NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Raksasa Dan Penjaga Hutan

Tiga orang sedang berdiskusi di dalam ruangan Klub Misteri itu, tentang apa yang akan mereka kontribusikan terhadap akademi yang berbau misteri.

Brian, yang sedari awal skeptis terkait buku usang berwarna ungu itu untuk diungkapkan, kali ini menyarankan untuk memulai kembali investigasi. Tetapi, Aksa dengan tegas menolak. Ia takut bahwa buku ini berkaitan dengan sesuatu yang membahayakan mereka.

Di lain sisi, Auriel menolak juga karena ia merasa tertipu, lantaran ketika ia ikut ke pasar, ia tidak menemukan apa-apa sama sekali.

“Ayolah...,” Brian menarik napas dalam-dalam. ”Memangnya selain buku itu, apa lagi yang berbau misteri? Bukankah kau membentuk klub ini hanya untuk bersantai?” terusnya.

Aksa acuh tak acuh mendengarkan bujukan Brian. 'Terlalu berbahaya. Jika Auriel terlibat dengan orang seperti kemarin, mungkin dia akan mati,' ia memandang Auriel dengan tatapan yang dalam. 'Jika tak ada Brian, aku mungkin sudah mati.'

“Kita bubarkan saja klub ini jika kalian mau,” ucap Aksa, memandang mereka berdua bergantian.

“Tidak, tidak! Aksa! Kau harus mempertahankan klub ini! Di mana lagi aku bisa membuat artefak selain di sini?” tegas Brian sambil mengguncangkan tubuh Aksa. “Jika kau tidak mau, maka aku saja dengan Auriel yang membongkar buku itu. Maka, serahkan buku itu.”

“Kau gila, Brian! Apa kejadian kemarin tidak membuat otak bodohmu itu berpikir?! Aku saja kemarin bisa mati!” Nada Aksa tak terkontrol sehingga suaranya bergema di ruangan itu.

“Tunggu... kejadian apa yang menimpa kalian berdua?” sela Auriel dengan penasaran.

Aksa mengabaikan pertanyaan Auriel. Ia pergi meninggalkan mereka berdua di ruangan klub.

“Aksa! Tunggu, kamu mau ke mana?!” cegah Brian.

'Haish, padahal jika dari awal aku bersamanya, mungkin kita berdua bisa mengalahkan mereka,' pikir Brian dengan percaya diri dalam diam.

Auriel hanya memandang Aksa yang pergi keluar, lalu mulai memandangi Brian. Matanya seolah meminta penjelasan lebih lanjut terkait apa yang mereka perbincangkan.

Brian mencoba menjelaskan terkait penyerangan yang dialami Aksa, tetapi ia hanya menceritakan garis besarnya, tidak sedetail hingga mereka kewalahan dan kabur dari dua sosok itu.

Singkatnya, Auriel setuju untuk ikut membujuk Aksa karena rasa penasaran yang tinggi setelah apa yang diceritakan oleh Brian.

.

.

Kehangatan api unggun menjalar ke seluruh ruangan. Cahayanya menjadi penopang dalam ketiadaan sinar matahari. Di suatu ruangan, terdapat wanita berambut perak yang sedang memangku anaknya yang memiliki rambut sama. Ia sedang menceritakan dongeng sebelum tidur.

“Aku pulang.” Suara datang dari pintu masuk.

“Ah, Aksa, kau sudah makan?” tanya ibunya yang sedang memangku Hannah. “Jika kau belum, langsung saja makan. Ambil mangkuk, di sana ada sup sapi.”

Aksa tidak langsung pergi ke kamarnya dan tidak mengambil apa yang ibunya siapkan. ”Aku tidak makan untuk malam ini, Bu,” ujarnya sambil melewati mereka berdua.

Setelah ia masuk ke kamarnya, seperti biasa, ia tidak pernah merapikan seluruh isi kamarnya. Baju berserakan di mana-mana, buku-buku novel tak tersusun di meja belajarnya.

Ia membuka seragam akademinya begitu saja dan meletakkannya di lantai, seolah membuang sampah, lalu duduk di depan mejanya yang berantakan. Untuk kali ini, ia merasakan suasana yang sama saat pertama kali membuka buku usang itu.

Ia menatap buku itu dengan perasaan berat. Rasa ingin membakar dan membuang buku itu begitu tinggi setelah kejadian kemarin, dan rasa penasaran terkait halaman selanjutnya juga tak kalah besar. Ia ingin mencoba membuka halaman baru dari buku itu. Rasa penasarannya bergejolak.

