NovelToon NovelToon
WHO¿

WHO¿

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Anak Genius / Identitas Tersembunyi / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:372
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.

Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?

Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebelas

Saat semua siswa dan siswi berada ditempat yang seharusnya. Aletha justru ada diruangan dingin ini lagi. Menyaksikan bagaimana gaya angkuh setiap gambar yang terpajang di dinding. Sedikit mengabaikan seseorang yang sembari tadi mencerocos dihadapannya. Membahas tentang apa keuntungannya jadi siswa berprestasi di Samudra High Scool dan apa saja yang bisa didapatkan jika menjuarai oplimpiade tingkat nasional.

“Bapak mau saya mewakili sekolah?”

Mahen sejenak diam, menatap betapa dinginnya tatapan Aletha yang sudah jadi makanan sehari-hari untuknya.

“Aletha, berbicara denganmu itu selalu membuat sang lawan bicara mengantuk. Ciptakan topik yang menarik agar kamu punya banyak teman dan dimana seragam kamu?”

Aletha menunduk, menatap seragam hitam yang biasa dia kenakan masih melekat ditubuhnya. Oh jangan lupakan bross almet yang sedikit bergeser dari tempatnya dan Aletha tidak suka itu. Tangannya bergerak, membenarkan letak yang sesuai sebelum kembali menatap kepala sekolah.

“Dia tidak ingin berpisah dengan saya”

“Kamu pikir itu raga yang punya nyawa?”

Aletha menatap jam dinding yang jarumnya terus bergerak, menghela napas karena sesi ini sudah berjalan lebih dari lima belas menit, waktu yang bisa dia gunakan untuk mencari bukti tamabahan justru dirampas oleh pembahasan tidak penting.

“Apa yang ada dipikiran kamu?”

“Saya tidak punya banyak waktu, untuk membuat anda menyesal”

Mahen memicing, “Kalau begitu buat saya menyesal dengan nilai sempurna di olimpiade itu”

Gadis itu beranjak, meninggalkan Mahen yang sudah memijat pelipisnya dengan lembut. Ini seperti sekolah anak buangan yang belum siap dengan segala kurikulum yang ada. Menghadapi siswi seperti Aletha sepertinya bukan kemampuan sekolah ini, atau setelah ini akan jadi hal yang biasa.

Langkah kaki yang seimbang menyusuri tempat tujuan selanjutnya. Tangan kanan yang sembari sibuk membuka layar ponselnya sekarang menyelipkan kembali ke saku. Suara langkah tetap yang terdengar menggema kini menghilang ditelan angin. Suasana sunyi yang bisa dia lihat adalah kesempatan emas baginya. Tidak ada jadwal untuk kelas manapun diruang laboratorium biologi. Itu artinya dia tidak perlu menyelinap malam-malam demi menemukan yang tidak ditemukan. Sekiranya ada alasan lain kalau sampai ketahuan pagi ini.

Gadis itu mengatur napasnya tetap stabil saat pintu tertutup dengan pelan. Hanya hawa dingin yang jarang dijamah, yang bisa dia rasakan. Banyak alat praktikum dan beberapa jas lab yang tersusun rapih dilemasi. Sisanya beberapa bahan uji coba yang sempat digunakan kemarin. Aletha tahu betul, tidak ada yang menarik dari pada bangkai katak yang lupa dibuang, tertinggal di tempat sampah. Tapi baginya, ada satu hal yang lagi-lagi menjadi pusat perhatiannya.

“Kita mau ambil berapa?”

Gadis itu menoleh, beranjak dari titiknya berdiri untuk bisa menemukan tempat persembunyian. Pada lorong meja keramik tanam sekiranya bisa melindungi tubuhnya dari pandangan dua murid asing itu.

“Pak Ahmad sih minta ambil dua aja, sama dia minta buat buang sampah yang dideket papan tulis”

Aletha berusaha tidak bersuara dan sepertinya ini memang kemampuannya. Tidak mengatakan apapun sekalipun pada kesunyian.

“Gue kemarin ketemu Kak Sean deh”

“Siapa?” Hanum bergumam disela aktifitasnya memindahkan barang. Pandanggannya fokus namun topik pembicaraannya intens.

