 
                            Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan. 
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina  dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja. 
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
 
"Tinggalkan  suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 Feeling Istri
Erina dengan antusias dan semangat yang tinggi menghampiri kelas X jurusan teknik sepeda motor. Sebagai wali kelas yang baru saja ditunjuk, ia merasa terpanggil untuk menjalankan amanah dalam menangani beberapa permasalahan kompleks yang terjadi di kelas tersebut. Permasalahan itu sudah lama terjadi namun belum ada satu pun guru yang mampu mengatasinya termasuk wali kelas sebelumnya.
Pintu kelas dibuka dan...
Byurrrrr!
Guyuran air yang berasal dari atas pintu langsung mengenai tubuh Erina yang berdiri di tengah pintu kelas. Hujan lokal hanya membasahi tubuh Erina dalam kelas tersebut. Gelak tawa para siswa riuh terdengar memecah keheningan. Lantai yang tadinya kering menjadi basah. Belum lagi sampah yang berserakan di mana-mana. Kelas yang seharusnya bersih dan wangi, ini terlihat kumuh dan bau.
Erina menatap tajam para siswa yang semuanya laki-laki. Hijabnya kuyup, tak pernah menduga jika endingnya akan seperti itu. Tidak ada yang memberinya informasi mengenai ulah yang sering dilakukan para siswa kelas X itu. Pantas saja semua guru yang ada tidak mau menerima tugas tambahan sebagai wali kelas di kelas tersebut.
Erina mempehatikan satu persatu anak-anak yang begitu bahagianya sudah memberi kejutan padanya. Terlihat beberapa anak yang masih cuek mengobrol dengan teman lainnya. Ada lagi yang kakinya selonjoran di atas meja. Ada yang asik tidur di kelas dan ada yang teriak-teriak. Mereka tidak memperdulikan keberadaan Erina di kelas itu. Wajah mereka semua nampak bahagia dan tidak merasa berdosa.
Bibir Erina tersenyum bangga, seraya tepuk tangan pelan setelah menyimpan buku administrasi kelas yang basah di atas meja. Erina berjalan menghampiri meja mereka.
"Hebat...hebat...kalian sudah kreatif membuat kejutan yang sangat mengesankan pagi ini. Tahu aja kalau pagi ini Ibu pengen mandi lagi karena kegerahan. Sungguh Ibu sangat mengapresiasi kalian. Siapa yang tadi punya ide mengguyur ibu dengan air seember? Siapa yang punya ide menyimpan ember berisi air di atas pintu? Sungguh luar biasa kreativitas kalian. Yang mau mengaku berarti dia laki-laki yang hebat, laki-laki yang bertanggung jawab dan laki-laki sejati." pujinya dengan lantang namun tidak dengan kemarahan. Netranya masih memperhatikan satu persatu para siswa di kelas tersebut.
Para siswa mendadak diam. Tidak ada yang berani bersuara. Mereka merasa heran dengan perbedaan sikap guru barunya itu. Respon yang mereka terima bukan kekesalan dan kemarahan dari Sang guru melainkan pujian yang membuat mata mereka saling pandang. Semuanya di luar ekspektasi mereka.
Wali kelas yang sebelumnya sering merasa kesal karena ucapannya tidak didengar oleh mereka. Mereka semakin tidak bisa diatur. Untuk itulah guru tersebut menyerah dan meminta adanya pergantian wali kelas. Sehingga Erina lah yang terpilih sebagai wali kelas karena Erina guru BK dengan harapan para siswa yang bermasalah bisa berubah menjadi siswa yang berakhlak mulia.
"Jadi kalian tidak ada yang mau ngaku?" dengan nada sedang.
Masih hening, mereka ada yang menunduk ada pula yang menatap tajam Sang guru.
"Baik kalau tidak ada yang mau ngaku sekarang, ibu akan tunggu sampai pulang sekolah. Tapi ingat! Laki-laki yang bernilai itu adalah lelaki yang mau mengakui kesalahannya. Ibu akan memberikan reward untuk kalian yang mau jujur. Ibu akan kasih pulpen ini!" lanjutnya masih dengan nada rendah sambil mengangkat sebuah pulpen yang baru saja dibeli di koperasi sekolah.
Bukan kemarahan yang diluapkan Erina saat ini. Padahal kalau Erina mau, dia sudah menjadikan para siswa sebagai luapan emosinya yang terpendam.
Erina bersikap profesional ketika berada di sekolah. Seolah masalah yang di rumah tidak pernah ada.
