Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Bully
" Nyonya, tuan paling tampan ya." ujar pak Amron pada Vania.
"Iya pak, dia mirip dengan papahnya sekali." ujar Vania.
"Tapi Nyonya, jika dari garis wajah dan mata itu kenapa mirip anda ya?, padahal kan anak sambung ya?" ujar pak Amron heran.
"Iya pak, berati kita jodoh ya pak sebagai keluarga sambung." Vania tersenyum senang.
Membujuk anak kecil ini cukup mudah, dari pada anak mertuanya, yang seenaknya sendiri.
Karena tampaknya Lenard sudah nyaman dan senang, Vania pun memutuskan untuk meninggalkan Lenard di sekolah, jadi anak itu tidak perlu dia tunggu.
Vania pun jalan-jalan bersama dengan pak Amron, tiba-tiba Vania teringat dengan anak-anak di tempat biasa dia menggelandang.
Vania membeli banyak makanan dan juga pakaian untuk anak-anak di tempat kumuh dia tinggal.
Pak Amron pun mengantar masuk ke permukiman kumuh itu, mobil Vania pun di kerumuni oleh anak-anak gelandangan.
Mereka sudah sangat hafal, jika ada mobil masuk sudah pasti akan memberikan bantuan.
Vania pun segera turun mobil dan menyapa anak-anak itu, awalnya mereka tidak mengenali Vania sama sekali, namun Vania menghafal semua anak-anak dengan sebutan yang dibuat Vania.
Vania membagikan semua makanan yang dibeli, dan juga pakaian pada anak-anak gelandangan itu, mereka sangat senang karena Vania tidak melupakan mereka.
Setelah itu pun Vania kembali menjemput Lenard.
Sementara Pak Amron di sepanjang jalan menangis, karena merasa kasihan pada nyonyanya yang dulu hidup seperti anak-anak itu, Vania memiliki sopir pribadi yang sangat melankolis, namun mereka sangat cocok satu sama lain.
Sesampainya di sekolah itu Vania pun turun dari mobilnya.
"Siapa ini, pendatang baru sok kaya rupanya." ujar seorang wanita yang juga baru turun dari mobilnya Alphard.
Vania mengabaikan wanita yang jelas lebih tua darinya itu.
"Heh, kau anak kecil!" teriak wanita itu pada Vania.
Vania lagi-lagi mengabaikan, dia lebih fokus pada anaknya yang sudah berlari dengan riang menghampirinya.
"Anak itu kan, anak yang di larang masuk ke sekolah mana pun." ujar seorang dari wali murid.
Wanita yang baru turun tadi mendengarnya, dia seakan mendapatkan bahan untuk mencari masalah dengan Vania.
Karena selama ini dialah yang paling kaya di sekolah itu, sebulan sekali dia pasti akan mengirim makanan untuk semua anak, tapi kali ini dia merasa tersaingi dengan orang yang mobilnya lebih murah darinya.
"Bagaimana bisa anak pembawa bencana ini bisa masuk ke sekolah ternama ini?, apalagi mobilnya kalangan bawah." ujar Wanita itu dengan wajah remehnya.
Vania tidak menyangka dikalangan orang kaya juga masih ada kalangan bawah, sungguh kesenjangan sosial.
"Lenard, pulang yuk, ada Badarawuhi datang." ujar Vania segera menggendong anaknya.
"Apa kau bilang, kau ini hanya orang miskin baru kaya saja sudah belagu, lihat saja anakmu tidak akan bisa sekolah di sini besok pagi!" tegas Wanita itu.
"Hem, gitu ya ... Lenard apa kau lapar?, kita makan saja yuk, kau baru saja melihat penampakan pasti sangat takut ya, ayo kita ke mobil." ujar Vania segera berjalan menuju mobilnya yang memang harganya paling murah sendiri diantara yang lain.
Namun saat akan masuk ke mobil, mobil Vania di tabrak dari belakang.
"Ah, sialan ... Pak Amron keluar pak!" teriak Vania.
"Hahahah, siapa suruh mobil rongsok parkir sembarangan." ujar penabrak itu dengan tertawa mengejek.
Itu sudah jelas satu circle dengan wanita Badarawuhi tadi.
Vania tidak marah atau membalas dia hanya menarik nafas panjang saja.