“Itu loh yang dikasusin,”

“Lo yakin mau bahas disini? Kita semua udah lupa dan apa juga keuntungannya”

Aletha memiringkan wajahnya, menatap kotak transparan dengan beberapa berkas menumpuk didalamnya. Manik yang belum sempat berkedip akibat topik pembicaraan ini justru harus teralih fokus. Pada setiap rangkap penelitian fisika murni di lap biologi? Apakah ini masuk akal? Termasuk pada judul Impelementasi pendidikan kewarganegaraan.

Maniknya mengitar pada sisa ruang yang ada. Menaruh pada sebuah lemari hitam yang bertengger kokoh diujung ruangan. Sama persis dengan lemari yang dia buka tempo itu, hanya berbeda warna, dan jelas pada segel yang melekat.

Dua bola matanya membulat sempurna.

“Kadang seseorang yang banyak diam justru yang paling banyak tahu, kadang ruang yang paling jarang dikunjungi justru banyak menyimpan misteri”

Athena melepas genggamannya seiring benda tajam itu jatuh ke lantai, meninggalkan lumuran darah tersisa ditepaknya. Mengalir dengan segar dan sukarela. Tatapan kosong tersorot sempurna saat sinar dari balik pintu terbuka. Gadis itu sejenak berbalik, menatap detail ukuran yang ada pada lemari coklat dihadapannya. Mengingat persis barapa lebar dan panjang ukurannya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan ini.

“Jangan bergerak!”

Suara teriakan itu, menggema selaras dengan deru kejut dari siapapun yang ada disana. Melihat kepala sekolah terkapar dilantai bersimbah darah. Dari sana, petugas kepolisian melupakan satu hal, meninggalkan suatu hal kecil, bahwa menangkap korban adalah yang terhormat dari pada menangkap pelakunya.

“Apa motif yang kamu rencanakan?”

Athena hanya diam, sudah tidak punya jawaban atas pertanyaan yang tidak pantas dijawab. Lagi pula sejak kapan kemasuk akalan seorang anak SMP kelas 11 melakukan pembunuhan di sekolah yang tentu saja bukan sekolahnya? Bahkan kepada orang yang tidak dia kenal?

“Katakan atau hukum akan berlaku setimpal, Nona Sach”

“Membunuh manusia bukan tujuan utama dalam hidup saya”

“Katakan!”

Aletha mengerjab setelah pintu tertutup. Meninggalkan gema tersisa dari kedua siswi yang baru saja masuk. Gadis itu keluar, menatap lekuk dan ukiran yang sama persis seperti yang dia lihat tiga tahun lalu. Matanya memicing saat gembok berani sekali mengukung benda kayu berdimensi ini. Warnanya berubah sekitar satu tahun yang lalu dan Aletha bisa merasakan aroma cat yang masih cukup pekat di indra penciumannya.

Gadis itu berlari meninggalkan ruangan sebelum kembali ada yang datang.

“Kamu ngapain dari atas? Fisika satu nggak ada tugas di lab biologi?”

Aletha menatap ruang UKS yang masih terkunci. Lantas mengalihkan pandangan pada Raya dengan beberapa kunci yang tergenggam ditangannya.

“Kamu ngapain sih selalu bersikap aneh?”

Bagi Raya kedatangan Aletha adalah ancaman bagi siswa-siswi, bukan soal ketakutan yang sikap menyedihkan yang selalu dia tunjukkan. Justru karena kejeniusannya yang akan menggeser beberapa nama teratas di SMA ini, terutama dirinya. Tentu kuota PTN akan sangat berat jika ada Aletha disini, besar kemungkinan dia akan mengambil peluang-peluang yang sudah Raya rencanakan sejak jauh-jauh hari. Hanya karena siswi jenius yang tidak perlu belajar demi mendapatkan kampus yang dia inginkan.

“Perut kamu masih sakit?”

Bukannya menjawab, meninggalkan tempat ini jauh lebih menguntungkan.

“Dasar cewek aneh”

To Be Continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!