Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.
Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.
Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Perasaan Aneh
Panik, Kevia refleks menunduk. Dan tanpa berpikir panjang, menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.
Pria misterius itu sempat terkejut, tubuhnya menegang sejenak. Tapi senyum samar segera muncul di balik masker hitamnya. Ia merengkuh Kevia, memeluk erat seolah sedang melindungi.
Aneh. Pelukan itu hangat. Tak bisa disangkal, Kevia merasa hatinya ikut tenang.
“Kenapa?” bisik pria itu rendah, suara beratnya bergetar dekat telinga Kevia. “Kau takut… selingkuhanmu melihatmu bersamaku?”
Kevia mendongak marah, matanya menyala. “Diam!”
“Aku akan diam…” ia menunduk lebih dekat, "…jika kau beri aku ciuman.”
Meski tertutup masker, Kevia bisa merasakan hembusan napas hangatnya menyapu kulit wajahnya, membuatnya makin salah tingkah
“Dasar mesum!” Kevia mendesis, meninju dadanya.
“Aku hanya mesum pada calon istriku,” balasnya enteng, masih dengan suara beratnya, tapi sorot matanya tajam menusuk.
“Sudah kubilang kita tak punya hubungan apa pun!” Kevia mencubit dadanya keras-keras.
Pria itu justru tersenyum geli. “Kau menggodaku, hm?”
“Apa?!” Kevia baru hendak menyembur, tapi sebelum sempat berkata lagi—
Pria misterius itu tiba-tiba menunduk cepat. Maskernya masih menempel, namun bibirnya menekan bibir Kevia tanpa memberi ruang untuk menolak.
Mata Kevia membelalak. Jantungnya melonjak kacau. Ia mendorong dada pria itu sekuat tenaga.
“Kau… sinting mesum!” teriak Kevia, wajahnya memerah antara marah, malu, dan shock.
Di luar, Kevin masih menatap mobil itu dengan dahi berkerut, tanpa menyadari apa yang sebenarnya terjadi di balik kaca gelap tersebut.
Ia melangkah semakin dekat, tatapannya menajam penuh curiga pada mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di tepi jalan. Kaca filmnya begitu gelap, bahkan di siang bolong nyaris mustahil menebak siapa yang berada di dalamnya.
Dadanya bergemuruh, dihantam rasa tak nyaman yang sulit ia jelaskan.
"Kenapa aku merasa… Kevia ada di dalam mobil itu?"
Batin Kevin berisik, mendorong langkahnya terus maju, meski separuh dirinya ragu.
Di dalam mobil, Kevia menoleh sedikit. Matanya melebar, jantungnya berdegup kencang tak terkendali. Tangannya refleks mencengkeram baju pria misterius. Ia menggoyang baju pria itu dengan panik.
“Cepat pergi dari sini. Cepat!” bisiknya penuh desakan.
Terlambat.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan keras di jendela mobil membuat Kevia tersentak. Ia sontak menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu, seolah mencari perlindungan. Tubuhnya bergetar halus, bukan karena takut pada pria misterius, melainkan karena takut ketahuan. Takut Kevin melihatnya.
Pria itu hanya tersenyum samar di balik masker. Dengan tenang meraih jas hitamnya, kemudian menyampirkannya ke tubuh mungil Kevia, menutupi sebagian besar dirinya.
“Jangan dibuka,” cegah Kevia cepat, jemarinya mencengkeram lengan pria itu ketika tangannya hendak menekan tombol jendela.
Namun pria itu tak menjawab. Sebaliknya, ia justru mendekap Kevia lebih erat, menenangkan sekaligus membuat tubuh mungil itu semakin tersembunyi. Dengan gerakan tenang tapi pasti, ia membuka sedikit kaca mobil yang diketuk.
“Kenapa kau buka?!” Kevia memprotes dengan suara bergetar, suaranya rendah namun penuh panik. Tangannya bergerak hendak menutup kembali. Tapi pria itu menggenggam tangannya, menahannya. Sentuhan hangat itu membuat Kevia semakin tak terkendali. Jantungnya berlari tak tentu arah.
Deg-deg-deg.
Dada Kevia semakin kacau.
