Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Cahaya senja yang menembus celah di jendela besar ruang kerja Alvaro menyelimuti ruangan dengan nuansa temaram. Bayangan panjang yang terbentuk di lantai kayu yang mengkilap tampak bergerak perlahan, seakan mencerminkan keraguan yang membayangi pikirannya. Alvaro berdiri tegak, dengan tangan terlipat di depan dada, mata terfokus pada bayangan masa lalu yang terus memanggilnya.
Di balik wajah yang tampak tenang, gelombang emosi berkecamuk dalam benaknya. Keputusan besar menunggu di ujung pikirannya, siap untuk mempengaruhi hidupnya dan orang-orang terdekatnya. Sensasi kegelisahan menghantui jiwa tegar yang biasa mengambil langkah pasti. Setiap kali napasnya memburu, seolah ia berusaha menenangkan badai yang memukul jiwanya. Detik-detik berlalu, seolah mengingatkan Alvaro bahwa waktu tidak menunggu pilihan yang harus segera diambil.
Ceklek...
Ajun, asisten setianya, membuka pintu ruangan tanpa mengetuk terlebih dahulu. Suara pintu yang terbuka itu memecah keheningan dan menarik perhatian Alvaro yang terlarut dalam pikirannya.
"Sudah sore, Tuan. Anda tidak pulang?" tanya Ajun, dengan nada lembut, menegaskan bahwa hari ini Alvaro berjanji untuk pulang lebih awal, bukan seperti biasanya.
Alvaro berbalik, menatap Ajun dengan wajah yang masih menyimpan kebingungan. "Anda kenapa, Tuan? Sepertinya ada banyak yang Anda pikirkan," Ajun bertanya, keprihatinan tergambar di wajahnya.
"Saya sedang bingung, Jun. Naka dan Mommy menjodohkan saya dengan seorang janda anak satu. Menurutmu, apa yang harus saya lakukan? Jujur saja, saya belum siap untuk menikah lagi," ungkapnya, sambil melangkah ke arah sofa dan menjatuhkan tubuhnya dengan lelah.
Ajun mengangguk, memahami situasi. Nyonya Danendra seringkali menjodohkan Alvaro dengan wanita dari kalangan sosialita, namun selalu saja Alvaro menolak tawaran tersebut.
"Menurut saya, tidak ada salahnya mencoba dulu, Tuan. Anda tidak perlu langsung menikah. Kenali dia terlebih dahulu, siapa tahu cocok," saran Ajun, berusaha memberikan perspektif baru.
Alvaro menunduk, berat dengan segala rasa yang melingkupinya. "Tapi saya masih mencintai mendiang istri saya, Jun. Aku tidak ingin menghianatinya," katanya, bersandar di sandaran sofa. Bayangan mendiang Clara, dengan senyumnya yang lembut dan tatapan penuh kasih, terukir jelas dalam ingatan. Kini, semua itu tinggal kenangan, menyisakan kesedihan yang mendalam.
Cinta Alvaro untuk mendiang Clara begitu kuat, hingga sulit baginya untuk membayangkan kehadiran wanita lain dalam hidupnya. Ajun menatapnya, kekhawatiran mengisi wajahnya. "Tuan, saya mengerti perasaan Anda, tetapi kehidupan harus terus berjalan. Nyonya Clara pasti tidak ingin melihat Anda terpuruk seperti ini."
Alvaro menghela napas berat, berjuang untuk mengumpulkan keberanian. "Saya takut, Jun. Takut tidak bisa mencintai wanita itu. Nanti, bukannya membahagiakannya, saya justru akan menyakitinya," ungkapnya, dengan nada penuh keraguan.
"Tuan, mungkin dengan mengenal orang baru, Anda bisa menemukan sahabat sekaligus teman hidup. Tidak ada salahnya untuk mencoba. Ini semua demi Anda dan juga kebahagiaan putra Anda," jelas Ajun, memberikan harapan di tengah kegalauan.
Dan di antara percikan cahaya senja yang perlahan memudar, harapan mulai tumbuh di hati Alvaro, meski langkahnya terasa berat. Dalam keheningan itu, ia menyadari bahwa hidup terus berjalan, dan mungkin, cinta pun bisa ditemukan lagi.
Mata Alvaro menatap jauh ke luar jendela, mencari jawaban di antara remang cahaya sore.
Alvaro tahu Ajun benar, mungkin inilah saatnya untuk setidaknya mencoba membuka lembaran baru. Clara, dalam kedamaian abadinya, pasti menginginkan yang terbaik untuknya. Dengan hati yang masih berat, ia mengangguk perlahan, memberi tanda kepada Ajun bahwa ia akan mencoba, demi Naka dan demi dirinya sendiri.
"Kalau begitu setelah ini temani saya menemui wanita itu" pinta Alvaro.
"Baik tuan" balas Ajun tersenyum.
******
Setibanya di depan butik, mereka langsung di suguhkan beraneka macam jenis pakaian. Dari gaun perempuan, dan beberapa pakaian pria. Koleksinya sangat banyak, dan lumayan bagus. Pantas saja menjadi butik langganan ibunya.
Arumi, terlihat sibuk melayani seorang pelanggan dengan senyum ramah yang selalu menghiasi wajahnya. Saat Alvaro memasuki toko, pandangannya langsung tertuju pada wanita itu, yang mengenakan dress pendek bermotif bunga. Rambutnya yang cokelat terikat rapi, dan setiap gerakannya menunjukkan dedikasi dan kecintaannya pada dunia fashion.
