DILARANG DIBACA SEBELUM TIDUR!!!
Hanya untuk kalian yang sudah dewasa, yang sudah bisa tidur sendiri tanpa lampu😏
Cerita dalam novel ini akan membawa kalian pada malam mengerikan tanpa akhir. Malam panjang yang dingin dengan teman sekamar yang tanpa tahu malu tidak perlu patungan biaya kamar kos.
Bersama Penghuni kos lain yang tidak tercatat dalam buku sewa. Begitu sepi saat siang tapi begitu ramai saat malam. Dengan bayang-bayang penghuni sebelumnya yang sebenarnya tidak pernah pergi darisana.
Seakan mendapat diskon untuk sebuah keberanian sia-sia. Karena bayaran mahal yakni nyawa setiap malamnya.
Setiap inci gedung kos begitu tipis untuk menghalangi antara yang Hidup dan Mati. Dimana pagi adalah harta terindah yang telah kalian lupakan. Karena memang hanya untuk mereka yang sudah tidak punya pilihan lain.
Cerita horor ini sangat berbeda dari yang kau bayangkan.
Apakah Calista bisa melunasi atau masih berutang nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ittiiiy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9 : Seperti Senja Terakhir
Langkah kaki Calista terhenti seperti menginjak lem mendengar itu dia tidak bisa bergerak, "Jadi penghuni kamar 2013 benar dia?" Calista masih menebak-nebak belum sepenuhnya yakin jika sosok anak kecil itulah makhluk yang paling menyeramkan dan membahayakan disana.
Calista yang sudah merinding memaksa lehernya untuk berbalik memeriksa Nayla tapi sekarang dia terlihat sibuk dengan hal lain seakan lupa dengan apa yang barusaja dikatakannya, "Dia sudah pergi lagi ya ...." Calista tidak bisa memastikan dengan jiwa siapa sekarang yang ada di dalam tubuh Nayla.
Calista mengabaikan rasa penasarannya dan segera keluar dari kos. Bahkan dia tidak mau berbalik melihat kos itu lagi, Calista terus berlari menjauh meninggalkan kos itu. Berlari dan bebas dari kos itu adalah mimpi besarnya. Semakin jauh Calista, semakin tenang hatinya. Akhirnya sekarang dia bisa tersenyum bahagia meski dengan wajah yang terlihat sangat sakit.
"Aku harus pulang sebelum malam, aku harus sudah ada di dalam kamar sebelum matahari tenggelam." Calista menyadari itu adalah cara paling aman untuknya, setidaknya untuk saat ini kamarnya masih menjadi tempat teraman, "Ah, iya ... Si penghuni baru itu ...." Calista melupakan Isvara, penghuni kos baru dengan teman sekamar yang paling berbahaya. Elvara bahkan tidak bisa melewati malam dan sudah terjebak disana. Calista sadar dia bukanlah dalam posisi yang bisa membantu seseorang tapi hati nuraninya serasa tertusuk jika tidak melakukan sesuatu untuk membantu Isvara. Bagaimanapun mereka bertemu di pagi hari menurut Calista itu bukanlah sekedar kebetulan saja. Dia percaya bahwa hal terjadi karena sebuah alasan.
"Bagaimanapun dia masih hidup dan masih bisa dicegah ...." Calista memikirkan Elvara yang sudah sangat jauh, wajar jika Calista sangat ingin membantu Isvara yang masih punya harapan untuk menjauh dari masa depan yang gelap, "Apa aku kembali saja ...." dosen mata kuliah pertama masuk ke dalam kelas langsung menghentikan Calista membereskan buku-bukunya.
Calista berusaha mencari keberadaan Kalandra dibanding berada di perpustakaan menyelesaikan tugasnya yang sudah mulai menumpuk. Dia mulai dengan bertanya di bagian akademik tapi ternyata nama Kalandra bukan hanya satu. Calista juga lupa nama belakangnya dan lupa bagaimana wajahnya karena pertemuan mereka tidak menyenangkan seperti Calista secara otomatis menghapus wajah menyebalkan Kalandra.
Staff bagian akademik menunjukkan foto tapi tidak ada satupun yang dikenalinya. Sehingga jurusan Kalandra saja Calista tidak tahu, satu-satunya yang dia tahu hanyalah Kalandra yang merupakan senior satu tahun diatasnya, "Aku harus mencari mulai darimana?" Calista merasa pusing di tengah gedung kampus yang begitu besar dan luas, "Kenapa dari sekian banyak orang disini, hanya aku yang mengalami ini?! Aku juga ingin hidup normal seperti mereka, hanya memikirkan tugas dan pusing memilih menu makanan yang begitu banyak ... Kenapa harus aku? Kenapa?!" orang-orang hanya melewati Calista yang berdiam diri mematung di tengah jalan seperti dia tidak terlihat disana, "Apakah begini yang dirasakan para hantu, tidak dilihat dan terabaikan ...."
Calista mendongak merasakan ada sesuatu mengenainya dan hujan turun deras mengenai dahinya. Dia bahkan terlalu malas berlari untuk berteduh. Sebisa mungkin dia ingin menyimpan energinya. Walau sebenarnya tidak terlalu melakukan apa-apa tapi rasa takut dan terus berteriak ternyata sangat melelahkan.
"Sekarang, aku bahkan tidak bisa menikmati matahari ... Suasana seperti ini seperti sudah malam saja ...." mata Calista langsung melotot mengingat Isvara, "Apakah semuanya dipercepat?!" Calista tiba-tiba berlari untuk meninggalkan kampus padahal masih punya mata kuliah dan belum makan siang walau sarapan paginya sudah lumayan banyak. Tadi pagi, penjual roti di mini market depan kampus menatap aneh Calista yang membeli banyak roti dan langsung memakannya seperti tidak pernah makan selama berhari-hari.