'Buku ini mungkin pembawa sial.'

Tangannya bergerak sendiri, dikendalikan oleh rasa haus akan kebenaran. Tak kuasa menahannya, ia perlahan membuka buku itu dan melihat kalimat yang kembali terbentuk oleh bayangan yang bergerak sendiri.

Kali ini, ia mencoba untuk beradaptasi dan tidak melempar bukunya.

...Manusia mengira bahwa merekalah pusat panggung dunia dan satu-satunya yang berakal?...

...Apakah mata mereka tidak digunakan untuk melihat bangunan kuno tinggi menjulang ke langit, hasil karya para Raksasa?...

...Apakah telinga mereka tidak mendengar nyanyian merdu dalam kesunyian hutan yang dinyanyikan oleh para Penjaga Hutan?...

...Dan kini, mereka menyembah dewa-dewa palsu....

...Oh, Manusia... betapa bodohnya kalian....

Isi buku itu dalam halaman ini cukup panjang hingga membuat Aksa belasan kali membaca ulang maknanya.

'Ini... apakah makna tersembunyi yang mengisyaratkan sesuatu? Atau memang kebenarannya bahwa ada makhluk lain?'

'Ah, sial, seharusnya aku tidak membeli buku ini.'

Ia mulai menutup buku itu dan memikirkan bahwa mungkin memang ada makhluk lain, seperti manusia setengah binatang atau putri duyung.

'Apa mungkin novel yang orang pikirkan itu berdasarkan penglihatan mereka sendiri?'

Ia tak ambil pusing. Setelah beberapa saat terdiam, ia mulai berbaring di kasurnya dan tertidur, mengkhayalkan terkait makhluk lain selain manusia yang ada di dunia ini.

.

.

Suara burung berdecit membangunkan Hannah yang tertidur di kamarnya bersama ibunya. Ia menggarukkan punggung lengannya ke matanya agar penglihatannya lebih jelas.

“Bu... bangun... aku lapar,” ucapnya yang masih mengigau.

Ibunya tak kunjung bangun setelah usaha Hannah yang mencoba mengguncangkan tubuhnya. Insting Hannah merasakan keanehan. Ia sekuat tenaga mencoba membangunkan ibunya, tapi apa daya, tak ada reaksi. Air matanya perlahan bercucuran.

Merasa usahanya sia-sia, ia melangkahkan kakinya dengan cepat dan berlari menuju kamar kakaknya.

“Kak Aksa! Bangun!” teriaknya sambil mengguncangkan tubuh kakaknya tanpa segan-segan.

Aksa orangnya memang susah dibangunkan jika tidak bangun dengan sendirinya.

Hannah, yang paham kebiasaan kakaknya, mencoba sekuat tenaga menarik kakaknya hingga terjatuh dari kasur.

Brak!

Aksa terjatuh dari kasurnya karena ditarik oleh Hannah yang panik. Perlahan, ia membuka matanya sambil mengigau.

“Oh, hey, Sayang, ada apa? Mari tidur dengan Kakak,” ucapnya sembari mengigau.

“Kak! Ibu tak bangun sama sekali!” Derai air mata dan ingus membanjiri wajah Hannah.

Aksa butuh beberapa saat agar otaknya merespons betapa gawatnya jika adiknya menangis.

Ia langsung berdiri dengan tubuh lemas dan terhuyung-huyung. “Ada apa dengan Ibu?”

“Ibu... tak bangun sama sekali...,” isaknya.

Deg! Dada Aksa seolah terkena hantaman pukulan yang sangat berat.

Ia langsung berlari menuju kamar ibunya.

“Bu! Bangun!” Aksa mencoba mengguncangkan tubuh ibunya.

Tapi ia berusaha tenang dan mencoba memeriksa seluruh tubuh ibunya. Ia menempelkan telinganya ke dekat hidung ibunya; napasnya masih ada, walau lemah. Mencoba menempelkan tangannya ke dahi ibunya, ia merasakan panas yang tidak normal untuk suhu tubuh manusia.

“Hannah!” teriak Aksa. “Kau siapkan air hangat dan kompres di kepala Ibu untuk mendinginkannya!”

Hannah sedikit cemas dengan perkataan Aksa.

“Hannah! Apa kau dengar Kakak?! Cepat lakukan!”

Hannah yang masih dibanjiri air mata hanya mengangguk sembari memegang bonekanya.

Tak ambil pusing, saat itu juga Aksa berlari keluar untuk mencari dokter ke klinik di dekat rumahnya secepat yang ia bisa.

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!