NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Ternodai

Cahaya Yang Ternodai

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Nikahmuda / One Night Stand / Romansa / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:33.1k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Hujan deras malam itu mengguyur perkampungan kecil di pinggiran kota. Lampu jalan yang redup hanya mampu menerangi genangan air di jalanan becek, sementara suara kendaraan yang melintas sesekali memecah sunyi. Di balik dinding rumah sederhana beratap seng berkarat, seorang gadis remaja duduk memeluk lututnya.

Alendra Safira Adelia.
Murid kebanggaan sekolahnya, panutan bagi teman-temannya, gadis berprestasi yang selalu dielu-elukan guru. Semua orang mengenalnya sebagai bintang yang bersinar terang di tengah gelap. Tapi hanya dia yang tahu, bintang itu kini nyaris padam.

Tangannya gemetar menggenggam secarik kertas—hasil tes yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tulisan kecil itu menghantam seluruh dunia yang telah ia bangun: positif.

Air mata jatuh membasahi pipinya. Piala-piala yang tersusun rapi di rak kamar seakan menatapnya sinis, menertawakan bagaimana semua prestasi yang ia perjuangkan kini terasa tak berarti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Bimbang

Malam hari, setelah keluarga Rayven pergi, suasana rumah Alendra begitu sunyi. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar, berpacu dengan degup jantung gadis itu yang tak menentu. Lampu ruang tamu yang kekuningan membuat bayangan di dinding terlihat panjang dan menekan, seolah ikut menghakiminya.

Alendra duduk di kursi panjang ruang tamu, tangannya saling menggenggam di pangkuan, bergetar. Di depannya, Ardian dan Larissa berdiri. Keduanya saling bertukar pandang—ada kemarahan, kecewa, tapi juga kekhawatiran yang menahan mereka untuk tidak langsung meledak.

“Jadi benar dia ayah kandung anak kamu?” suara Ardian pelan tapi tegas, serak menahan emosi. “Dan dia orang yang merusak kamu?”

Alendra menunduk, bahunya gemetar. “E-emm… benar, Yah.”

Larissa menghela napas berat, suaranya bergetar menahan amarah dan sedih yang bercampur jadi satu. “Terus kenapa waktu kami tanya siapa yang merusak kamu, kamu bilang gak tahu, Len?”

Air mata Alendra menetes, menodai ujung jarinya. Ia sudah berusaha kuat, tapi rasa bersalah itu terlalu berat untuk dipendam sendiri. “Maaf, Yah… Ibu… waktu itu aku benar-benar gak tahu siapa orangnya. Aku baru tahu beberapa hari ini…”

Ia menarik napas dalam, suaranya hampir hilang. “Waktu itu aku terjebak di rumah kosong bersama Rayven yang sedang mabok, untuk berlari atau melepaskan diri saja aku gak sanggup.”

Larissa menatap anaknya dengan mata berkaca, suaranya bergetar. “Jadi selama ini kamu simpan sendiri semua itu, Nak? Tanpa cerita sedikit pun ke Ibu?”

Alendra menggigit bibir bawahnya, menahan tangis. “Aku takut, Bu. Aku takut kalian kecewa… takut kalian gak mau lihat aku lagi.”

Ardian duduk perlahan di depannya, menatap wajah putrinya yang penuh air mata. “Len, kamu pikir kami orang macam apa, Nak? Kami orang tuamu. Mau kamu jatuh seburuk apa pun, kamu tetap anak kami.”

Tangisan Alendra pecah. Ia menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar. Larissa segera merangkul bahunya, mencoba menenangkan, meski air matanya juga ikut jatuh.

“Len, kamu gak salah karena itu. Kamu korban. Jangan pikir kamu harus tanggung semuanya sendirian.”

Alendra mengguncang kepala pelan, menatap ibunya dengan pandangan yang penuh rasa bersalah. “Tapi aku juga salah, Bu. Aku gak hati-hati. Aku pulang terlalu malam, padahal kalian udah larang. Kalau aja aku dengerin…”

Ardian menatap putrinya dengan tatapan hampa sejenak, mencoba menahan amarah yang berkecamuk. Ia tahu, memarahi anaknya sekarang tidak akan mengubah apa pun. Tapi hatinya remuk mendengar kenyataan bahwa anaknya yang dulu begitu ceria dan polos kini harus menanggung beban sebesar itu.

“Yang penting sekarang kamu kuat, Nak,” ucap Ardian akhirnya. “Kita harus hadapi ini sama-sama. Ibu dan Ayah gak akan biarin kamu sendirian.”