"Sekarang kau baru tahu rasa kan, makanya jangan sok kaya, lagian anakmu itu anak bencana, kenapa kau tetap menyekolahkan anak itu, dasar hama!" ujar Wanita Badarawuhi itu.
"Pak Amron tolong panggil taxie, dan gendong Lenard, saya ada urusan sebentar." ujar Vania menyerahkan Lenard pada Amron lalu menghampiri wanita Badarawuhi itu.
"Apa, kau tidak terima kau bisa apa?" ujar wanita itu, baru selesai bicara.
Plaaaaaak.
Vania menggampar mulut bau comberan itu dengan tasnya, sampai wajah wanita itu berdarah.
Kemudian, Vania mengambil batu paling besar, dan melempar ke mobil yang menabrak mobilnya tadi.
Lalu Vania memberikan uang satu gepok pada Badarawuhi itu, kemudian dia menghampiri wanita yang menabrak mobilnya.
"Mobilnya kamu ambil aja, buat ganti rugi kerusakan mobilmu!" tegas Vania segera ikut masuk ke dalam taxie bersama Amron dan Lenard.
"Nyonya mobil anda." ujar Pak Amron merasa kasihan.
"Nggak apa-apa pak, cuma mobil, dia sangat jahat masak mengatai anakku bencana." ujar Vania tak terima.
"Mereka itu pasti istri - istri pejabat atau pengusaha ternama." ujar Pak Amron.
"Suamiku juga pengusaha besar, aku akan mengadu pada suamiku, karena sudah menganiaya Lenardku." ujar Vania sangat emosi.
"Mama aku tidak apa-apa." Ujar Lenard.
"Kau tidak boleh tidak apa-apa, kalau ada orang yang menghinamu!" tegas Vania.
Dan akhirnya pun mereka sampai di kediaman Sandreas.
Vania segera mencari keberadaan suaminya itu.
Lenard memberitahu Vania jika ayahnya ada di ruang baca.
Vania langsung mendobrak pintu, dan membuat Divon terkejut.
Hampir saja Divon keceplosan bicara untuk kedua kalinya karena Vania.
"Tidak usah menulis, aku minta maaf, aku hanya ingin mengadu, aku sangat kesal pada orang - orang sok kaya itu, mereka menghina anakku pembawa bencana, lalu mereka menabrak mobilku dari belakang, huhuhuhu, aku sangat marah, aku menampar wanita itu dengan tasku sampai berdarah, aku juga melempar mobil yang menabrakku dengan batu besar, lalu aku memberikan mobilku untuk biaya ganti rugi, huhuhu aku tidak punya mobil lagi, lalu bagaimana nanti aku melawan mereka, sedang kan nanti kita naik go car huaaaaaaaaaaa, aku sangat marah, suamiku apa kau tidak mau membantu istri dan anakmu ini?" Vania bercerita sambil berguling - guling di lantai seperti anak kecil yang tantrum.
Sedangkan Lenard mengikuti Vania kesana kesini ingin menenangkan.
Astaga, aku memiliki istri seperti anak umur 5 tahun dan memiliki anak seperti orang dewasa, ini apa Tuhan.
Dalam hati Divon.
Dia sudah menghadapi orang - orang itu dengan berani, kenapa masih minta bantuan ku.
Divon tidak mengerti lagi.
"Papah, bisakah membelikan ibu mobil yang lebih mahal dari Alphard?" Ujar Lenard.
"Bisa, suruh ibumu diam besok papah yang akan mengantar kalian ke sekolah." tulis Divon.
"Baik, ..." Lenard pun membisikan hal itu pada Vania, Vania pun segera tenang, dan segera keluar dengan wajah sumringah.
"Astaga, dia lebih rewel dari Lenard." Ujar Divon.
"Tuan, kan aturannya tidak ada mobil yang boleh dinaiki Tuan muda di kediaman ini." ujar Hamis segera keluar dari persembunyiannya.
"Ya, aku mau kau beli Bugatti Divo sekarang juga, bawa ke kediaman ke dua, atas nama Vania." pinta Divon.
"Apa itu sangat mahal Tuan, anda tidak salah kan?" ujar Hamis tak habis fikir.
"Itu juga tidak akan membuat bangkrut Sandreas." ujar Divon.
Hamis pun mengangguk dan segera pergi.