Sarah, si bunga kota yang dikenal cantik, bohay, serta menyimpan sisi nakal dan jahil di balik wajah manisnya, kini menjalani salah satu babak penting dalam hidupnya: Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa subur di Pinrang.
Takdir mempertemukannya dengan Andi Af Kerrang, seorang pemuda tampan, berwibawa, dan dikenal kaku, namun juga seorang juragan padi sekaligus pemilik bisnis kos yang terpandang di wilayah tersebut.
Awalnya, perbedaan latar belakang dan kepribadian membuat interaksi mereka terasa canggung. Namun, seiring berjalannya waktu, serangkaian peristiwa tak terduga—mulai dari kesalahpahaman yang berujung fatal, hingga situasi mendesak yang menuntut keberanian untuk melindungi—membawa keduanya semakin dekat.
Dari jarak yang semula terbentang, tumbuh benih rasa yang perlahan berubah menjadi candu.
akankah sering berjalan nya waktu Andi mengikuti arus kenakalan Sarah ataukah Sarah yang pasrah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Azzahra rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kesibukan dan kehangatan
Setelah Alpran KKN selesai, hari-hari Sarah kembali dipenuhi kesibukan. Ia harus menyelesaikan laporan akhir KKN, mengikuti seminar proposal, dan memenuhi persyaratan akademik lain sebelum memulai proses skripsi. Andi, suaminya, berjanji akan selalu menemani Sarah dalam perjalanan ini.
Karena jadwal yang padat, Sarah memutuskan untuk tinggal seminggu di rumah orang tuanya. Rumah itu terasa hangat, penuh tawa dari ibu, ayah, dan adik-adiknya. Andi pun ikut tinggal bersama Sarah untuk memberi dukungan sekalian.
Hari-hari mereka diisi dengan bolak-balik kampus. Pagi-pagi, setelah sarapan bersama, Sarah bersiap dengan buku dan laptopnya. Andi menunggu di sampingnya, memberikan secangkir kopi sebelum mengantar Sarah ke kampus. Di rumah, ibu Sarah kadang menyiapkan bekal, sementara adik-adik Sarah sibuk bercanda dengan Andi yang ikut terseret dalam kehangatan keluarga.
“nak, kamu harus hati-hati nyetir, ya,” pesan ayah Sarah pada suatu pagi sebelum Andi mengantar Sarah ke kampus.
“Tenang. Ayah Saya selalu hati-hati kok,” jawab Andi sambil tersenyum.
Hari demi hari, kebiasaan itu berulang. Sarah sibuk di kampus, Andi menunggu atau membantu di rumah sambil mengecek kerjaan anggotanya yang ada di desa . Di sela waktu, mereka sempatkan bercanda dan menikmati kebersamaan kecil. Malamnya, keluarga Sarah selalu makan bersama, mengobrol tentang hari masing-masing.
Suatu sore, setelah Sarah selesai seminar proposalnya dengan sukses, Andi menjemputnya dengan senyum lebar. “Kamu hebat hari ini,” katanya. Sarah tertawa kecil, lalu memeluk Andi erat.
“Bukan cuma aku, kamu juga hebat jadi suamiku yang selalu support,” balas Sarah.
Setelah seminggu penuh bolak-balik kampus dan mengurus berbagai persyaratan akademik, tibalah saatnya mereka berpamitan. Hari itu penuh kehangatan dan sedikit haru.
“Kami pamit pulang ke rumah desa,” kata Sarah sambil memeluk ibu dan ayahnya. “Terima kasih banyak atas semuanya, Bu,
ayah. Terutama sudah memberi kami waktu untuk di rumah ini.saya sangat merasa sungkan”
Ibu Sarah memeluknya lebih erat. “Jaga diri kalian di perjalanan, nak.”
Andi juga memeluk ayah Sarah, tersenyum penuh arti. “Kami pasti hati-hati, yah.”
Sebelum berangkat, Sarah menyiapkan sebuah tas kecil berisi oleh-oleh dari kota untuk mertua . Ada jajanan pasar khas kota, buah segar, baju, dan perhiasan dan kue buatan ibu Sarah.
Sesampainya di rumah Andi, mereka disambut hangat oleh ibu dan bapak Andi. Sarah menyerahkan oleh-oleh dengan senyum manis. “Ini sedikit tanda terima kasih saya ibu bapak sudah menerima saya menjadi menantu,” ucapnya dengan sopan.
Ibu Andi tersenyum sambil membuka kotak oleh-oleh. “Wah, terima kasih, nak. Ini sangat berarti.”
Bapak Andi menepuk bahu Andi. “Kamu dan Sarah harus jaga diri baik-baik.”
Malam itu, Sarah dan Andi duduk bersama di teras rumah desa mereka. Angin sepoi membawa keheningan yang nyaman
Dan malam itu, di bawah cahaya bulan, mereka duduk berdua, menikmati kebersamaan sederhana setelah perjalanan panjang.