Larissa mengelus rambut putrinya lembut. “Kita juga harus periksa ke dokter, sayang. Pastikan kamu dan bayi kamu sehat. Dan kalau kamu gak nyaman ketemu Rayven, kamu gak usah maksa. Kita bisa urus semua ini lewat cara baik-baik.”

Alendra mengusap air matanya pelan, matanya sembab. “Aku gak mau Rayven tanggung jawab, Bu. Aku takut nanti dia cuma terpaksa. Aku gak mau hidupku diatur cuma karena rasa kasihan.”

“Bukan soal itu,” jawab Ardian perlahan. “Tapi soal masa depan kamu dan anak ini. Kita gak bisa ambil keputusan sendiri-sendiri. Kalau dia memang mau tanggung jawab, kita akan bicara lagi, tapi semua diatur dengan benar, bukan emosi.”

Hening kembali mengisi ruangan. Alendra menunduk lagi, menatap perutnya yang masih datar. Di sana, kehidupan kecil tumbuh, tapi di balik itu, ketakutan besar juga ikut berkembang.

Larissa memegang tangan putrinya erat. “Kamu harus kuat, Len. Hidup gak berhenti di sini. Kalau kamu mau lanjut sekolah, Ayah dan Ibu bakal bantu. Kamu gak sendiri.”

Ucapan itu membuat dada Alendra sesak. Ia ingin percaya semuanya akan baik-baik saja, tapi pikirannya masih dipenuhi ketakutan — tatapan teman sekolah, gosip yang mungkin tersebar, dan masa depan yang tiba-tiba terasa begitu asing.

“Bu, Ayah…” suaranya lirih. “Aku cuma mau semuanya berhenti. Aku capek. Aku gak mau terus diingatkan soal kejadian itu.”

Larissa menatap suaminya, lalu kembali memandang putrinya lembut. “Pelan-pelan, Nak. Waktu akan bantu kamu sembuh. Tapi kamu harus janji, jangan sembunyi dari kami lagi. Apa pun yang kamu rasain, ceritain ke kami.”

Alendra mengangguk pelan, matanya basah lagi. “Maaf, Bu… Ayah… aku janji.”

Ardian menepuk lembut punggung putrinya. “Sekarang istirahat. Besok pagi kita ke dokter, ya.”

Saat Alendra bangkit menuju kamarnya, Larissa masih duduk di sofa, menatap kosong ke arah pintu yang baru saja tertutup. Ardian meraih tangannya, menggenggam erat.

“Dia masih anak-anak, Bu. Tapi harus hadapi hal sebesar ini…”

Larissa mengangguk pelan, suaranya nyaris tak terdengar. “Aku cuma takut, Di. Dunia di luar sana kejam. Dan Rayven… aku belum tahu bisa percaya dia atau tidak.”

Ardian menarik napas panjang. “Kalau memang dia mau tanggung jawab, biar kita bicarakan baik-baik. Tapi kalau dia cuma main-main, aku sendiri yang akan urus semuanya.”

Larissa mengusap matanya. “Aku cuma mau Alendra tenang. Dia udah cukup menderita.”

Di kamar, Alendra terbaring menatap langit-langit. Air matanya belum kering sepenuhnya. Di dadanya, rasa takut dan lega bercampur menjadi satu. Ia tahu, perjuangannya baru saja dimulai. Tapi malam ini, setidaknya ia tidak sendirian lagi.

Ia memejamkan mata, menahan napas pelan. Dalam hati, ia berjanji untuk melindungi bayinya — apapun yang terjadi, meski dunia di luar nanti mungkin tak lagi ramah.

---

“Gimana kalau kita paksa mereka menikah saja?” suara Ardian terdengar pelan tapi tegas malam itu, ketika mereka berdua sudah berbaring di tempat tidur. Lampu kamar hanya tinggal redup cahaya lampu tidur, tapi ketegangan di antara mereka begitu terasa.

Larissa yang semula memejamkan mata langsung menoleh. “Maksudnya gimana, Mas? Mas mau paksa mereka menikah?” tanyanya dengan nada cemas.

Ardian menarik napas panjang, menatap langit-langit kamar yang kosong. “Mas cuma… pengin anak kita gak terus dicaci maki orang, Ris. Kalau nanti anak itu lahir tanpa ayah yang jelas, kamu tahu gimana tetangga di sini. Mereka gak akan berhenti ngomong.”

