Sering di-bully, hingga dikirim ke ruangan seorang dosen yang dikenal aneh, dia masuk ke dalam sebuah dunia lain. Dia menjadi seorang putri dari selir keturunan rakyat biasa, putri yang akan mati muda. Bagaimana dia bertahan hidup di kehidupan barunya, agar tidak lagi dipandang hina dan dibully seperti kehidupan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Tentang Politik Kerajaan.
"Nyonya memerintahkan kami untuk membantu Nona, saat kami datang ke tempat tinggal tadi, Anda tidak ada, makanya kami diam-diam langsung datang ke hutan ini."
"Terimakasih. Tapi, jika kalian membantu aku terus, bagaimana dengan Ibundaku? Kalian adalah pengawal dan pelayan darah ibunda, orang yang bisa dipercaya, memangnya pelayan lain bisa setia seperti kalian?" Deana menatap mereka bertiga.
"Nona, di sisi Nyonya besar masih ada dua orang bayangan darah. Nyonya sedang tak sibuk, dia hanya berdiam di kediamannya saja, makanya memerintahkan kami datang menemui Anda diam-diam."
"Hm, begitu. Baiklah kalau begitu, bantu aku menggali tanah, aku ingin membuat gudang kayu dan lumbung untuk menyimpan makanan saat musim gugur dan musim salju, kemungkinan besar kami akan bersembunyi kembali di sini," terang Deana.
"Baik Nona, kami akan selalu siap membantu anda."
Putri mendengarkan setiap percakapan Deana dengan mereka, tentu saja kepala bayinya memikirkan berbagai rencana. Salah satunya dengan menikah.
Menurut buku yang ia baca sebelum berpindah ke tubuh bayi ini. Ada seorang anak keturunan bangsawan rendah bercampur rakyat jelata yang memiliki kemampuan hebat dalam memasak, laki-laki itu diangkat menjadi selir saat berumur 9 tahun oleh putri ke tiga yang berumur 10 tahun lebih tua darinya.
Anak berumur 9 tahun itu hanya dimanfaatkan, mati muda saat berumur 17 tahun karena dipaksa sang putri untuk terus meracik makan makanan beracun.
"Sekarang umurnya sudah lima tahun, aku harus segera menemukan nya dari sekarang, sebelum putri ketiga menemukan dia. Aku harus membuat dia berpihak padaku jauh-jauh hari, walau dia juga akan aku manfaatkan juga, tapi aku tidak akan begitu tega dan kejam sampai menyiksanya. Aku hanya butuh kemampuan memasaknya demi kekuatanku, menambah orang untuk berkuasa memang harus memulai dari yang terendah dulu." Putri bergumam dalam pelukan Deana yang masih berbincang dengan mereka bertiga.
Mengingat dia hanya putri seorang selir berdarah rakyat biasa, tak ada kuasa, harta dan kekuatan, siapa yang akan mau menikah dengan dirinya, dia hanya bisa memulai dari rakyat biasa atau bangsawan terendah.
"Incaran utamaku sebenarnya si penyihir itu, agar aku tidak mati muda! Tapi, untuk menggapai dia butuh usaha dan pencapaian, dia seorang ahli sihir dan seorang pangeran berdarah murni kerajaan. Untung saja, aku masih mengingat semua yang tertulis dibuku itu, setidaknya ini bisa menjadi petunjuk!" Putri terus berpikir.
"Putri ngantuk?" Deana mengelus punggung putri.
"Haisss!" Putri mendengus, yang terdengar seperti nafas mengantuk oleh mereka yang besar itu.
Dia adalah gadis yang sudah besar, tapi karena terjebak di tubuh anak bayi, kelakuan dan sifatnya juga seperti bayi, gampang tertidur bahkan gampang bermain dengan mainan anak kecil.
"Memalukan sekali, tapi ini sangat enak, bikin ngantuk!" Putri bergumam dalam hati dan akhirnya tertidur pulas dalam pangkuan Deana.
Lebih kurang semingguan. Deana menyelesaikan membuat gudang kayu tambahan dan dua lumbung makanan bersama mereka. Bahkan, dua pengawal itu juga mendapatkan hewan buruan yang cukup banyak untuk mereka makan dan bisa di simpan sisanya oleh Deana menjadi daging asap kering.
Bukan hanya itu, mereka bertiga juga membantu memperluas hutan, menebang pohon, merambas dan menggemburkan tanah agar Deana dengan mudah berkebun.
"Hari hendak sore, mari kita segera meninggalkan tempat ini." Deana berkata pada mereka yang tengah membantu Deana.