Di luar, Kevin menunduk, menatap ke dalam melalui celah kaca. Sorot matanya penuh selidik, hati kecilnya berteriak yakin ada sesuatu yang disembunyikan. Matanya membelalak sekilas melihat sosok dalam dekapan pria misterius. Hanya puncak kepala Kevia yang terlihat, tapi cukup membuat dadanya bergetar.
“Ada apa?” suara pria misterius terdengar datar, nyaris tanpa ekspresi. Namun tangannya justru membelai punggung Kevia dengan lembut, seakan menegaskan kepemilikan.
Kevin tertegun. Ia kembali melirik sekilas puncak kepala seseorang di dalam dekap pria misterius itu. Dadanya menegang. Lalu tatapannya bertemu dengan kaca hitam kacamata pria itu. Ada aura dingin, intimidasi, yang membuatnya ragu untuk bicara lebih jauh. Senyum canggung terbit di bibirnya.
“Ah, maaf… aku kira ada seseorang yang aku kenal di mobil ini.”
Pria itu tidak membalas. Hanya satu gerakan dingin, menutup kembali kaca jendela perlahan.
Kevia masih bersembunyi dalam dekapan hangat itu. Wajahnya rapat menempel di dada pria itu. Suaranya lirih, penuh desakan.
“Cepat pergi dari sini.”
Pria itu hanya tersenyum samar, lalu dengan tenang menarik sabuk pengaman Kevia dan memasangkannya.
“Baiklah…” suaranya berat, penuh nada ganda, “…kita akan segera pergi.”
Gerakannya halus, terukur, seakan ia terbiasa melindungi. Kevia tak berani menoleh, wajahnya tetap terbenam di dada bidang itu.
Tak lama, mobil mewah itu melaju, meninggalkan Kevin yang berdiri kaku di trotoar.
Mata Kevin masih terpaku pada mobil yang semakin jauh hingga lenyap dari pandangan.
"Kenapa aku merasa… Kevia ada di dalam mobil itu?"
Ada desakan aneh di dadanya, rasa curiga yang tak bisa ia singkirkan.
"Sosok wanita yang berada dalam pelukan pria itu, seolah menolak mataku sejak awal. Dan pria itu… auranya begitu kuat."
Kevin kembali teringat pada wajah yang tersembunyi di balik masker.
"Bahkan tanpa melihat parasnya, aku bisa merasakan tekanan. Sebuah aura yang menolak siapa pun mendekat."
Bayangan tentang dekapan pria itu pada sosok wanita di balik jas kembali muncul.
Meski wajah wanita itu tak terlihat jelas, Kevin tahu, pria itu sama sekali tak suka ada mata lain yang berani menatapnya.
Dada Kevin terasa sesak. Kepalan tangannya bergetar, dihantam rasa yang sulit ia jelaskan.
Di sisi lain, mesin mobil berdengung halus, roda melahap jalanan dengan tenang. Namun di dalam kabin, suasana justru mendidih.
Kevia masih menunduk, wajahnya bersembunyi di balik jas hitam yang menyelimuti tubuhnya. Napasnya belum teratur.
“Astaga… tadi itu nyaris saja,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
Pria misterius di sampingnya hanya melirik sekilas, kemudian kembali menatap lurus ke depan. Senyum samar masih tersimpan di balik masker.
“Kau bahkan bersembunyi di dadaku. Begitu takut ketahuan, atau begitu nyaman, hm?”
Kevia mendongak cepat, rona merah merambat di pipinya.
“Jangan ge-er! Aku hanya tak mau Kevin salah paham,” ucapnya ketus.
Namun, ia tak bisa membohongi dirinya sendiri, ada kenyamanan aneh dalam dekapan pria itu. Rasa aman, terlindungi… seolah dunia di luar sana tak mampu menyentuhnya.
Pria itu mendekat sedikit, suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang merambat ke telinga Kevia.
“Salah paham… atau kenyataan yang kau sembunyikan?”
Kevia menggeram, wajahnya tegang. “Dasar sinting! Bukankah sudah kubilang, hubungan kita selesai? Kenapa masih saja—”
Belum sempat ia melanjutkan, pria itu mengangkat tangannya, meraih sabuk pengaman Kevia, mengencangkannya seakan menahannya di kursi.