"Dia bekerja di sini tuan" tanya Ajun lirih.
"Dia pemilik butik ini" jawab Alvaro singkat.
Ajun mengangguk, mengikuti Alvaro dari belakang dengan tatapan penuh kekaguman terhadap keindahan dan kerapian butik tersebut.
"Selamat malam, Nyonya Arumi," sapa Alvaro setelah melihat Arumi selesai melayani pelanggannya.
Arumi menoleh, ia terkejut melihat kedatangan Alvaro. Jantungnya berdegub kencang.
"Tuan muda Danendra, anda datang kemari" ucapnya dengan suara lembut.dan sedikit gugup, dia melihat kedatangan Alvaro ke toko butiknya.
"Eum, saya datang kesini ingin menagih jawaban anda, soal pertanyaan saya kemarin" tanya Alvaro, seraya matanya menatap wajah gugup Arumi.
Arumi diam sambil menatap ke arah Alvaro dengan tatapan yang rumit. Ia berencana besok akan mendatangi kediaman Danendra untuk memberikan jawaban kepada Julia, tetapi sebelum dia datang kesana Alvaro sudah lebih dulu menemuinya.
Dari arah belakang tiba-tiba suara Bella mengangetkan mereka. "Mama, kenapa lama cekali, Bella cudah ngantuk cih" seru Bella sambil mengucek matanya yang terasa perih karena mengantuk, ia menunggu mamanya untuk menemaninya tidur, namun sang mama tidak kunjung datang ke kamarnya.
Arumi menoleh menghampiri putrinya yang sudah mengantuk, "Maaf sayang, mama masih ada satu customer lagi, setelah itu mama akan menemani Bella tidur" ucap Arumi seraya mengggendong putrinya.
"Saya bukan customer, saya datang kesini ingin menikahi mu" seru Alvaro tidak terima di katakan sebagai customer.
Suara Alvaro yang kencang, membuat Bella mengerjabkan matanya, rasa ngantuk yang menderanya sejenak langsung menghilang begitu saja.
"Paman yang mau jadi cuami balunya mama Bella ya?" tanya Bella polos.
Bukannya menjawab Alvaro justru balik bertanya kepada Arumi. "Dia putrimu?"
"Iya tuan, saya ini beneran janda. Ini putri saya, dia jajannya banyak, bisa-bisa nanti anda bangkrut kalau menikah dengan saya" ucap Arumi sengaja menjelek-jelekkan dirinya agar Alvaro menjauhi dirinya.
"Mama nda boleh bohong, Bella nda pelnah jajan banyak ya, Bella cuma beli comay, cempol, telul gulung, cama cilol" protes Bella menyebutkan semua makanan yang sering dia beli.
"Iya mama tahu, tapi apa salahnya kita jual mahal dulu" bisik Arumi yang masih dapat di dengar oleh Ajun dan juga Alvaro.
"Nda ucah jual mahal mama, jual mulah aja, bial cepat lakunya. Pamannya tampan, Bella cuka" kata Bella
Alvaro menahan tawa sambil menatap mereka berdua secara bergantian. Begitu juga dengan Ajun, yang ikut memperhatikan mereka.
"Mereka sangat lucu tuan, sepertinya akan seru jika bertemu dengan tuan muda Naka" ucap Ajun.
Alvaro terkekeh, yang di katakan asistennya benar, Naka akan memiliki teman berdebat baru jika dia menikah dengan Arumi. Sehingga putranya itu tidak lagi mengajak dirinya berdebat, karena ada Bella yang akan menggantikannya.
"Khem"
Suara Alvaro menghentikan perdebatan ibu dan anak itu.
"Jadi bagaimana jawaban mu, nyonya?" tanya Alvaro sambil menahan tawa melihat wajah kesal Arumi.
"Iya paman, mama telima uncle jadi cuami balu mama.Tapi paman jangan lupa belikan Bella cepeda listlik" bukan Arumi yang menjawab melainkan Bella. Sungguh anak itu tidak bisa di ajak kerjasama, membuat Arumi malu di hadapan Alvaro.
"Baiklah, jika begitu minggu depan kita menikah, aku akan memberitahu kabar ini kepada mommy. Besok aku akan menjemput mu menemui keluargaku" ucap Alvaro.
Membuat Arumi membulatkan matanya. "Tuan, tapi saya belum jawab iya lho" seru Arumi panik.
"Putri mu sudah menjawabnya, aku anggap itu jawaban dari kamu juga" ucap Alvaro acuh.
"Mana bisa begitu, kan yang mau menikah saya bukan putri saya" protes Arumi, "Lagian anda juga belum membelikan permintaan putri saya" lanjutnya lirih.
"Tapi tetap saja, pernikahan mu tidak akan terjadi tanpa persetujuan dari putri mu bukan?" tanya Alvaro dan tersenyum tipis melihat wajah Arumi
Arumi diam, tidak bisa berkata-kata lagi. Ia memang tidak akan menikah jika sang putri tidak menyetujuinya, karena baginya kebahagiaan putrinya lebih utama daripada dirinya.
"Ck, katanya taku menerima orang lain, tapi kenyataannya anda terlihat tertarik dengan nyonya Arumi, tuan" cibir Ajun dalam hati.
"Jun, besok tolong belikan sepeda listrik untuk calon putriku" ucap Alvaro.
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al