NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25: The Crown of No One

Langkah-langkah kaki kuda melambat saat Seraphine dan Caelum tiba di tepi sebuah lembah.

Dulunya desa ini dikenal dengan nama Virellen, sebuah pemukiman tua yang lenyap dari peta setelah perang kuno yang tidak pernah tercatat. Sekarang, yang tersisa hanya tiang-tiang patah, puing batu dengan ukiran simbol kuno, dan udara yang berat seakan waktu pun enggan bergerak.

Seraphine turun lebih dulu. Ia mengangkat tangannya, dan sihir kecil berpendar di telapak tangannya. Cahaya biru menari pelan di udara… lalu berhenti di atas sebuah batu besar yang setengah terkubur tanah.

“Tempat ini… mengingatku,” bisiknya.

Caelum memiringkan kepala. “Kau pernah ke sini?”

Seraphine tidak langsung menjawab. Ia berjalan ke arah batu itu. Di sana, ukiran berbentuk lingkaran bertumpuk, saling berpotongan, dan di tengahnya, sebuah simbol mata terbalik.

“Ini bukan sekadar reruntuhan. Ini... altar,” ucapnya pelan.

Caelum mulai merasa hawa dingin menjalari punggungnya. “Altar apa?”

Seraphine menempelkan tangannya ke simbol mata itu—dan seketika, dunia sekelilingnya runtuh dalam sekejap.

Ia berdiri di tengah kehampaan. Di sekelilingnya, bayangan-bayangan sosok berjubah muncul. Mereka tidak memiliki wajah. Tapi semua memandang ke arahnya.

“Darahmu... memanggil kami kembali.”

Seraphine mundur. “Siapa kalian?”

“Kami... adalah bagian dari kesepakatan terdahulu. Kami... yang dikubur agar kerajaan tetap berdiri. Tapi kerajaan itu telah runtuh.”

Ia menggertakkan gigi. “Aku bukan bagian dari kesepakatan siapa pun.”

“Tapi darahmu adalah kunci terakhir.”

Tiba-tiba, salah satu bayangan melangkah maju dan meletakkan tangan di dada Seraphine—dan suara-suara dari ribuan jiwa berteriak sekaligus menembus pikirannya.

Ia melihat benteng tua terbakar. Seorang perempuan berjubah putih menjerit sambil mengangkat pedang bercahaya. Ia melihat tiga pintu raksasa di bawah tanah. Pintu pertama terbuka. Pintu kedua retak. Pintu ketiga... berdenyut seperti jantung.

Lalu semua menghilang.

Seraphine terhempas ke tanah, kembali di dunia nyata. Caelum sudah berjongkok panik di sampingnya.

“Seraphine! Hei! Kau dengar aku?”

Ia menarik napas berat. “Pintu Ketiga… itu nyata. Dan seseorang mencoba membukanya.”

Caelum menegang. “Apa itu... semacam segel kuno?”

Seraphine menatap langit. “Bukan cuma segel. Itu penjara. Dan yang dikurung di dalam… bukan sesuatu yang bisa dibunuh.”

Ia berdiri pelan, tubuhnya masih gemetar.

“Kita harus temukan Orin dan Ash. Sekarang.”

Tiga bulan sejak mahkota terakhir dibiarkan membusuk di lantai marmer istana Ravennor, dunia tampak tenang… tapi tidak pernah benar-benar damai.

Di ruang berkubah tinggi yang dulunya aula tahta, sekarang hanya kursi-kursi melingkar menghadap satu meja batu. Dewan rakyat. Simbol dunia baru. Tapi suara yang menggema di sana malam itu bukan perundingan, melainkan argumen.

"Seraphine harus hadir!" tegas Lady Mirella, berdiri tegak dengan sorotan mata tajam. “Ia simbol revolusi. Tanpa dia, rakyat takkan percaya pada Dewan ini.”

"Dia memilih mundur, Lady Mirella," jawab Ash, duduk dengan sikap tenang namun dingin. "Dan pilihan itu harus dihormati. Kita bukan lagi kerajaan yang memaksa warganya menjadi dewa penyelamat."

