NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8. GAWAT

Suara tawa anak-anak desa Waringin berderai di udara siang yang hangat. Aruna duduk bersila di tanah lapang dekat lumbung padi, mengelilingi anak-anak kecil yang menatapnya penuh rasa ingin tahu. Ia menggambar bentuk-bentuk sederhana di tanah dengan ranting, menjelaskan tentang bagian tubuh manusia dengan cara yang paling mudah mereka mengerti. Anak-anak itu menyimak dengan mata berbinar, tertawa saat Aruna menyelipkan kisah lucu, lalu kembali serius ketika ia menekankan pentingnya menjaga kebersihan tubuh.

Namun suasana ceria itu mendadak terguncang. Seorang lelaki berlari tergopoh dari arah perkampungan. Napasnya tersengal, wajahnya pucat, keringat bercucuran.

"Nyi Ratna! Aruna!" suaranya serak dan penuh panik. "Cepat! Cepatlah! Istriku ... istriku tak bisa bernapas dengan baik ... perutnya bengkak, panas sekali, dan ia mengerang kesakitan!"

Anak-anak yang semula tertawa kini bungkam. Beberapa saling berbisik, wajah mereka tegang.

Aruna segera bangkit, jantungnya berdegup kencang. "Tenang, Pak. Tunjukkan jalan padaku."

Lelaki itu, bernama Karto, salah satu petani desa, segera berlari memimpin jalan. Aruna mengangkat sedikit rok kain pinjaman Nyi Ratna agar tidak menghalangi langkahnya, lalu menyusul dengan cepat. Suasana berubah dari riuh tawa menjadi bayang-bayang cemas. Anak-anak berlarian pulang, menyebarkan kabar bahwa ada seorang perempuan yang tengah sekarat.

Rumah panggung kayu milik Karto dipenuhi orang. Perempuan-perempuan desa menunduk berdoa, sementara beberapa lelaki berdiri di luar, wajah muram dan tegang. Dari dalam terdengar suara erangan yang memilukan. Aruna masuk dengan langkah mantap, meski hatinya dicekam rasa takut. Ia telah melihat banyak kasus darurat di rumah sakit modern, tetapi kali ini ia tidak punya apa pun, tak ada pisau bedah steril, tak ada cairan infus, tak ada antibiotik. Hanya pengetahuan yang tersisa di kepalanya, sedikit ramuan herbal, dan doa agar semesta memberinya jalan.

Di atas tikar anyaman, terbaring seorang perempuan muda bernama Marni, istri Karto. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipisnya, rambutnya kusut menempel di kulit yang panas. Tangannya menggenggam perut bagian kanan bawah dengan kuat, seolah nyeri itu menancap dan merobek isi tubuhnya. Napasnya cepat dan dangkal, sesekali ia mengerang lirih.

"Aruna ..." bisik Nyi Ratna yang sudah lebih dulu di sana rupanya, wajahnya diliputi kecemasan. "Marni panas tinggi sejak kemarin. Kami sudah beri ramuan penurun demam, tapi pagi ini ia muntah darah, lalu perutnya makin kembung ... aku tidak tahu apa yang terjadi."

Aruna duduk di samping Marni, mencoba menyingkirkan ketakutannya. Ia membuka selendang tipis yang menutupi tubuh Marni, meraba perut yang terasa keras dan tegang. Saat disentuh, Marni meringis keras, tubuhnya menegang.

"Sakit ... sakit sekali," lirih Marni.

Jantung Aruna terhantam. Ia mengenali gejala ini: Peritonitis, radang berat di rongga perut, kemungkinan akibat usus buntu yang pecah. Dalam dunia modern, ini hanya bisa diselamatkan dengan operasi darurat. Tanpa itu, infeksi akan menyebar, racun membanjiri tubuh, dan nyawa terancam dalam hitungan jam atau hari.

Tapi di desa tahun 1819 ini, operasi bukanlah pilihan. Aruna menggigit bibir, pikirannya berpacu akan segala kemungkinan yang bisa ia lakukan dalam membantu Marni. Wanita yang kini terbujur kesakitan ini adalah salah satu yang ramah dan selalu tersenyum kepada Marni setiap kali mereka bertemu.

Aku tak boleh menyerah. Masih ada cara untuk memperpanjang waktunya, mengurangi rasa sakit, dan menahan infeksi dengan herbal, batin Aruna.

Gadis itu menarik napas panjang, menatap mata penuh air Karto. "Aku akan berusaha, tapi keadaan Marni sangat berbahaya. Kita harus kuat dan cepat."