Tasnya juga penuh dengan banyak roti, snack dan segala makanan instan yang bisa langsung dimakan, persiapan untuknya nanti malam. Dia tidak mau lagi melawan hantu dengan perut lapar.
"Tidak, aku masih disini ...." Calista memikirkan peraturan lagi dengan teliti tapi sayangnya dia hanya bisa mengandalkan ingatannya saja karena surat perjanjian miliknya tidak terlihat ada tulisan apa-apa setelah diperiksa.
"Aku hanya akan dibawa kembali ke kos secara otomatis seperti sebelumnya jika melanggar peraturan. Tentunya itu karena aku memberikan informasi walau sebenarnya peraturan itu tidak ada gunanya juga karena orang-orang tidak akan bisa mengingat juga apa yang aku lakukan. Ataukah ada ya peraturan kalau tertidur diluar otomatis akan dibawa kembali ke kos? Ah, aku tidak ingat. Yang aku ingat dengan jelas dalam peraturan adalah aku akan kembali ke kos jika malam sudah tiba tapi cuaca mendung sepertinya tidak termasuk meski suasanya mirip seperti yang kurasakan jika sedang berada dikos." Calista kembali berlari ke dalam gedung kampus dengan pakaian yang sudah sangat basah. Biasanya dia tidak pernah mau bermain hujan-hujan bahkan saat dia masih kecil. Saat kena hujan dia langsung tidak nyaman dan memilih untuk pulang mengganti pakaian. Tapi kali ini Calista tanpa mengeluh sedikitpun dia tetap melakukan aktivitasnya tanpa terganggu sama sekali.
Begitu menakjubkan bagaiamana suatu kejadian mengubah cara hidup seseorang yang sudah menjadi kebiasaan seumur hidup. Kepribadian Calista juga perlahan mulai berubah.
"Satu-satunya tempat untuk menemukannya hanya ini ...." Calista kini berdiri di depan dinding yang banyak selebaran tertempel. Dia tidak selamanya bisa bertemu Nayla sehingga Kalandra adalah orang lain yang bisa membantunya menyusun puzzle peraturan yang telah banyak dilupakannya.
Calista berusaha mencari selebaran soal kos-kosannya tapi untungnya sudah tidak ada disana. Sesaat setelah Calista lega karena tidak akan ada lagi yang datang ke kos karena tertarik dengan harga murah. Nayla datang berjalan dengan cepat memakai payung hitam dan pakaian serba hitam dengan wajah datar dan rambut acak-acakan menabrak Calista seakan tidak kenal dan tidak pernah bertemu sama sekali. Nayla langsung menempelkan informasi kos-kosan dan pergi begitu saja tanpa memperdulikan Calista yang terus menatapnya.
"Ternyata yang melakukannya Kak Nayla sendiri atau dalam hal ini Penghuni kos ... Makhluk disana sendiri lah yang merekrut penghuni." Calista tidak pernah membayangkan hal itu.
Hujan berhenti, meski Calista sudah tidak bisa menikmati panas matahari padahal sedang kedinginan dengan pakaiannya yang masih basah tapi setidaknya dia bisa melihat sinar matahari yang akan terbenam. Seakan menghipnotis Calista padahal dia harus segera buru-buru pulang.
"Aku harus menanyakan pada Kak Nayla soal ciri-ciri Kak Kalandra dan hal yang bisa kugunakan untuk mengenalinya nanti di dunia kedua ... Dunia kedua?" Calista tertawa tidak percaya dia memberi nama pada dunia mengerikan itu. Dunia kedua dimana ada jiwa Nayla disana dan merupakan tempat teraman.
"Lari!" suara yang terdengar tidak asing, Calista menoleh melihat wajah Kalandra yang akhirnya diingat, "Tidak ada waktu! Lari! Kau harus sampai disana sebelum malam. Atau kau akan langsung ditarik dan dibawa ketempat yang tidak kau inginkan dan tidak kau ketahui." Kalandra berbicara begitu cepat.
"Tapi aku punya banyak pertanyaan ...." Calista tersadar matahari benar-benar sudah akan tenggelam. Terlalu terpana dengan sunset yang indah dia jadi lupa sesaat dengan beban hidupnya yang baru.
"Temui aku besok pagi disini! Akan aku jawab semua pertanyaanmu sambil menikmati sinar matahari pagi." Kalandra dengan senyuman yang penuh kekhawatiran tapi juga dibalut harapan.
Calista akhirnya berlari dengan menggunakan segala kekuatannya yang ada, pakaiannya yang basah seakan tidak mengganggunya. Sambil ditemani senja, Calista tersenyum bahagia saat berlari. Mengetahui bahwa dia punya seseorang lagi yang akan membantunya adalah sebuah kabar gembira, "Mungkin benar, aku tidaklah sesial itu. Nasibku mungkin tidaklah seburuk itu ...." suara sepatu bertemu genangan hujan menjadi musik yang merdu menghibur sore Calista.
Sebelumnya ....
Kalandra yang akan pulang langsung mengenali Calista, bukan dari ingatannya saat pertama kali bertemu tapi dari pakaian dan dari sikap Calista yang menjadi satu-satunya orang berdiam diri di depan gerbang menatap senja seperti itu adalah senja terakhirnya. Kalandra tahu karena pernah berada di posisi Calista.
...-BERSAMBUNG-...
Ini kyk smacam misi yg harus di ungkap
" di setiap ada kesulitan , pasti ada kemudahan"