NovelToon NovelToon
Pembalasan Anak Korban Pelakor

Pembalasan Anak Korban Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Cerai / Keluarga / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

"Aku akan menghancurkan semua yang dia hancurkan hari ini."
Begitulah sumpah yang terucap dari bibir Primordia, yang biasa dipanggil Prima, di depan makam ibunya. Prima siang itu, ditengah hujan lebat menangis bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah, tempat pembaringan terakhir ibunya, Asri Amarta, yang meninggal terkena serangan jantung. Betapa tidak, rumah tangga yang sudah ia bangun lebih dari 17 tahun harus hancur gara-gara perempuan ambisius, yang tak hanya merebut ayahnya dari tangan ibunya, tetapi juga mengambil seluruh aset yang mereka miliki.
Prima, dengan kebencian yang bergemuruh di dalam dadanya, bertekad menguatkan diri untuk bangkit dan membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pingsan

Nyonya Anita membasuh wajahnya. Di depan kaca wastafel ia memperhatikan wajahnya sendiri. Hari demi hari wajahnya Kian terlihat pucat. Tubuhnya menjadi terasa lemah dan mudah lelah. Bahkan pagi ini ia terlambat bangun padahal Anita sudah berjanji akan mengantar Prima berangkat sekolah.

"Nona Primor sudah berangkat Nyonya, tadi diantar Pak Yusuf."

"Kenapa bi Asih nggak bangunin saya aja? Saya sudah janji sama Prima mau nganter dia sekolah."

"Maaf Nyonya tapi nona Primor yang meminta supaya kami tidak membangunkan nyonya."

Saat terbangun pagi tadi Anita panik begitu melihat jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Iya bergegas turun ke lantai 1 mencari asisten rumah tangga. Dengan lunglai ia kembali ke kamarnya di lantai atas begitu mendapat laporan bahwa putrinya sudah berangkat sekolah dengan sopir.

"Sepertinya aku sudah harus pergi ke dokter. Aku yakin ada yang tidak beres dengan tubuhku."

Anita segera bersiap untuk mandi setelah meminta asisten rumah tangga menyiapkan air hangat di kamar mandinya.

"Nyonya air hangatnya sudah siap."

"Baik bi terima kasih ya?"

"Apa tidak sebaiknya sarapan dulu saja nyonya? Ini sudah siang Nyonya belum sarapan."

"Nanti sajalah, biar saya mandi dulu. Pak Yusuf sudah pulang dari mengantar Prima?"

"Sudah Nyonya, sudah saya minta untuk menunggu nyonya di bawah."

Anita mengangguk. Dengan perlahan ia berjalan terhuyung-huyung menuju kamar mandi. Namun belum sampai di kamar mandi, Anita merasakan sedikit pusing. Matanya berkunang-kunang dan pandangannya mulai menguning.

Untungnya, dia tak memaksakan diri untuk terus berjalan. Anita menyandarkan tubuhnya di dinding kamar, pandangan matanya mulai menghitam dan badannya seperti tak bertulang. Anita kehilangan kesadaran.

"Nyonya! Nyonya!"

Asih yang belum sempat meninggalkan kamar Anita berteriak dengan panik. Ia tak berani menyentuh tubuh majikannya takut kalau ia melakukan kesalahan yang dapat memperburuk keadaannya.

"Pak Yusuf, Ratna, Iqbal, Bi Karti. Tolong!! Nyonya pingsan!!"

Asih yang panik mondar-mandir keluar masuk kamar Anita memanggil semua penghuni rumah itu.

"Aduh bagaimana ini kok nggak ada orang di rumah?"

Karena tidak ada yang menyahut membuat Asih Kian panik. Asih mengambil ponsel dari dalam sakunya lalu menghubungi pak Yusuf yang sudah ia minta untuk bersiap di depan garasi.

"Pak Yusuf! Pak Yusuf ada di mana? Cepet masuk ini nyonya!"

"Kenapa sih kenapa nyonya?"

"Nyonya Anita pingsan! Sudah cepat naik ke sini! Panggil orang-orang yang lain! Pada ke mana sih kok nggak ada orang satu pun yang denger aku teriak-teriak."

Asih menutup teleponnya, seketika Pak Yusuf berlari ke dalam rumah dan segera naik ke lantai atas menuju kamar Nyonya Anita.

"Nyonya, bangun nyonya. Aduh kenapa sih kok jadi pingsan begini, tadi perasaan baik-baik saja . Nyonya bangun."

"Asih!"

Pak Yusuf yang tak lagi muda terengah-engah begitu muncul dari balik pintu kamar Anita. Iya sedikit bingung melihat majikannya tergeletak di depan pintu kamar mandi.

"Pak Yusuf, ayo bantu angkat. Nyonya tadi mau mandi tapi terus pingsan di sini."

"Kalau cuma berdua kita nggak kuat Sih. Nanti, tunggu sebentar. Aku panggil Iqbal dulu tadi kayaknya dia lagi beresin taman di belakang."

Tanpa menunggu jawaban Asih, Pak Yusuf berlari turun ke bawah sambil berteriak memanggil Iqbal, pegawai yang ditugaskan untuk menjaga taman di rumah itu.

"A, Asih..."

"Ah, Nyonya! Nyonya sudah bangun? Nyonya sudah sadar? Apanya yang sakit nyonya?"

