NovelToon NovelToon
Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh / Menikah Karena Anak / Ibu susu
Popularitas:88.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Dua minggu yang lalu, Rumi Nayara baru saja kehilangan bayi laki-lakinya setelah melahirkan. Lalu, seminggu kemudian suaminya meninggal karena kecelakaan. Musibah itu menjadi pukulan berat bagi Rumi. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan bayi laki-laki yang alergi susu botol di rumah sakit, dan butuh ASI. Rumi pun menawarkan diri, dan entah mengapa ia langsung jatuh cinta dengan bayi itu, begitu juga dengan bayi yang bernama Kenzo itu, terlihat nyaman dengan ibu susunya.

Tapi, sayangnya, Rumi harus menghadapi Julian Aryasatya, Papa-nya baby Kenzo, yang begitu banyak aturan padanya dalam mengurus baby Kenzo. Apalagi rupanya Julian adalah CEO tempat almarhum suaminya bekerja. Dan ternyata selama ini almarhum suaminya telah korupsi, akhirnya Rumi kena dampaknya. Belum lagi, ketika Tisya— istri Julian siuman dari koma. Hari-hari Rumi semakin penuh masalah.

“Berani kamu keluar dari mansion, jangan salahkan aku mengurungmu! Ingat! Kenzo itu adalah anak—?”

Siapakah baby Kenzo?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Katanya Jangan Baper, Tapi Masih Perhatian

Rumi tercekat. Kata-kata itu bagai air es yang mengguyur kepalanya. Ia tersenyum miris, meski matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya paham, Pak. Saya tidak baper. Hanya saja … saya tidak ingin ada masalah ke depannya. Kalau terlalu banyak perhatian, orang bisa salah paham. Jadi … lebih baik Bapak bersikap biasa saja kepada saya.”

Julian menatapnya lama, sorot matanya tajam seperti sedang menimbang-nimbang. Akhirnya ia kembali menyuap bubur ke mulut Rumi tanpa berkata apa-apa. Diamnya justru membuat suasana semakin janggal.

Di sisi lain, meja makan sudah ramai. Mama Liora, Bu Ita, dan Derry menikmati hidangan bersama. Nia bolak-balik membantu, sesekali melirik ke arah Rumi yang sedang disuapi majikannya. Perempuan itu sempat menahan senyum—pemandangan itu memang tidak biasa.

Mama Liora berdeham. “Julian, kamu nggak ikut makan bersama kami?”

“Belakangan,” jawab Julian singkat tanpa menoleh. Ia tetap fokus pada sendok yang dipegangnya.

Bu Ita memandang pemandangan itu dengan hati yang bergejolak. Ada rasa lega karena putrinya diperhatikan, tapi juga ada kekhawatiran lain. “Pak Julian … terima kasih, sudah begitu peduli sama anak saya,” katanya lirih.

Julian menoleh sebentar, tatapannya tetap dingin. “Saya hanya menjaga agar tidak ada masalah lagi. Setelah kejadian tadi, saya tidak mau ada risiko yang menimpa Rumi atau anak saya.”

Hening kembali menyelimuti. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkuk, dan dengung mesin infus yang menetes pelan.

***

Setelah hampir separuh mangkuk habis, Julian akhirnya berhenti. “Cukup. Jangan dipaksa. Kalau terlalu banyak malah mual.” Ia menaruh sendok, lalu menuangkan segelas kecil air putih untuk Rumi. “Minum.”

Rumi menerima gelas itu dengan tangan bergetar. “Terima kasih ….” Suaranya lirih, hampir tak terdengar.

Julian hanya mengangguk dingin, lalu beranjak dari sisi ranjang. Ia menutup laptopnya, berjalan ke arah meja makan. “Derry, siapkan piring untuk saya.”

“Siap, Pak.”

Rumi menatap punggung Julian yang menjauh, hatinya campur aduk. Ia ingin merasa lega karena ada yang memperhatikannya, tapi kata-kata dingin lelaki itu terus membekas. Bahwa semua ini bukan karena peduli padanya, melainkan semata-mata demi Kenzo.

Di sisi lain, Baby Kenzo menggeliat pelan dalam boks bayi. Rumi segera menoleh, hatinya luluh begitu melihat wajah mungil itu tenang dalam tidurnya. Ia mengusap pelan dadanya sendiri, mencoba menyingkirkan rasa sesak yang tak bisa ia jelaskan.

