Yura yang terjerat masalah terpaksa meninggalkan Hanan suaminya dan putri yang baru dilahirkannya, agar mereka tetap hidup karena kritis dirumah sakit akibat kecelakaan. Hanya keluarga suaminya yang memiliki uang yang bisa membantunya dengan satu syarat menyakitkan!
Lima tahun kemudian, Yura dipertemukan dengan anak yang dilahirkan, dibawa sebagai pengasuh oleh istri baru Hanan. Dengan kebencian dari keluarga Maheswari serta pria yang di cintai, mampukan Yura bertahan demi anaknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Cerita yang berbeda.
Hanan tiba-tiba saja terdiam mendengar pertanyaan Gendhis. Bagaimana dia menjawab Yura terluka karena nekat melompat dari dalam mobilnya yang melaju. Untung saja Yura baik-baik saja, tapi seharusnya wanita itu dibawa kerumah sakit, Hanan yang tega membiarkannya tetap dirumah.
Setelah mencari alasan tepat, Hanan baru menjawab. "Itu, Yura tiba-tiba kepeleset ditangga teras depan, jadi dia tidak bisa ikut!" Jawab hanan berbohong.
Seketika Gendhis terkejut mendengarnya, dia khawatirkan kondisi Yura karena Aura menginginkan wanita itu ada disampingnya dan ikut menginap dirumah neneknya. "Ya ampun mas, lalu bagaimana dengan kondisi mbak Yura? Apa dia baik-baik saja atau luka parah? Sudah dibawa kerumah sakit belum?" Tanya Gendhis dengan panik.
Hanan tidak menyangka, dia sungguh bingung kenapa sikap Gendhis begitu khawatir pada Yura. Bagaimana kalau Gendhis tau, Yura ibu kandungnya Aura. Apa dia akan tetap bersikap seperti ini?
"Dia baik-baik saja. Mungkin luka kecil, sudah diobati orang rumah juga! Dimana Aura? Aku merindukannya!" Hanan mengalihkan pembicaraan, biarlah nanti Gendhis tau sendiri kondisi Yura.
Setelah pulang besok, pasti Gendhis tidak akan menunda waktu untuk melihat kondisi Yura.
Meskipun sangat penasaran dan ingin pulang, tapi Gendhis akhirnya mengajak Hanan masuk kedalam rumah orang tuanya. Aura tengah main dengan orang tua Gendhis, bukan cucu kandung namun mereka sangat menyayangi Aura seperti cucu kandung mereka sendiri.
.....
"Mbak Yura sebaiknya kerumah sakit saja. Wajah mbak Yura pucat sekali!" Ane, salah satu pelayan dirumah Hanan kini berada didalam kamar Yura. Bukan hanya Ane, rekannya dan art paling tua juga ada.
"Aku baik-baik saja, kok. Sebaiknya kalian semua istirahat, nggak usah khawatir, ini hanya luka kecil!" Jawab Yura.
Mereka semua sangat khawatir, tentu saja meninggalkan Yura mereka tambah khawatir. Apalagi art tua yang dipanggil Bibi Amy, dia melihat Yura seperti melihat anaknya yang menikah dan tinggal diluar kota.
Bibi Amy menjadi art karena tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Padahal anak-anaknya sangat baik dan sanggup mencukupi kebutuhannya menuju masa tua.
"Bibi temani disini ya. Takut kamu kenapa-kenapa atau butuh apa!"
Yura tersenyum, setidaknya dirumah Hanan ada banyak orang-orang yang perduli dan khawatir padanya, baik padanya itu sudah cukup mengobati hatinya. "Gak usah bi. Istirahatlah!" Yura juga tidak enak karena bibi Amy sudah banyak bekerja seharian, juga dua art lain itu.
"Nggak apa-apa. Bibi temani disini. Ane dan ika biarkan istirahat! Melihat kamu itu, bibi jadi ingat anak-anak bibi yang jauh dikota."
Yura juga jadi ingat orang tuanya dan adiknya, Yura sangat merindukan mereka, bagaimana kabar ayahnya yang sakit dan ibunya yang juga harus menanggung beban keluarga. Apalagi sekarang Yura baru bekerja, gajiannya masih lama, tentu belum bisa kirim uang untuk mereka.
Yura menganggukkan kepalanya, mengizinkan bibi Amy tidur satu kamar dengannya. Kamarnya memiliki ranjang yang lumayan besar, bisa untuk tidurnya dan bibi Amy. "Terimakasih banyak bibi sudah baik pada Yura. Yura jadi ingat ayah dan ibu!" Air mata Yura merembes keluar.
Melihat pemandangan itu, Ane dan Ika juga merasa terharu. Mereka juga meninggalkan anak serta suami dan bekerja untuk membantu keluarga. Karena memang gaji yang ditawarkan Hanan lumayan menjanjikan, cukup untuk membantu memberikan kehidupan layak untuk keluarga mereka.
.....