"Kalian sudah lama bersamaku, membantuku, aku dan putri juga harus segera kembali, takut jika ada yang datang mencari kami, waspada jika ada yang curiga dan tahu tempat persembunyian kami ini." Deana menatap tempat mereka sekarang.
"Baik, Nona. Mari kita segera berkemas untuk kembali." Mereka menyahut.
Deana memeriksa makanan dan menyimpannya di lumbung makanan, memastikan semua sudah terkunci rapat, dan juga kediaman ini. Di sepanjang jalan, mereka menutupi bekas langkah dengan semak seperti biasa, agar tak ada jejak yang terlihat.
Mereka sampai di kediaman putri sudah gelap. Untungnya, kediaman putri jarang dilirik orang-orang. Sehingga kegiatan Deana ataupun putri tak banyak orang yang tahu, ditambah yang mendekati mereka berdua juga diam-diam dan sembunyi-sembunyi.
"Nona, kami segera kembali ke kediaman Nyonya besar. Jaga diri anda." Pelayan darah itu memeluk Deana. Dia sudah lama merawat Deana, sejak dia berumur dua tahun, saat pertama kali wanita ini menjadi pelayan darah Ibunya Deana.
"Iya, saya akan baik-baik saja. Sampaikan pada Ibundaku jangan terlalu khawatir."
Mereka bertiga pun pergi dari kediaman putri.
"Akhirnya kita kembali lagi putri." Deana memeriksa seisi kadiaman, waspada jika ada yang datang, manusia atau hewan, mungkin seperti ular?
"Aman," ucapnya setelah memeriksa. "Kita bisa langsung tidur," lanjutnya pada Putri.
Putri menggeleng. "Par!" Dia mengelus perutnya.
"Bukankah kita baru saja makan saat hendak pulang tadi?" Deana menatap sang putri.
"Par!" Putri kembali berkata, memasang wajah kasihan.
"Hm, hanya ada sisa roti gandum. Apa putri mau menunggu saya memasak dulu?" Deana bertanya sambil memberikan roti.
Putri mengambil roti dan langsung memakannya dengan lahap. "Kup!"
Deana tersenyum. "Baiklah, habis makan roti kita tidur, ya?"
Sang putri mengangguk setuju.
Deana merapikan tempat tidur, menghidupkan penerang, lalu mencuci muka, tangan dan kaki sang putri yang selesai memakan roti. Kemudian, menggendong bayi itu ke atas ranjang.
"Ta Na!" Mata cantik putri berbinar menatap Deana.
"Putri ingin mendengar cerita apa? Cerita rakyat, cerita dongeng, atau apa?" Deana berbaring menghadap pada putri, lalu mengelus punggung sang putri kecil.
"Tik!"
"Cerita politik kerajaan?" Deana menatap putri lama, lalu tersenyum. "Putri selalu mengejutkan, kenapa anda ingin mendengar cerita politik?"
"Tri!"
"Hehehe, anda benar juga Yang Mulia." Deana terkekeh saat mendengar alasan putri, hanya karena dia seorang putri, dia harus mendengarkan cerita politik kerajaan.
"Cerita ini cukup berat untuk anak kecil, tapi karena anda ingin cerita itu, saya akan menceritakan cerita politik yang saya ketahui saja, selebihnya mungkin harus membaca banyak buku," ujar Deana.
Putri mengelus pipi Deana pertanda dia setuju dengan perkataan pelayan darah itu.
"Dahulu kala, tidak ada kerajaan, hanya hutan belantara, tempat ini menjadi tempat berburu. Tapi lama kelamaan manusia saling bertemu satu sama lain disini dan saling berebut hewan buruan, hingga terjadi perebutan dan pembagian wilayah. Lama kelamaan kelompok kecil menjadi kelompok besar, membuat perkumpulan hingga menjadi kerajaan."
"Kerajaan Nerluc sudah tiga kali kepemimpinan berganti, raja sekarang raja ke empat. Dan juga, raja yang sekarang yang paling banyak memiliki istri-istri dan selir. Kelebihan nya, dia memiliki banyak kerajaan sekutu dan wilayah karena pernikahan politik yang banyak itu."
Putri tampak antusias dan mendengarkan dengan serius Deana.
"Ratu adalah keturunan kerajaan Vlad. Salah satu dari lima kerajaan kuat di benua ini." Deana melanjutkan ceritanya.
"Wow! Luc?" tanya Putri.
"Kerajaan Nerluc salah satu dari lima kerajaan terkuat dibenua juga. Pernikahan raja dan ratu membuat aliansi yang kokoh."
"Pa bih Vlad?"
"Hm, tentang kerajaan Vlad, pelayan darah putri ini tak terlalu tahu, maafkan hamba."
"Hummm." Putri tampak cemberut dan mengerucutkan bibirnya.