Malam semakin larut. Setelah hidangan makan malam hampir tandas, suasana di ruang rawat VIP sedikit lebih tenang. Aroma sup buntut dan steak yang masih menggantung di udara perlahan kalah oleh bau antiseptik rumah sakit yang menusuk. Lampu neon di langit-langit menyinari ruangan dengan cahaya putih yang dingin, menambah kesan formal dan steril.

Bu Ita menatap putrinya dengan wajah penuh pertimbangan. “Nak, Ibu sebetulnya ingin menunggu di sini malam ini. Tapi ….” Ia berhenti, menarik napas berat, “adikmu di rumah juga sedang sakit. Dia butuh Ibu.”

Rumi mengangkat wajahnya pelan, meski terlihat lemah, ia mencoba tersenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Aku paham. Nanti ada Mbak Nia di sini, dan ….” Matanya sedikit bergeser ke arah Julian yang sedang sibuk dengan ponselnya, “Ada Pak Julian juga.”

Julian menoleh singkat, tidak menanggapi.

Mama Liora yang sejak tadi mendengarkan, ikut menimpali. “Kalau begitu biar saya sekalian antar Bu Ita pulang. Kebetulan sopir saya masih menunggu di bawah. Lebih aman pulang bersama.”

Bu Ita mengangguk, jelas merasa lega dengan tawaran itu. “Terima kasih banyak, Bu Liora. Saya memang agak khawatir kalau pulang sendirian.”

Rumi menatap ibunya dengan tatapan penuh rindu. “Bu … hati-hati, ya. Jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja.”

Bu Ita mengusap pipi Rumi lembut. “Ibu tahu kamu kuat. Tapi jangan lupa jaga diri, Nak.” Ia lalu menunduk, mencium dahi cucu mungilnya yang terlelap di boks bayi. “Kenzo … tidur yang nyenyak ya, Nak.”

Beberapa menit kemudian, Bu Ita dan Mama Liora meninggalkan ruangan. Suara langkah mereka memudar, berganti hening. Hanya ada dengungan mesin infus, suara pendingin ruangan yang stabil, dan tarikan napas teratur bayi kecil yang tertidur.

Tinggallah Rumi, Julian, dan Nia di dalam kamar VIP yang luas itu.

Julian berdiri, membereskan sisa piring dengan tenang, lalu menoleh pada Nia. “Nia, kamu istirahat di kamar kecil sebelah sana.” Ia menunjuk pintu di sisi ruangan yang khusus disediakan untuk keluarga pasien. “Kamu butuh tidur cukup supaya besok pagi bisa segar menjaga bayi.”

Nia sempat ragu. “Tapi, Tuan … kalau nanti Kenzo rewel tengah malam, bagaimana? Saya lebih baik berjaga di dekat boks bayi.”

Julian menggeleng tegas. “Tidak perlu. Saya yang akan berjaga. Kamu masuk saja, itu perintah.”

Nia menunduk hormat. “Baik, Pak.” Ia lalu masuk ke kamar kecil itu, menutup pintunya perlahan.

Kini ruangan hanya menyisakan Rumi dan Julian.

Rumi menghela napas berat, lalu menoleh dengan nada kesal. “Seharusnya Nia saja yang tidur di bed tambahan. Itu lebih masuk akal. Dia kan yang lebih biasa mengurus bayi. Kalau Kenzo rewel, dia bisa cepat tanggap. Kenapa justru Anda?”

Julian tidak langsung menjawab. Ia menarik bed tambahan lipat yang ada di sisi ranjang, membentangkan seprei putih rapi, lalu menaruh bantal. Semua gerakannya tertata, efisien, seolah sudah terbiasa dengan rutinitas seperti ini. “Saya sudah bilang, saya yang bertanggung jawab.”

Rumi mendengus pelan. “Sepertinya apa pun yang saya katakan tidak akan mengubah keputusan Anda, ya?”

Julian menoleh sebentar, tatapannya dingin tapi mantap. “Benar.”

Tak ada lagi perdebatan. Rumi akhirnya diam, hanya memeluk selimut lebih rapat, mencoba memejamkan mata. Namun, pikirannya kacau. Kehadiran Julian terlalu mendominasi. Ia ingin merasa nyaman, tapi justru sebaliknya—setiap gerakan lelaki itu membuatnya semakin waspada.

Jam dinding berdetik lambat. Hingga akhirnya malam merambat ke tengah, sunyi begitu pekat.

Sekitar pukul dua belas lewat, tangisan kecil terdengar dari boks bayi. Suara itu melengking, memecah keheningan. Rumi refleks ingin bangun, tapi tubuhnya masih lemah. Tangannya bergetar saat mencoba menyingkap selimut.