"Yaelah Bu, kalau cuma pulpen kita mah masih bisa kebeli. Apalagi pulpen murahan macam itu. Itu sih gampang," remeh salah satu anak lelaki yang duduknya jongkok di atas bangku.
Erina tersenyum, karena baru satu siswa yang mau bersuara. Dia sangat bersyukur masih ada yang merespon ucapannya.
"Kalau gitu ibu akan masakin makanan kesukaan kalian, khusus bagi lelaki sejati hari ini. Ingat tidak ada penawaran lagi. Ibu akan berikan reward masakan spesial bagi kalian yang mau mengakui dan jujur dengan kejadian tadi. Ada seblak, batagor, cirambay, atau makanan berat seperti nasi ayam geprek, ayam bakar madu, gulai ikan patin dan lain sebagainya. Kalian bebas memilih satu menu,"
"Yaelah Bu. Itu kasih reward apa memang Ibu mau jualan? Eh kalau enggak Ibu jualan aja biar saingan sama ibu kantin. Siapa tahu masakan Ibu memang lebih enak,dari Bu kantin" saran siswa lainnya, lalu tertawa.
"Emang Bu guru bisa masak?" tanya yang lainnya.
"Yang ada kita keracunan lagi," timpal yang lainnya.
Suara riuh gelak tawa kembali terdengar. Mereka meremehkan tawarannya.
Erina masih tenang menanggapinya. Masih menyunggingkan senyumnya. Jeda beberapa menit sudah banyak yang merespon ucapannya.
"Bu mendingan Ibu kembali ke kantor gih! Hijab Ibu kuyup tuh, entar masuk angin lho!" ujar seorang siswa yang kakinya masih selonjoran di atas meja.
Erina tertawa lepas, ternyata masih ada yang peduli terhadapnya.
Mereka mendadak diam karena gurunya tidak tersinggung dengan ucapan salah satu temannya yang secara langsung mengusir halus.
"Haduuuh terima kasih sekali masih ada yang perhatian dan peduli sama Ibu. Oiya kita kan belum kenalan ya! Kata orang tak kenal maka tak sayang. Tapi kalian mah beda. Tak kenal tapi perhatian dan peduli sama Ibu. Makasih banget," ujar Erina dengan mimik wajah yang dibuat lucu.
"Iiiih siapa juga sih yang perhatian sama Ibu. Engga jelas banget deh," ujar siswa yang selonjoran sambil menurunkan kakinya. Sambil melengos karena malu.
Erina menahan senyumnya melihat tingkah polah para siswa yang random. Seraya membalikkan badannya ke arah meja guru.
"Yaaa sayang sekali, absennya basah. Kalau gitu lain kali saja kita kenalan. Oiya nama Ibu Erina Pramesti, panggil Ibu Erin saja."
"Gak nanya..." celetuk siswa dengan tatapan malas.
Riuh gelak tawa kembali terdengar setelah mendengar ucapan siswa tersebut.
Terrreeeettt!
Terrreeeettt!
Terrreeeettt!
Bunyi bel istirahat terdengar memecahkan suasana kelas. Mereka bersyukur waktu berjalan begitu cepat. Jadi tidak perlu banyak mendengar gurunya yang sok-sokan bersikap manis di hadapannya.
Erina menghela nafas panjang. Setidaknya ia tidak harus lebih lama menahan rasa dingin di tubuhnya.
"Ya sudah kalian boleh istirahat. Ibu tunggu pengakuan kalian perihal yang kalian lakukan tadi. Ingat! Lelaki sejati adalah lelaki yang mau jujur dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya, paham!"
"Pahaaaam Bu. Yaellllah gitu aja diingetin..."
Erina menggelengkan kepalanya. Kepalanya mulai pening. Seraya meraih ponselnya dari kantong roknya. Beruntung, ponselnya masih selamat. Dia memutar nomor suaminya untuk memintanya membawakan pakaian ganti. Namun tak ada jawaban.
Erina mengulang panggilan tersebut. Tetap masih tidak ada jawaban. Erina tampak berpikir, tidak biasanya suaminya bersikap demikian. Suaminya pasti akan menerima panggilan langsung dan mengganti panggilan dengan video dengan alasan ingin melihat wajah Erina.
Rasa khawatir menerpa pikirannya. Seraya merenungi kejadian sebelumnya. Dia hanya bisa menebak. Mungkinkah sesuatu terjadi pada suaminya?
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan