"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3 Teka Teki Jati Diri
Bel pulang sekolah berbunyi,
menandakan waktu bersantainya sebagai
pelajar telah usai. Ya, Alvin menganggap
menjadi pelajar adalah waktu untuk
bersantai. Karena sisa waktunya akan ia
gunakan untuk mencari uang.
Bermodal sebuah peluit, Alvin
terbiasa menjadi tukang parkir di tiap jam
pulang sekolahnya. Kemarin saat masih
SMP, Alvin bisa markir dari siang
hingga malam, namun saat ini sudah tak
bisa demikian.
Jam pulang sekolah sore hari, belum
perjalanan sekolah ke rumahnya yang
memakan waktu setengah jam, membuat
Alvin hanya bisa menjadi tukang parkir
saat malam hari saja.
Sejujurnya membuat Alvin merasa
bingung mengatur waktu, sebab menjadi
tukang parkir saat malam hari saja tak
menghasilkan banyak uang. la takut
dimarahi oleh Ibu tirinya. Seperti saat ia
hanya membawa sedikit uang saat pulang.
"Loh Alvin, ini kok cuma 20rb sih.
Pasti hari ini kamu banyak mainnya
daripada markirnya ya" keluh Bu Eleanor, ibu
Alvin.
"Alvin gak main buk, emang hari ini
sepi aja, toko tempat Alvin biasa markir
lagi tutup buk, itu aja Alvin dapet segitu
karena bantuin markir di toko sebelah"
jawab Alvin.
"Halah alasan aja kamu ini, biasanya
juga paling dikit 30rb, kalau gini kamu
besok puasa aja! Jangan sarapan paginya!
Uangmu ini cuma cukup beli Bubur buat
adekmu si Rafi ini" ucap Bu Novi sambil
mulai menggendong Rafi, adik terakhir
Alvin yang baru berusia 7 bulan itu.
Alvin memiliki 2 adik, adik yang
pertama seorang gadis bernama Dina, yang
saat ini sudah duduk di bangku kelas 1
SMP.
"Baik Bu" jawab Alvin pasrah,
seraya hendak meminumn es teh yang
tersaji di meja, seolah menggoda untuk
segera meneguknya.
"Eh, jangan diminum!! Itu ibuk
nyiapin buat bapak, bentar lagi bapakmu
pulang kerja"pekik Bu Eleanor melarang
Alvin, membuat Alvin hanya bisa
menelan ludahnya sendiri.
Sebuah ingatan 2 tahun lalu, membuat
Alvin yang saat ini sedang berjalan kaki,
mulai berfikir ia harus berusaha lebih
keras selain menjadi tukang parkir. Asyik
dengan pemikirannya sendiri, membuat
waktu hampir satu jam tak terasa, sebab
kini ia sudah memasuki gang sebelah
kampungnya.
"Vin...Alvin!!" panggil seorang laki-
laki paruh baya, saat Alvin melintas di
depan rumahnya.
"Iya abah, ada apa ya" jawab Alvin
seraya berbalik dan mencium tangan haji
Maliki, pak RW yang juga seorang
pengusaha rosok yang cukup sukses di
kampung tersebut.
"Duduk sini le, baru pulang kamu?"
tanya haji Maliki.
"Iya bah, t tapi Alvin gak bisa lama
lama ini bah" jawab Alvin sambil duduk
di bangku yang tersedia.
"Iya gak lama, ini minum dulu. Pasti
kamu capek kan" ucap haji Maliki seraya
menyodorkan teko berisi es yang terlihat
menyegarkan.
"Maaf bah, Alvin lagi puasa" jawab
Alvin jujur.
"Oalah,maaf le, gak tau abah, maaf yo" ucap abah maliki tak enak hati.
"Mboten nopo nopo bah, santai
mawon jawab Alvin.
"Kamu masih betah markir di toko itu
le?" tanya Abah Maliki.
"Ilyah bah, mau gimana lagi. Ini juga
abis mandi mau langsung berangkat
kesana" jawab Alvin.
"Aku tadi dari sana, sepertinya ada
tukang parkir baru le, bukan yang
biasanya sama kamu itu, kamu sudah tau?"
tanya Abah Maliki lebih lanjut.
"Wah belum tahu e bah" ucap Alvin.
"Hmmm jadi gini, menurutku ya
kamu gak pingin berhenti aja jadi tukang
parkir?" entah pertanyaan atau saran yang
hendak di ucapkan oleh Abah Maliki ini
ini.
"Kalau saya berhenti, mau kerja apa
lagi sava bah. Mau ngamen lagi, juga pasti bapak bakal marah" jawab Alvin Jujur.
Pasalnya sebelum menjadi tukang
parkir, dulu ia sempat menjadi pengamen.
Namun begitu ketahuan oleh bapak,
Alvin di marahi habis habisan. Pak
Rohman, bapak Alvin begitu
menyayanginya. Beliau adalah sosok yang
Alvin hormati.
"Bapak masih sanggup membiayaimu,
gak usah ngamen ngamen lagi! Fokus
sekolah, kamu masih SD, bentar lagi
masuk SMP. Jangan habiskan waktumu di
jalanan!"murka pak Rohman kala beliau
mendapat aduan dari tetangga, jika selama
ini Alvin menjadi pengamen.
Bapaknya tidak tau jika anak nya Alvin tidak di beri jatah makan oleh istrinya yaitu ibu tiri Alvin
" Aku ada tawaran, gimana kalau kamu jadi tukang sampah di kampung ini.
Lagian disini cuma ada7 RT, aku kira
kamu bakal sanggup le, tiap RT juga cuma
satu gang kan" ujar Abah Maliki akhirnya
memberikan tawaran pekerjaan yang
membuat Alvin mulai tergiur.
"Loh emang tukang sampah
sebelumnya kemana bah?" tanya Alvin.
"Orangnya diajak pindah ikut anaknya
ke Madura, maklum sudah cukup sepuh
le, kasian juga kalau terus ngambili
sampah." ujar Abah Maliki.
"Hmmm kalau gitu boleh saya
pikirkan dulu bah, ada beberapa hal yang
perlu saya pertimbangkan terlebih dahulu
soalnya" jawab Alvin.
"Oh ya, tentu saja. Pikirkan yang
matang terlebih dahulu. Tapi jangan lama-
lama, paling lambat lusa loh, biar saya bisa
cari orang lain kalau kamu gak mau le"
ujar Abah Maliki membuat Alvin mengangguk.
"Nggeh pun bah, saya pamit dulu
nggeh, sudah terlalu sore ini, takut dicari
bapak sama ibuk" pamit Alvin seraya
meraih tangan Abah Maliki untuk
diciumnya sebagai tanda sopan santun.
"Iya le, hati-hati" jawab Abah Maliki.
Tawaran yang menggiurkan membuat
Alvin tertarik. Namun jika ia memang
menjadi tukang sampah, berati ia harus
bisa membagi waktunya, kapan harus
mengambil sampah, sementara ia harus
sekolah dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore.
Selain itu, sedikit informasi dari Abah
Maliki mengenai tukang parkir baru,
membuat Alvin juga kepikiran, pasalnya
sampai kemarin ia masih markir di
tempat biasa, dan tak ada informasi
mengenai hal tersebut.
Asik berfikir membuat perjalanan Alvin tak terasa kini ia sudah sampai di
depan sebuah rumah sederhana, tempat ia
tumbuh selama ini. Melihat pintu rumah
yang sedikit terbuka, Alvin bermaksud
untuk langsung masuk tanpa mengucap
salam, sebab takut jika sang adik sedang
tertidur dan terganggu oleh suaranya.
"Lihat sekarang anak itu!! Jam segini
belum pulang sekolah, pasti keluyuran
dulu dia!" teriak Bu Eleanor di depan sang
suami. Membuat langkah Alvin
terhenti, ia memutuskan untuk berdiam
diri sebentar.
"Buk, sekolah Alvin yang sekarang
jauh, apalagi sekolah itu menmang sampai
sore, wajar kalau jam segini belum pulang.
Lagian mana pernah Alvin keluyuran
buk" bela pak Rohman membuat Alvin
sedikit lega, paling tidak bapaknya itu bisa
memahami dirinya.
"Bela terus aja anak itu pak, sampai
kamu lupa kalau dia cuma anak pungut mu dan istri pertama mu!"
teriak Bu Eleanor membuat pak Rohman menggebrak meja.