Perlahan Anita membuka matanya. Samar-samar ia mulai bisa melihat bayang wajah Asih yang duduk bertimpuh dan menangis menatap dirinya.

"Sudah Asih jangan menangis bantu aku berdiri."

Asih meraih lengan Anita yang dijulurkan lalu membantunya berdiri dan berjalan pelan ke atas kasur. Tak lama kemudian Pak Yusuf datang dengan Iqbal yang juga terengah-engah karena mereka harus berlari dari halaman belakang menaiki tangga menuju kamar Anita di lantai 2.

"Loh Nyonya sudah siuman?"

"Sudah Pak Yusuf. Iqbal, kamu cari bi Karti. Suruh buatkan teh hangat untuk nyonya."

Asih memberikan perintah kepada Iqbal untuk mencari ibunya, bi Karti yang bekerja di rumah Anita sebagai juru masak di dapur.

"Sudah-sudah Asih, tidak perlu. Iqbal tidak usah panggil ibumu."

"Tapi nyonya,"

"Asih, Pak Yusuf, Iqbal. Saya mau minta sesuatu dari kalian."

Ketiganya diam mendengarkan ucapan Anita yang masih terdengar sangat lemah.

"Saya mohon kepada kalian bertiga, untuk tidak menceritakan peristiwa ini kepada siapapun termasuk kepada ibumu, Iqbal. Tidak perlu ada yang tahu. Terlebih lagi Tuan Pram dan anakku Prima. Saya tidak mau membuat mereka khawatir."

"Tapi Nyonya, kalau yang Nyonya alami ini sesuatu yang serius bagaimana?"

"Saya minta tolong kamu teleponkan dokter Hadi suruh beliau datang ke sini. Pagi ini niatnya saya memang mau ke rumah sakit dokter Hadi."

"Baik nyonya nanti saya telepon dokter Hadi."

"Terima kasih Asih. Iqbal, kamu janji ya, kamu jangan cerita dengan bi Karti? Kasihan bi Karti kalau tahu nanti jadi kepikiran. Pekerjaan di Karti sudah banyak Saya tidak mau merepotkan bi Karti."

"Eh, eh, iya Nyonya. Saya akan menyimpan rahasia ini."

"Pak Yusuf juga ya jangan ceritakan ini sama Tuan Pram atau sama Prima?"

"Baik nyonya. Saya tidak akan cerita. Tapi kalau ternyata penyakit Nyonya serius saya harap Nyonya berterus terang kepada tuan Pram."

"Iya pak. Kita lihat nanti saja hasil pemeriksaan dengan dokter Hadi. Ya sudah, kalian boleh keluar. Lanjutkan pekerjaan masing-masing. Pak Yusuf jangan lupa nanti jemput Prima dari sekolah langsung diantar les menggambar hari ini ya."

"Ya Nyonya."

"Baik Nyonya."

Iqbal dan Pak Yusuf menyahut bersamaan. Mereka keluar dari kamar Anita dengan saling pandang dan berbisik-bisik.

"Itu gimana sih ceritanya sih Pak, kok Nyonya bisa sampai pingsan seperti itu?"

"Aku juga ndak tahu Bal. Tadi tiba-tiba Asih manggil aku di garasi terus bilang kalau Nyonya tuh pingsan, jatuh di depan kamar mandi."

"Apa ndak papa kita nggak ngomong sama Tuan Pram? Nanti kalau terjadi sesuatu sama nyonya, terus kita diem aja, bisa-bisa kita yang kena marah sama Tuan Pram."

"Ya gimana lagi Bal. Nyonya mintanya seperti itu. Ya mau ndak mau kita harus nurut sama nyonya. Nanti kalau kita ndak nurut sama Nyonya Anita, kita juga bisa dimarahi sama Nyonya Anita."

"Duh kok jadi serba salah gini ya kita pak Yusuf."

"Sudah Bal, gini saja. Kita lihat saja nanti hasil pemeriksaannya Nyonya, kalau memang serius ya terpaksa saya harus ngomong sama Tuan Pram. Daripada kita kena masalah."

Sambil menuruni tangga mereka berbicara perlahan hingga mereka tidak menyadari bahwa bi Karti memperhatikan mereka.

"Weh, kok kalian dari atas dua-duaan itu ngapain? Iqbal kamu kok nggak beresin taman?"

"Eh, ibu. Ndak bu, ndak apa-apa. Tadi itu Iqbal nyariin ibu, ibu kok nggak ada di dapur."

"Ibu habis beli ke pasar beli sayur. Kamu ngapain kok nyariin ibu?"

"Oh ke pasar. Ya udah bu. Ndak apa-apa kok. Iqbal balik ke taman dulu ya Bu. Mari Pak Yusuf."

Iqbal nyelonong keluar lewat pintu belakang sementara Yusuf masih terlihat gugup takut jika bi Karti mendengar obrolannya dengan Iqbal.

"Bi, saya juga permisi mau bersihin mobil dulu."

Tidak mau mengambil resiko mendapat pertanyaan dari bi Karti, Pak Yusuf ikut undur diri dan menuju garasi rumah Anita. Meninggalkan bi Karti yang terheran-heran dengan sikap putranya dan Pak Yusuf, sopir di rumah itu sambil geleng-geleng kepala.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!