Karto mengangguk dengan wajah pias, lalu menunduk, menggenggam tangan istrinya yang lemah.

Aruna memanggil beberapa perempuan desa. "Tolong ambilkan air bersih yang banyak, kain bersih, serta batu-batu kecil untuk dipanaskan. Aku juga butuh daun sirih, kunyit, jahe, dan sambiloto kalau ada."

Perempuan-perempuan itu bergegas, meski wajah mereka diliputi ketakutan. Bagi mereka, penyakit seburuk ini kerap dianggap pertanda buruk atau kutukan gaib. Namun kehadiran Aruna membawa setitik harapan yang menggantung di antara putus asa. Aruna menjelaskan pada mereka sejak awal, kalau semua hal yang terjadi ada penjelasan logis, tidak ada hubungannya dengan kutukan atau hal gaib.

Sementara menunggu, Aruna menutup matanya sejenak, mengingat pelajaran-pelajaran yang pernah ia dapatkan ketika liburan kuliah di dataran Cina dulu. Ia teringat seorang tabib tua yang mengajarinya dasar-dasar pengobatan tradisional: bagaimana menjaga keseimbangan yin dan yang, bagaimana ramuan herbal tertentu mampu menahan racun, dan bagaimana sentuhan tangan yang tenang bisa membawa sedikit ketenteraman pada jiwa yang gelisah.

Kalau aku tak bisa menyembuhkan total, setidaknya aku bisa memperpanjang waktunya, memberi kesempatan tubuhnya untuk bertahan.

Aruna menunduk pada Lastri, berbisik lembut, "Bertahanlah. Aku di sini. Aku akan menolongmu sebisa mungkin."

Aruna mulai dengan langkah sederhana yaitu membersihkan tubuh Marni dari keringat dingin, mengganti kain basah dengan kain kering agar tak menambah beban. Air panas yang dibawa para perempuan ia campur dengan rempah jahe dan kunyit, lalu ia rendam kain di dalamnya dan menempelkannya perlahan pada perut Marni. Harapannya, panas itu bisa sedikit meredakan nyeri spasmodik dan memperlancar aliran darah.

Sambil itu, ia menyiapkan ramuan pahit dari sambiloto dan daun sirih yang direbus hingga airnya pekat. Ramuan itu ia suapkan sedikit demi sedikit ke bibir Marni, meski perempuan itu hampir tak sanggup menelan.

Wajah Aruna menegang. Kalau ia dehidrasi, racun akan makin cepat menguasai tubuhnya. Aku harus menemukan cara untuk memberinya cairan.

Di dunia modern, ia akan langsung memasang infus. Kini, ia hanya bisa memberi air hangat bercampur sedikit madu untuk menjaga energi, diselingi rebusan herbal agar tubuhnya tidak menyerah begitu cepat.

Malam mulai turun, dan tubuh Marni makin melemah. Orang-orang desa berkumpul di depan rumah, menunggu dengan cemas. Aruna tetap berjaga di samping, matanya berkunang karena lelah, namun tangannya tak berhenti mengompres, menyiapkan ramuan, memijat perlahan agar aliran darah Marni tak berhenti.

Nyi Ratna menatapnya penuh iba. "Aruna, kau sudah berusaha sekuat tenaga. Jangan salahkan dirimu kalau-"

Namun Aruna menatap tajam, meski suaranya gemetar. "Aku tidak akan berhenti, Mbok. Selama Marni masih bernapas, aku akan tetap berusaha."

Kalimat itu membuat semua yang hadir terdiam. Ada kekuatan tak terlihat dari sorot mata Aruna, kekuatan yang membuat semua orang percaya untuk sejenak bahwa keajaiban mungkin saja terjadi.

Walau Aruna sendiri masih belum menemukan apa yang harus ia lakukan untuk menolong Marni. Ada rasa frustasi karena Aruna yang belajar ilmu kedokteran modern harus merasa tidak berdaya dengan keadaan yang serba terbatas sekarang. Hal yang paling ditakuti Aruna adalah ketika ia tidak bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Walau ia tahu kalau dirinya bukan Tuhan, namun alasan Aruna menjadi dokter adalah karena ia ingin menyelamatkan. Tak ingin lagi ia melihat seseorang meninggal karena tangan dokter yang tidak kompeten. Tidak setelah Aruna kehilangan kakak perempuannya karena seorang dokter yang tidak memiliki jiwa ingin menolong dengan hati, tapi karena uang.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!