"Sudah bapak ingatkan berulang kali,
jangan pernah mengungkit hal itu,
bukankah kita sudah sepakat Eleanor!! Kamu
lupa kalau dulu kamu janji akan menyayanginya seperti istriku yang pertama!!" Bentak pak
Rohman sambil mengarahkan jari
telunjuknya ke wajah bu eleanor.
"Itu jauh sebelum kita punya Dina pak...
"Berhenti!! Jangan lanjutkan lagi, aku
gak mau denger kamu bahas soal ini lagi,
Alvin anak kita! Jangan membantah!!"
sambar pak Rohman sebelum Bu Eleanor
melanjutkan ucapannya, membuat Bu
Eleanor hanya bisa menggerutu karena kesal.
Sementara pak Rohman sudah berlalu.
Tanpa mereka tahu, Alvin yang
sebenarnya sudah datang sejak tadi,
merasa cukup terkejut dengan fakta yang
baru saja ia dengar. Tanpa masuk lagi ke
dalam rumah, Alvin memutuskan untuk langsung pergi ke tempat dia biasa memarkir.
Tanpa berganti baju, ia hanya sempat
berganti sandal dan mengambil baju yang
ada di jemuran untuk ia pakai saat markir
nanti.
Masih syok dengan apa yang ia dengar,
membuat Alvin sedikit kurang fokus.
Jika tak terdengar adzan magrib yang
berkumandang di musholla yang baru saja
ia lalui, mungkin Alvin akan terus
berjalan.
Dengan masih mengenakan seragam
sekolah, Alvin memutuskan untuk
menumpang mandi di musholla yang ia
lewati, setidaknya air kran di kamar
mandi tersebut cukup segar untuk
membatalkan puasa Alvin.
Usai berganti pakaian dan
melaksanakan sholat magrib, Alvin pun
bergegas menuju toko tempat ia biasa menjadi tukang parkir. Pikirannya hari ini
kacau, tawaran pekerjaan yang
menggiurkan begitu berbanding dengan
fakta yang harus ia dapati hari ini.
"Siapa aku sebenarnya?" batin
Alvin. Sembari mengingat rentetan
perlakuan kurang menyenangkan dari
sang ibu tiri.
Sedikit samar dalam ingatan, bahwa
Alvin pernah merasakan kasih sayang
teramat tulu saat dirinya masih kecil dulu,
namun perlahan tapi pasti memang ada
perubahan perlakuan yang cukup besar
dari sang ibu tiri, saat adik perempuannya
terlahir.
"Dek, tolong bawakan ini ya, saya mau
buka jok belakang dulu" ujar pemilik salah
satu mobil yang sedang dijaga oleh
Alvin, membuat lamunan Alvin
buyar.
" Oh iyah pak, saya bawakan" jawab Alvin sedikit gelagapan. Sembari
menerima beberapa paperbag yang di
serahkan oleh sang pemilik mobil.
Tanpa Alvin tau, di sudut lain
tampak seorang yang tengah
memperhatikannya sembari bergumam
"cih, gitu sekolah pakai beasiswa" namun
kemudian berlalu.
Tak lama setelah pemilik mobil
membuka bagasi belakang mobilnya,
Alvin pun segera membantu untuk
memasukkan paperbag belanjaan tersebut
ke dalam mobil.
"Makasih yah dek, ini buat kamu" ujar
pemilik mobil sembari memberikan
selembar uang 20ribuan sebagai upah.
"Waduh maaf pak, Ndak ada
kembaliannya ini. Saya baru datang
soalnya, kalau ada uang pas aja pak. Lima
ribu saja" tolak Alvin yang memang tak
memiliki uang kembalian.
"Ya udah buat kamu aja kembaliannya
dek" jawab pemilik mobil tersebut.
"Loh jangan pak, saya gak enak kalau
gitu" ucap Alvin.
"Udah gPP, anggap aja rejeki. Gak baik
loh nolak rejeki" ujar pemilik mobil yang
sudah siap tancap gas, membuat Alvin
mau tak mau menerima uang tersebut.
"Makasih pak" ucap Alvin yang
kemudian dijawab oleh klakson mobil
tersebut, sebagai tanda balasan untuk
Alvin.
Kepergian mobil tersebut membuat
Alvin sedikit sadar, jika saat ini dirinya
sedang bekerja. Untuk urusan apa yang
telah ia dengar sore tadi, seharusnya tak
boleh mempengaruhi kinerjanya saat ini.