Sejak kembali ke rumah desa, Sarah mulai menetapkan rutinitas barunya. Ia memanfaatkan suasana tenang di rumah untuk memulai skripsi. Meja kayu di sudut rumah menjadi tempatnya bekerja: laptop terbuka, buku-buku berserakan, catatan berisi data dan referensi. Suara burung, angin yang berhembus, dan aroma kopi hangat menemani hari-harinya.
Andi, di sisi lain, menjalankan aktivitasnya sebagai juragan padi. Pagi hari ia sudah berangkat ke sawah, memantau proses panen dan memastikan kualitas padi yang akan dijual. Ia memeriksa kadar gabah, menegur pekerja jika ada yang lalai, dan memastikan alat-alat pertanian berfungsi baik. Setelah panen, Andi mengatur proses pengangkutan padi ke gudang, lalu memantau proses penjualan ke pembeli di pasar.
Selain itu, Andi juga mengelola kost miliknya yang berisi kepala-kepala rumah tangga. Setiap minggu ia mengecek kondisi kost, memastikan pembayaran sewa berjalan lancar, dan menyelesaikan masalah yang timbul, seperti keluhan tentang air atau listrik. Ia mencatat setiap transaksi dan membuat laporan sederhana untuk memastikan usaha kost tetap berjalan lancar.
Rutinitas Andi itu berat, tapi ia jalani dengan penuh tanggung jawab. Sarah paham itu, dan ia selalu berusaha memberi dukungan.
Pulang dari sawah atau dari mengurus kost, Andi selalu disambut aroma masakan Sarah. Sarah mengerti bahwa energi Andi banyak terkuras setiap hari, sehingga ia sengaja memasak makanan yang bergizi. Malam itu, Sarah menyiapkan nasi hangat, ikan goreng segar, sayur asem, dan sambal terasi.
“Andi, kamu pasti capek banget hari ini,” ujar Sarah sambil mengangkat piring ke meja makan.
Andi tersenyum lelah, lalu duduk. “Iya, lumayan panjang hari ini. Aku harus pastikan padi siap jual minggu ini dan cek kost yang ada masalah air.” Ia mengambil nasi, lalu
mencicipi sambal yang dibuat Sarah. “Ini enak banget, Sar. Bikin aku lupa capek.”
Sarah tertawa kecil. “mau capeknya 100‰ hilang gak sayang.”
mau syaang apaan ..
Andi mengangguk, meski ia tahu kadang pekerjaan sawah dan kost tak bisa ditebak waktunya.
Habisin dulu makannya nanti aku aku mandiin
Andi yang mendengar perkataan Sarah pun dengan cepat menghabiskan lalu mengendong Sarah dengan
senyuman yang lebar
Di pinggiran bak mandi Sarah duduk, kakinya membelit pinggang andi, lengannya membelit leher andi.
andi menggerakan pinggulnya sesuai keinginan Sarah yang katanya ingin cepat. sarah merasa bebas menyuarakan suaranya.
andi mengecupi rahang sarah, menatapnya lalu kembali mengecupinya. Dia tidak melarang sarah mendesah, toilet paling di rumahnya, tidak akan ada orang melintas di sana..apalagi rumah sendiri siapa yang masuk jauh dikit dari tetangga juga ..enaknya tinggal di desa
sarah terdongak gelisah, merasakan perutnya yang menegang.
andi sasar lehernya, dadanya lalu menggendongnya. Bergerak tak lama lalu menurunkannya.
sarah segera memunggungi andi, membungkuk dan mengeratkan pegangan di pinggiran bak air itu.
andi usap sisi pinggangnya lalu memulai lagi.
"Sarah ahh lebih cepat sayang," andi kecupi rambut yang ada di punggung dengan setengah basah itu.
andi mulai tertular nakalnya. Dia mulai menggerakan instingnya. Kali ini tidak hanya Sarah yang dominan. tapi Andi yang tertular
Sarah memang tidak punya malu setelah menikah .. mengeluarkan semua sisi nakalnya yang telah di pendam
hanya untuk suaminya Andi kerrang
Andi yang canggung kaku malu tapi mau dan kecanduan
Ternyata tidak butuh waktu lama untuk keduanya mengungkapkan sisi nakalnya mungkin. Karna sudah menikah ..sah sah saja
mau Cium? tawar Sarah dengan tatapan uhh gak bisa di jelaskan
Andi bergerak cepat menganduk dan berputar sambil mencium rakus meliarkan lidahnya sambil menelusuri semua wajah Sarah dengan lembut dan basah
Sarah terkekeh pelan di sela ciuman rakus itu hanya pasrah di bawah kendali Andi kerrang sang juragan yang dominan dan membuatnya hampir pingsan