Karena sebelumnya tidak mau dibawa kerumah sakit, apalagi Hanan yang tidak memperbolehkan dibawa kerumah sakit, tengah malam Yura demam tinggi. Sampai pagi dia tetap menggigil seperti disiram air dingin.
Semalaman juga Bibi Amy membantu merawatnya, mengompres dan memberinya obat penurun demam serta pereda nyeri. Namun memang entah bagaimana kecelakaan yang dialami Yura sampai kondisinya memang perlu dibawa kerumah sakit.
Hanan langsung ke perusahaan, sementara Gendhis yang dihantui rasa khawatirnya langsung pulang kerumah usai mengantarkan Aura sekolah. Hanan semalam membawa keperluan sekolah Aura, karena tidak mau Aura pulang dan melihat kondisi Yura.
"Dimana mbak Yura?" Tanya Gendhis begitu sampai didepan rumah, melihat Ika akan menyapu halaman depan.
"Mbak Yura ada di kamarnya bu. Sepertinya mbak Yura perlu dibawa ke dokter, tapi dia nggak mau!" Jawab Ika.
Gendhis menganggukkan kepalanya, apa mungkin separah itu kondisi Yura sampai harus dibawa kerumah sakit?
Gendhis tiba-tiba melihat arah tangga teras, dia jadi ingat kalau Hanan cerita Yura jatuhnya dari tangga teras. "Bagaimana bisa mbak Yura jatuh dari tangga teras?" Tanya Gendhis.
Hah? Ika terkejut mendengar pertanyaan Gendhis. Mbak Yura jatuh dari tangga teras, maksudnya bagaimana? Ika saja baru tau kalau Yura jatuhnya dari tangga teras, sebab pulang-pulang keluar dari mobil Ika dan Ane melihat Yura sudah seperti itu kondisinya. Apalagi lebam-lebam diwajah Hanan, mereka juga bingung.
Gendhis juga bingung sebenarnya, karena saat dia bertanya kenapa wajah Hanan babak belur, pria itu tidak menjawabnya dan mengatakan semuanya baik-baik saja.
"Saya tidak tau ceritanya bu. Saya hanya melihat kondisi Mbak Yura sudah seperti itu saat pulang!" Jawab Ika.
Sekarang Gendhis justru bingung, kalau Yura jatuh dirumah, apa Art tidak ada yang melihatnya?
"Yasudah. Saya masuk saja dan lihat langsung!" Jawab Gendhis lalu melangkah pergi.
Jatuh dari teras? Ika terus memikirkan itu. Sepertinya tidak mungkin karena dia jelas melihat kalau Yura keluar dari mobil sudah luka-luka, tidak jatuh dari teras, Yura juga baru pulang kan kemarin setelah seharian pergi.
.....
Gendhis membuka pintu kamar Yura yang tidak tertutup rapat. Didalam ada Bibi Amy yang baru selesai memberikan obat seadanya. "Bagaimana kondisimu, mbak?" Tanya Gendhis.
Sebenarnya Gendhis cukup terkejut melihat wajah Yura yang pucat. Pakaiannya yang panjang tidak bisa terlihat oleh mata Gendhis, karena Yura tidak mau Gendhis bertanya macam-macam bagaimana bisa dia jatuh.
'Saat Gendhis pulang dan tanya, jangan jawab kalau kamu lompat dari mobil! Cari alasan lain!' Hanan tadi pagi sudah mewanti-wanti dan mengirimkan pesan untuk Yura.
"Saya baik-baik saja, mbak! Jangan khawatir!" Yura tersenyum. "Maaf ya mbak, kemarin saya tidak ikut menyusul Mbak Gendhis dan Nona Aura!"
"Tidak apa-apa mbak. Yang penting kondisi mbak Yura baik-baik saja. Saya sudah hubungan dokter keluarga untuk kesini!"
"Tidak usah bu Gendhis. Saya baik-baik saja!" Sahut Yura dengan cepat.
"Nak Yura memang perlu diperiksa dokter, takutnya ada bagian luka yang perlu ditangani serius!" Sahut Bibi Amy.
Yura sebenarnya tidak mau, tapi mereka memaksa, apalagi dokter tidak butuh waktu lama untuk datang. Tiba-tiba sudah muncul didepan pintu padahal Gendhis baru bicara.
Memang tidak ada luka yang serius, tapi sebenarnya dokter perlu melakukan CT Scan dirumah sakit, namun Yura menolak dan merasa baik-baik saja.
"Secara keseluruhan tidak ada luka serius dibagian luar. Saya akan berikan resep obatnya!"
Setelah dokter pergi dan meninggalkan secarik resep obat untuk Yura, Gendhis mendekati Pengasuh anaknya kembali. "Sebenarnya apa yang terjadi mbak?" Tanya Gendhis, tidak puas dengan cerita suaminya.
Yura tidak mau kalau Gendhis tau dia melompat dari mobil, karena suami MEREKA yang menyakiti hatinya. "Saya kepeleset dikamar mandi karena buru-buru, bu Gendhis!"
Deg!
wah untung ajaa ada paman tampan 😌