SECRET LENGKARA DIKARA

5 hari pun sudah berlalu sejak malam panas yang mereka lakukan malam itu, kejadian yang sampai detik ini membuat lengkara terus saja kepikiran dan juga merasa bersalah terhadap dikara yang malah mengatakan hal yang tak terduga.

Di mana sehari setelah kejadian itu lengkara menemuinya, ingin meminta maaf sekaligus bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat.

Hanya saja, gadis itu.

Dia..

Menolak.

Rahang lengkara mengeras mendengar penolakan yang keluar dari mulut dikara, bisa bisanya gadis itu tak menyalah kan dirinya setelah apa yang ia lakukan. Padahal lengkara sangat tau, jika malam itu adalah mengalaman pertama untuk keduanya.

"Ayo ikut gue ke rumah, kita harus ngasih tau orang tua kita kar. Kita ngga boleh biarin hal ini begitu aja, gue ngga mau jadi cowok yang brengsek dan ngga bertanggung jawab. Gue ngga mau jadi cowok pengecut, dan malah diam aja kayak gini." Itu ucapan lengkara saat menghadang langkah dikara yang hendak masuk ke dalam apartemennya.

"Ngga, gue ngga mau!." Tolak gadis itu dengan datar, bahkan dia tak menatap wajah lengkara yang penuh akan kekhawatiran.

Dikara mungkin tak tau, atau tak ingin tau jika setelah malam itu lengkara mengurung diri di dalam kamar hampir seharian. Pemuda itu mengumpat dan menyalah kan dirinya yang tidak bisa menjaga kewarasan di saat di pegaruhi minuman sialan itu, dia juga berkali kali meninju tembok bahkan kaca kamar mandi sampai jari jarinya terluka dan berakhir di perban.

Dia merasa bersalah dan itu sangat, karna sudah merenggut sesuatu yang di jaga dengan baik oleh dikara.

"Kenapa? Lo jangan gila kara, ini harus kita omongin baik baik dan harus ngelibatin keluarga kita. Dan gue yakin, mereka bakalan ngasih solusi yang baik untuk masalah ini."

"Dengan cara nikahin kita, iya kan?." Lengkara terpaku, mendengar jawaban itu.

"Kenapa diem? Itu kan satu satunya solusi yang nanti bakalan mereka ambil juga, itu udah ke baca kar, dan gue ngga mau." Lanjutnya lalu menekan angka angka untuk membuka pintu.

Lengkara menahan lengannya. "Kenapa? Kenapa lo ngga mau, karna kita berdua ngga saling cinta, iya?. Kalau emang yang lo pikirin itu, ya lo emang benar, kita ngga saling cinta. Tapi pernikahan, hal itu adalah hubungan yang di jalani dengan jangka panjang kar, dan gue yakin kita berdua pasti bakalan--."

"Stop, ngga usah lo lanjutin!." Potongnya lalu menatap lurus pada lengkara yang penampilannya sudah tak karuan.  "Di sini bukan cuma lo yang salah, tapi gue juga. Gue sadar kok kalau malam itu lo keliatan aneh dan udah pasti lo itu di pengaruhin obat, dan gue? Gue sempat nolak, tapi pada akhirnya gue pasrah. Ngga, lebih tepatnya gue ngeladenin apa yang lo mau malam itu." Jelasnya, dan membuat nafas lengkara semakin tercekat.

"Jadi, gue mau lo ngga usah mikirin hal itu lagi. Fokus aja ke depan, dan ngga usah inget inget apa lagi ngungkit kejadian malam itu."

Brukkk....

Pintu apartemen di tutup, dan lengkara terduduk di depan pintu itu dengan kepala tertunduk mendengar apa yang dikara kata kan barusan. Ia serba salah, dan tak tau harus mengambil langkah seperti apa.

Di lain sisi dia juga tidak yakin jika bisa menjalani kehidupan yang kembali normal tanpa bayang bayang rasa bersalahnya pada dikara, karna bagaimana pun lengkara bukan pemuda yang brengsek dan akan lepas tangan begitu saja untuk sesuatu yang seharusnya ia pertanggung jawab kan.

Dan jika dikara mau, dia akan pasang badan untuk membicara kan ini pada orang tua mereka dan akan bertanggung jawab penuh jika jalannya mereka harus di nikah kan.