"Dia bukan warga biasa!" bentak seorang anggota dewan muda. "Dia adalah—"

"Pernah menjadi," potong Ash. Suaranya tajam seperti bilah pedang yang tidak lagi disarungkan. "Sekarang dia adalah satu dari kita. Sama rata."

Di luar aula, malam Ravennor tenang. Tapi di lorong-lorong sempit distrik timur, gerakan baru sedang tumbuh. Orang-orang berbicara dalam bisikan. Tentang bagaimana dunia tanpa raja ternyata lebih sulit dipahami daripada yang mereka kira.

Dan di antara mereka, seseorang menulis di dinding bata dengan darah binatang:

“Takdir tidak bisa dibagi. Mahkota akan bangkit kembali.”

Di pinggiran kota, Seraphine berdiri di tepi ladang luas. Rambutnya diikat sederhana. Bajunya kusam, bukan kain kerajaan, hanya pakaian kerja yang nyaman.

"Masih belum terbiasa dipanggil ‘warga biasa’, ya?" suara itu datang dari belakang—Caelum, membawa sekeranjang roti dari pasar.

Seraphine tersenyum samar. "Aku terbiasa dengan sunyi. Tapi bukan... ketidakpedulian."

"Tak semua orang lupa," gumam Caelum. "Tapi sebagian mulai bertanya… jika kau tak memimpin, siapa yang akan menjaga agar sistem ini tidak jatuh lagi?"

Ia tidak menjawab.

Di kejauhan, langit berwarna merah keunguan. Awan tampak lebih berat dari biasanya.

Seperti dunia menahan napas.

Di ruang bawah tanah Ordo Umbra yang tersembunyi, Orin berdiri di depan sebuah relik: kristal hitam retak, terbungkus sihir pelindung. Di sekelilingnya, simbol-simbol kuno bergetar pelan.

“Sudah saatnya,” bisiknya.

Bayangan di sekitarnya menjawab serempak:

“Untuk menguji dunia baru… kita butuh mimpi buruk lama.”

Ravennor bukan dibangun dalam semalam. Dan revolusi pun tidak selesai dengan satu perang.

Di distrik selatan, pasar utama kini dikuasai oleh tiga kelompok berbeda—serikat dagang, milisi rakyat, dan penyintas istana lama yang mencoba menyesuaikan diri. Tidak ada raja, tapi semua ingin jadi penguasa baru.

"Ini bukan yang kita janjikan," bisik seorang ibu tua saat harga roti naik dua kali lipat hanya dalam seminggu.

Di dekat sana, seorang pemuda mendengarkan diam-diam. Jubahnya lusuh, tapi matanya bersinar dengan sesuatu yang lain. Ia bukan siapa-siapa. Tapi tangannya memegang selebaran baru bertuliskan:

“Di bawah satu mahkota, kita tahu arah. Kini hanya bising yang tersisa.”

Di menara observatorium tua yang kini dijadikan ruang riset sihir, Ash berjalan melintasi meja-meja penuh naskah. Ia mencari sesuatu—bukan sihir, melainkan jejak sejarah.

"Orin hilang selama dua bulan terakhir," ujar salah satu peneliti, gemetar. "Dan kristal itu… berubah. Kami mendengar suara."

Ash menatap bola kristal hitam retak yang dulunya disegel ketat. Kini, retaknya menyebar seperti akar pohon yang lapar. Di dalamnya, seolah ada… mata. Berkedip.

"Apa kamu tahu apa ini?" tanya peneliti.

Ash tidak menjawab. Tapi di pikirannya, bayangan lama kembali muncul: sebuah gerbang sihir kuno yang pernah disegel oleh para pendahulu Ravennor. Gerbang yang disebut hanya dengan satu nama:

Umbra Mortem.

Sementara itu, Seraphine kembali ke desa tempat ia bersembunyi—namun hari itu, ia tidak sendiri. Sepucuk surat tanpa nama menunggu di rumah kayunya. Tinta hitam. Tanda yang dia kenal dari masa lalu.