“Hubungan kita baru saja dimulai. Kau bisa menolak dengan mulutmu, tapi tubuhmu tak bisa berbohong.”
Kevia tercekat. Dadanya naik turun, separuh marah, separuh gugup. “Kau… jangan bicara seenaknya!”
Pria itu menoleh, akhirnya menatap langsung pada Kevia. Meski wajahnya masih tertutup masker dan kacamata hitam, aura tatapannya begitu menekan, menusuk ke dalam.
“Aku hanya ingin memastikan… tidak ada pria lain yang berani menyentuhmu selain aku.”
Kevia membalas tatapan itu, tangannya mengepal di pangkuan. “Kau tidak punya hak!”
Pria itu tersenyum tipis, jemarinya terulur membelai wajah Kevia pelan, membuat gadis itu spontan menepisnya.
“Tunggu saja, Kevia… cepat atau lambat, kau akan menyadari… aku satu-satunya tempatmu pulang.”
Kevia terdiam. Dadanya sesak, bukan hanya karena rasa takut, tetapi juga karena kata-kata itu menusuk, membangkitkan kenangan pahit malam yang ia ingin lupakan. Lebih menyakitkan lagi, ada rasa nyaman aneh yang justru lahir dari pria asing itu… pria yang bahkan belum pernah ia lihat wajahnya.
Mobil terus melaju, meninggalkan Kevin yang berdiri di belakang, sekaligus membawa Kevia makin jauh ke dalam lingkaran gelap pria misterius itu.
Hingga akhirnya mobil berhenti perlahan di sebuah jalan sepi. Tak ada kendaraan lain, hanya sunyi yang mengapit mereka.
Kevia menoleh gusar. “Kenapa berhenti di sini?”
Pria misterius melepas sabuk pengamannya, lalu bersandar santai sambil menoleh padanya. “Karena aku tidak suka kau terus bicara seolah kita orang asing. Kita butuh waktu… hanya berdua.”
Kevia mendesah kasar, jari-jarinya mengetuk paha karena gugup bercampur kesal. “Sialan, aku nggak punya waktu untuk permainanmu. Kalau hanya untuk omong kosong seperti ini, biarkan aku turun—”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Takut kehilangan - salah kamu sendiri selalu bicara tidak mengenakkan Sinting. Sinting cinta sama kamu - sepertinya kamupun sudah ada rasa terhadap Sinting. Kamu masih bocah jadi belum bisa berfikir jernih - marah-marah mulu bawaanmu.
knapa kamu gk rela kehilangan pria misterius karena dia sebenarnya yoga orang yang selama ini kamu sukai
kalau cinta yang bilang aja cinta jangan kamu bohongi dirimu sendiri.
Menyuruh Kevia keluar dari Kafe dengan mengirimi foto intim Kevia bersamanya - bikin emosi saja nih orang 😁.
Akhirnya Kevia masuk ke mobil Sinting - terjadi pembicaraan yang bikin Kevia marah. Benar nih Kevia tidak mau menikah sama Sinting - ntar kecewa lho kalau sudah melihat wajahnya.
Kevia menolak menikah - disuruh keluar dari mobil.
Apa benar Sinting mulai hari ini tidak akan menghubungi atau menemui Kevia lagi. Bagaiman Kevia ??? Menyesal tidak ? Hatimu sakit ya...sepertinya kamu sudah ada rasa sama Sinting - nyatanya kamu tidak rela kehilangan dia kan ??
biarkan Yoga menjauhi Kevia dulu biar Kevia sadar bahwa Pria misterius itulah yang selalu melindunginya dan menginginkannya dengan sepenuh hati,,dengan tulus
klo sekarang jadi serba salah kan...
sabar aja dulu,Selami hati mu.ntar juga ayank mu balik lagi kok Via...
setelah itu jangan sering marah marah lagi ya,hati dan tubuh mu butuh dia.
sekarang udah bisa pesan...
hidup seperti roda,dulu dibawah, sekarang diatas...🥰🥰🥰🥰