Larissa menatap suaminya dengan mata lelah. “Mas, aku ngerti kekhawatiran itu. Tapi maksa mereka menikah bukan solusi. Rayven sama Alendra masih remaja yang labil. Mereka bahkan belum ngerti arti dari tanggung jawab pernikahan.”

Ardian terdiam sejenak, wajahnya tegang. Ia tahu istrinya benar, tapi hatinya tetap tak tenang. “Tapi, Bu… kalau mereka gak nikah, gimana masa depan anak itu? Nama keluarga kita bisa rusak. Orang-orang bakal ngomong macam-macam, bilang kita gak bisa jaga anak.”

Larissa duduk perlahan, menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. “Mas, kita udah tahu anak kita korban. Alendra gak minta kejadian itu. Dan Rayven sendiri udah ngaku salah. Tapi menikahkan mereka karena tekanan sosial itu cuma bakal nambah masalah.”

“Mas cuma pengin mereka bertanggung jawab,” ucap Ardian, kini menatap istrinya dengan mata merah. “Rayven udah bikin anak kita kehilangan masa depan, Bu. Mas gak bisa diem aja.”

Larissa menggeleng pelan. “Aku tahu. Tapi tanggung jawab itu bukan cuma lewat pernikahan, Mas. Kita bisa minta keluarga Rayven bantu soal biaya lahiran, atau pendidikan anak nanti. Tapi jangan paksa mereka nikah. Pernikahan yang dipaksakan gak akan jadi tempat aman buat Alendra. Justru bisa jadi luka baru.”

Ardian mengusap wajahnya keras, frustrasi. “Mas cuma takut, Bu. Takut anak kita terus dipandang rendah. Kamu tahu sendiri, lingkungan kita kayak apa. Sekali mereka tahu, gosip itu gak akan pernah berhenti.”

Larissa menatapnya lama, lalu menggenggam tangannya. “Mas, kita ini orang tua. Tugas kita bukan ngikutin omongan orang, tapi lindungin anak kita. Kalau kita paksa dia nikah, itu artinya kita nyerah sama tekanan mereka.”

Keheningan panjang menyelimuti kamar. Hanya suara kipas angin yang berputar pelan.

Akhirnya, Ardian menghela napas panjang. “Mas tahu, Bu. Tapi tetap aja susah nerimanya. Dulu Mas pikir, Alendra bakal jadi anak yang paling aman di rumah. Ternyata malah kena musibah begini.”

Larissa menatapnya dengan mata lembut. “Gak ada yang bisa prediksi, Mas. Yang penting sekarang, kita jangan biarin dia sendirian. Dia udah cukup disalahin sama dirinya sendiri.”

Ardian menatap istrinya lama, lalu memeluk bahunya. “Mas cuma pengin yang terbaik buat kalian. Tapi Mas janji, Mas gak akan ambil keputusan tanpa bicara dulu sama kamu dan Alendra.”

Larissa tersenyum kecil, lega mendengar itu. “Terima kasih, Mas. Aku tahu ini berat. Tapi aku yakin, kalau kita sabar dan bijak, semua bisa kita lewati.”

Malam itu mereka terdiam lama dalam pelukan. Masing-masing tenggelam dalam pikiran.

1
Favmatcha_girl
bohong itu bu🤭
Favmatcha_girl
dari calon mantu bu
Favmatcha_girl
perhatian juga Abang yang satu ini
Favmatcha_girl
Semangat berjuang Rayven 💪
ilham gaming
nasehat papa Damian bagus
Favmatcha_girl
Lhaa baru kenalan
Favmatcha_girl
gak galak kamu ven
Favmatcha_girl
sama orang lahh
Favmatcha_girl
ketuanya aja kaget
Favmatcha_girl
bukan sakit tapi mulai jatuh cinta🤭
Favmatcha_girl
lagi bahagia dia Nay😌
Favmatcha_girl
Jauh sekali perumpamaan nua
Favmatcha_girl
untung aja gak kenapa-kenapa
Favmatcha_girl
hahh betul, aku dukung kamu
Favmatcha_girl
kayaknya enggak deh Ven, pikiran kamu aja
Favmatcha_girl
cie udah mulai jatuh cinta 🤭
Favmatcha_girl
yahhh zonk
Favmatcha_girl
jemput aja udah, kasihan kalau pakai sepeda mulu
Favmatcha_girl
jangan banyak-banyak pikiran Len😌
Favmatcha_girl
aminn
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!