"Jangan percaya pada perdamaian yang dibangun di atas sisa-sisa dendam. Jika kau tidak bangkit, yang lain akan. Dan mereka tidak akan sebaik kamu."

Di balik surat itu, peta. Ditandai dengan lingkaran merah di perbatasan bekas wilayah utara. Daerah yang dulunya tunduk pada kerajaan lama—dan kini dipenuhi kelompok separatis yang percaya bahwa revolusi adalah kesalahan.

Seraphine menggenggam surat itu erat.

"Caelum," ucapnya pelan. "Siapkan kudamu. Kita akan pergi."

Dan jauh di utara, di reruntuhan benteng tua yang dipenuhi kabut, Orin berdiri di tengah altar batu.

Di hadapannya, bayangan mulai mengambil bentuk. Tangan. Tubuh. Mata yang menyala ungu.

“Bawa aku ke dunia baru itu,” kata makhluk itu. “Dan aku akan memberimu kuasa yang bahkan para raja tidak pernah sentuh.”

Orin tersenyum samar. “Aku tidak ingin menjadi raja,” katanya.

“Aku ingin menciptakan takdir.”

Kabut di perbatasan utara tidak hanya menyembunyikan jalan, tapi juga dendam.

Kuda Seraphine dan Caelum melangkah pelan menyusuri jalur bekas karavan, ditemani suara angin yang membawa bisik-bisik asing. Desa-desa yang mereka lewati sunyi, namun tanda-tanda kehidupan ada—lampu menyala, mata mengintip dari celah-celah papan.

"Sejak kapan rakyat takut pada revolusi yang mereka menangkan?" tanya Caelum lirih.

Seraphine tidak menjawab. Tapi hatinya sudah tahu jawabannya: karena revolusi tak menjamin keadilan. Kadang hanya mengganti topeng penindas.

Di dalam sebuah rumah kayu tua di desa Nirakhar, Seraphine menghadiri pertemuan rahasia. Lima orang duduk mengelilingi meja, wajah-wajah keras dari kelompok yang menyebut diri mereka “Tangan Pertama”—sisa elit militer dan bangsawan rendah yang dulu selamat dari perang besar.

"Apa yang kau cari di sini, Penerus Api?" tanya salah satu dari mereka, menyebut gelar lama Seraphine yang kini dianggap tabu.

"Aku datang bukan membawa gelar. Aku membawa peringatan," jawab Seraphine tenang. "Ravennor sedang retak, dan seseorang mencoba memanfaatkan celah itu."

Mereka tertawa sinis. Tapi satu pria—berjanggut, matanya tajam—berbicara pelan, "Kami tahu. Dan kami juga tahu siapa yang memecahkannya."

Semua pandangan beralih padanya.

"Namanya Orin."

Di tempat lain, jauh di dalam gua berbatu hitam, Orin berdiri di tengah lingkaran rune kuno. Ia menyalakan nyala biru dari tangannya, dan simbol-simbol kuno mulai menyala. Suara di dalam kepalanya—makhluk dari Umbra Mortem—semakin jelas.

"Darahmu adalah kunci. Kau adalah keturunan dari garis yang dulu menyegel kami. Kini kau membebaskan kami."

"Untuk membangun yang baru," Orin menggumam, "yang lebih adil, yang lebih kuat."

Namun suara itu hanya tertawa.

“Takdir tidak bisa dibangun dari keadilan. Ia butuh kekacauan.”

Sementara itu, di Ravennor pusat, Ash berdiri di depan Dewan Baru. Para pemimpin sipil, kepala serikat, dan milisi duduk di lingkaran.

"Ada sinyal sihir kuno dari utara," kata Ash. "Kita harus bertindak."

Seseorang dari dewan berdiri. "Kita baru selesai berperang. Rakyat butuh roti, bukan ramalan tua."

Tapi Ash tetap teguh. "Kalau kalian menolak melihat tanda-tanda, maka kalian akan buta saat kehancuran datang."

Ia meletakkan sepotong kristal hitam di atas meja. Retakannya kini mengeluarkan asap ungu samar.

"Ini bukan hanya sihir. Ini adalah panggilan perang."

To be continued...

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!