Belum sempat ia bergerak lebih jauh, Julian sudah bangkit. Dengan sigap ia menghampiri boks bayi, mengangkat Kenzo dengan hati-hati, lalu mendekat ke ranjang Rumi. Bayi kecil itu merengek, wajahnya memerah karena haus.

“Dia butuh menyusu,” ujar Julian datar.

Rumi mengangguk, segera menegakkan tubuh dengan susah payah. “Tolong … ambilkan air hangatnya, Pak.”

Julian berjalan ke meja, menuang air hangat ke gelas kecil, lalu mendekatkan pada Rumi. Saat itulah, tanpa sengaja jemari mereka bersentuhan.

Kulit Julian dingin namun kokoh, sementara tangan Rumi hangat tapi gemetar. Sekilas, keduanya sama-sama terdiam. Hanya sesaat, tapi cukup untuk membuat jantung Rumi berdetak tak karuan. Ia segera menarik tangannya cepat-cepat, seolah terbakar.

“Maaf.” Rumi menunduk, suaranya dingin. “Saya bisa pegang sendiri.”

Bersambung .... ✍️

1
Anonim
Rumi pinginnya menghindar dari Julian tapi nyatanya Julian mengikuti - membutuhkan Rumi untuk menanyai nama suami dan tempat bekerjanya.
Rumi baru tahu kalau Julian atasan suaminya.
Rumi ini tak ada takut-takutnya sama Julian - bisa menjawab apa yang diomongkan Julian 😄
Anonim
ada apa dengan Bos-mu itu Derry...
apa kamu tahu sesuatu tentang Julian dan Rumi ???
Anonim
Julian ini semakin aneh ya Rum - jantungmu masih aman kan Rumi
cha
adik istri tersayang elu itu panJuuul...
cha
Kenzo bayinya Rumi yang ditukar...

tapi Kenzo juga bayi kandungnya Julian...? gimana ceritanta masi misteri...

Bagaimana Rumi terpaksa harus menikah disaat kuliah yg sudah sedikit lagi skripsi.. karena hamil...dan siapa sebenarnya yang menghamili...

Lalu Tisya.. apakah benar wanita yang sangat disayangi dan dicintai Julian?? knp dengan ipar dan mertuanya?
cha
Napa pulaa sama bapaknya juga harus diurus keperluan pribadi..macam apa contohnya keperluan pribadi teh ..yg menjurus jurus ranah pribadikah.😁😁🤭..

Jadi ibu susunya Kenzo aja dah luar biasa mana nyusu langsung lg... walaupun sebenarnya itu anak kandungnya Rumi sih...tp kan kondisinya skrg tidak asa yg tau
cha
Tertekan banget yaa..beban yang ditanggung Rumi..apa tidak bersama secara psikologis, sementara dia ibu menyusui...
nyaks 💜
owww salah satu pelaku ya sus hmmm
ataw tau ttg baby Kenzo?? 🤔🤔
cha
orang baru aja abis pingsan...dah harus nenenin bayik...kasihan kamu Rum... bertubi-tubi di sakiti orang2 gilak... padahal kamu baik banget.
Kasih Bonda
next Thor semangat
sryharty
posesif amat tuan dingin sedingin saljuuuu
Ir
haisss habis sudah wassalam Rum, kamu yg tanda tangan aku yg lemes 🥴
Hafifah Hafifah
kayaknya suster ini tau sesuatu deh.jangan" dia yg udah nuker bayinya rumi dan bersekongkol dengan mertuanya julian
Bunda Aish
gak ada jalan lain Rumi, lumayan masih digaji....licik nya itu plus jadi pelayan pribadi...modus... sudah mulai jatuh cinta sebenarnya 🤨
Nar Sih
begitu berat ujian mu ya rumi,sabar ya rumi ,semoga akan ada pelangi setelah hujan begitu pun dgn mu semoga ada kebahagian setelah kesedihan ,semagat rumi ,dan semagat juga buat momy💪💪🥰
hasatsk
itu perawat bisa jadi kunci rahasia baby Kenzo....
Naufal Affiq
dengar kan rumi omongan julian,nanti dia marah-marah terus tanpa arah
Jeng Ining
dugaan klo Kenzo anak Rumi semakin jelas, dn mulai samar timbul pertanyaan Kenzo jg anak kandung Julian🫣, tp entahlah🤭
Noor hidayati
kamu harus bisa bersikap tegas pada aulia jul,jangan biarkan dia seenaknya berbuat jahat sama rumi
Naufal Affiq
ada udang di balik batu rupanya pak julian,ada maksud terselubung rupanya.hahaha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!