitu sampai di atas pohon.
Sementara itu, Dexter terlihat gelisah. Ini sudah hampir dua jam. Tapi Aurora belum juga kembali, ada penyesalan yang terselip di ujung hatinya atas ucapan yang mungkin sangat menyinggung perasaan Aurora.
"Padahal aku hanya bercanda saat mengucapkan semua kata-kata itu. Aku bahkan menerima dia apa adanya, dengan segala keunikan miliknya."
"Apa dia keluar dari ruang ajaib lalu pergi meninggalkanku sendiri? Tidak-tidak, kamu tidak boleh pergi begitu saja setelah dengan sadar mencuri hatiku yang terluka. Kamu harus bertanggung jawab dengan menjadi istriku, menjadi pendamping hidupku. Sepanjang sisa umurku." Gumam Dexter.
"Tuan, tadi aku lihat Kak Aurora lari ke hutan terlarang."
"Astaga, pasti kata-kataku tadi telah begitu dalam menyakiti hatinya. Sehingga membuat dia nekat begitu. Tapi ya sudahlah, aku sendiri yang akan mencari keberadaan Aurora. Sekarang kumpulkan semua di lapangan. Aku akan melanjutkan menyeleksi kalian. Sesuai instruksi dari calon istriku, kalian akan dibagi menjadi 100 kelompok masing-masing 50 orang."
"Dari setiap kelompok akan punya satu orang pemimpin, untuk itu aku perlu menyeleksi kalian semua. Caranya adalah kalian akan berburu babi hutan di hutan terlarang tanpa membawa senjata dari luar. Artinya kalian berburu dengan tangan kosong, dan nantinya gunakan apa saja yang kalian temui dan bisa kalian anggap sebagai senjata."
"Tidak ada batas waktu, tapi dia yang kembali paling cepat dan paling banyak membawa buruan maka dia layak dijadikan pemimpin. Aku juga akan ke hutan terlarang untuk mencari calon istriku yang merajuk dan melarikan diri."
Para budak itu saling pandang, antara bingung cara berburu tanpa senjata dan menatap heran Dexter.
Dalam pikiran mereka semua adalah menganggap jika Dexter sudah gila. Mereka saja yang normal bingung cara masuk hutan terlarang apakah bisa keluar setelahnya, justru Dexter yang buta malah penuh percaya diri bisa mencari calon istrinya. Sungguh mereka merasa Dexter adalah pria yang sangat konyol meskipun apa yang dilakukannya demi kekasihnya.
"Kalian semua pasti meremehkan aku? Tak apa, itu hak kalian. Karena kalian tidak tahu apa-apa tentangku, dan calon istriku. Kita lihat siapa di antara kita semua yang berhasil keluar dari hutan terlarang dengan membawa hasil buruan kita masing-masing. Kalian membawa babi hutan, dan aku membawa pulang calon istriku."
Mereka mengangguk, Axton dan Axel ikut berburu tapi ketiga adiknya menunggu di gubuk dekat sungai.
Setelah semua budak itu pergi, Dexter membuang tongkatnya dan bersiap ikut pergi ke hutan terlarang. Sesuatu dalam diri Dexter marah, mengutuk perkataan Dexter membuat Aurora nekat kabur ke hutan terlarang.
"Aku tidak akan memaafkanmu, Dexter."
Dexter menghiraukan suara-suara yang terdengar terus menyalahkannya, dia fokus berjalan sesekali berlari menembus hutan. Tidak jarang Dexter tersungkur karena kakinya tersandung akar pohon besar. Sebelum mengalami kebutaan Dexter adalah Putra Mahkota yang tangguh, punya banyak kelebihan dibanding dengan kekurangannya. Tapi setelah kehilangan warna di matanya, Dexter tak setangguh dulu.
Bruukkk
Kali ini salah satu kaki Dexter tersangkut sulur akar. Yang menyebabkan dia tersungkur jatuh tepat di depan babi hutan.
Grookkk
Grookkk
"Astaga, aku terjebak."
Dengan instingnya, Dexter bangkit dan meraih apa saja yang bisa dia gunakan sebagai alat tempur.
"Kalian mau mengalahkan cucu pemilik tempat ini? Jangan harap." Ucapnya.